5. Benjolan Varo.

918 84 24
                                    

Varo mengulum lembut bibir Jean yang terasa begitu manis. Lidahnya menyapu setiap jengkal gigi dan langit-langit di mulut sahabatnya.

Aliran darah Jean mendadak mengalir deras. Mungkin tadinya sempat tersumbat, namun kini benar-benar tanpa penghalang. Otak sepasang anak remaja yang bukan pasangan itu membatu.

Tak bisa berpikir jernih, hingga bertingkah liar. Ini ciuman pertama mereka. Namun dilakukan saat mereka bukan menjadi pasangan. Jean mencoba membalas ciuman sahabatnya .

"Eungh."

Membuat desahan mereka seirama, namun saling susul menyusul. Akhirnya nafas mereka sama-sama habis. Hingga Varo melepaskan ciumannya. Namun tangan pria itu masih bertengger di pinggang Jean.

Varo menatap mata Jean yang terlihat memerah, pipi gadis itu merona. Ia melihat Jean mengambil nafas kasar akibat oksigen yang habis karena aksi mereka berdua.

"Gue nggak tahu lagi cara ngehibur lo, cuma ini yang bisa gue lakuin."

Jean hanya diam dengan tatapan datarnya saat mata kucingnya bertabrakan dengan iris kecoklatan Varo, membuat Varo menyesali aksi nekatnya tadi. Namun setelah beberapa menit berikutnya. Jean mulai menarik bibirnya menyuratkan senyum, hal itu membuat Varo mendesah lega.

"Makasih karena lo selalu ada buat gue. Gue seneng. Ciuman pertama gue itu elo."

Mendengar kalimat manis itu, jantung Varo melejit setinggi Roket. Namun ia berusaha berekspresi sedatar mungkin untuk menutupi groginya.

"Cuma senang doang?" Varo tersenyum miring dengan tatapan penasarannya.

"Ya terus gue harus apa?" Jean bertanya demikian dengan ekspresi datar. Membuat Varo langsung cemberut. Apa gadis itu tidak merasakan apapun? Entah kenapa ia baru saja merasakan jatuh ke jalan beraspal?

"Lo udah lama tahu, kan? Kalau gue suka sama lo?" Varo kembali mengungkit pernyataan cintanya di masa lalu. Ia maklum karena gadis itu saat itu masih kecil. Bisa saja Jean lupa.

"Tahu kok."

Tidak ada ekspresi yang berubah dari wajah gadis itu sedikit pun. Jean malah meninggalkan Varo yang hatinya sudah terasa teriris dan masuk ke kamarnya mengambil handuk dan berlari ke kamar mandi.

"Terus lo nggak balas perasaan gue?" Varo mengejar Jean dan memegang pergelangan tangan gadis itu sebelum Jean membuka pintu kamar mandi.

"Var, gue nggak mau bertengkar sama lo. Bagi gue, hubungan kita yang kayak gini aja udah cukup. Please jangan bikin gue sedih lagi, ya?" Jean memasang ekspresi memelas dan perlahan melepaskan tangan pria itu.

"Tapi Je-"

Brakkk.

Jean masuk ke kamar mandi hingga terdengar kunci yang mulai berputar dari dalam. Aksi gadis itu membuat Varo frustasi dan memukul dinding beton dari luar kamar mandi dengan keras hingga jemarinya memar.

Sedangkan di dalam kamar mandi, Jean termenung cukup lama dengan punggung bersandar pada pintu kamar mandi. Ia merasa bersalah pada Varo, tapi ia belum bisa menuruti keinginan sahabatnya.

Menjadi pasangan kekasih itu, sungguh sangat berlebihan untuk mereka. Hubungan mereka bahkan bisa lebih dari sepasang kekasih, lalu kenapa ia harus menjadi kekasih yang pastinya akan berakhir kandas?

***

Setengah jam di dalam kamar mandi, membuat aroma strawberry menguar dari tubuh Jean. Gadis itu keluar dengan kimono mandinya yang berwarna putih. Rambutnya yang basah juga telah terlilit handuk.

Untungnya ada hairdryer tiga digit pemberian Varo yang hanya kurang dari satu menit saja bisa mengeringkan rambutnya.

Gadis itu membuka lemarinya dan langsung melepaskan kimono yang membalut tubuhnya hingga tubuh Jean polos tanpa sehelai benang pun.

BEST FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang