Kembali Bertikai

582 87 6
                                    

Entah untuk yang keberapa kalinya hari itu Cyro kembali bertanya. "Apa kau yakin ingin pergi tanpa Paman?"

Ice menyuruh Embun agar masuk mobil terlebih dahulu, Embun mengikuti suruhan Ice. Menatap Pamannya, Ice mengangguk. "Iya, Paman. Aku tidak pergi sendiri, ada Embun yang menemaniku."

Ice melanjutkan. "Lagipula, pekerjaan Paman masih banyak di kantor. Bukankah akan semakin menumpuk jika dibiarkan?"

Hati Cyro tertohok menerima kata-kata pedas dari Ice. "Tidak perlu mengingatkan Paman. Pamanmu ini sudah berusaha semaksimal mungkin, tahu?"

Ice tersenyum. "Aku tahu."

"Ya sudah, pergilah. Hati-hati di jalan."

"Tentu."

Cyro memperhatikan Ice memasuki mobil sebelum mobil tersebut melaju menuju Flame Kingdom. Perjalanan tidak berlangsung lama. Hanya butuh waktu 27 menit dan akhirnya mereka sampai di depan gerbang istana Flame Kingdom.

Embun menurunkan jendela mobil, tangannya menyerahkan kartu nama miliknya pada pengawal gerbang untuk dicek. Pengawal tersebut membawa kartu nama itu ke pos pengawal.

"Pangeran Ice." Panggil Embun menggunakan sebutan kehormatan Ice sebagai Pangeran karena mereka sedang berada di kerajaan lain.

"Ada apa?"

"Kenapa anda mengajukan diri mengunjungi Flame Kingdom di saat-saat seperti ini? Bukankah anda sendiri yang mengatakan tidak ingin berurusan dengan mereka? Terutama, Pangeran Blaze?"

"Ini bukan ideku." Jawab Ice singkat. Dirinya sedikit menjelaskan maksudnya pada Embun. "Ini ide Pangeran Mahkota."

Mereka tidak berbicara lagi, Embun menerima kembali kartu namanya. Gerbang istana terbuka, sang supir melajukan mobil dan berhenti tepat di depan istana. Memastikan bahwa Ice dan Embun sudah turun, mobil menuju ke arah tempat parkir khusus.

Ice menaiki tangga istana, begitu pula Embun. Di tangan Embun terdapat file-file penting seputar tembok perbatasan, siap dia serahkan ketika sampai di depan Nova. Ice memperhatikan sekitarnya menggunakan sudut mata.

Saat itulah Ice menemukan Blaze di lapangan terbuka milik istana. Pemuda bermanik jingga itu terlihat sedang bermain lempar-tangkap bersama Firefly, peliharaan singa api kesayangannya. Melihat Blaze tersenyum tulus setelah sekian lamanya, langkah kaki Ice hampir saja terhenti. Untung Ice lekas sadar, kepalanya menggeleng sambil menutup mata. Jangan dipedulikan. Batin Ice.

Dirinya tidak tahu bahwa Blaze menyadari keberadaannya, bahkan menatap lekat-lekat sosoknya yang semakin menjauh.

Membuka kedua matanya, Ice menghela nafas perlahan.

Para pelayan yang bertugas segera membungkuk hormat, memberi jalan pada Ice dan Embun. Embun membalas mereka dengan cara menundukkan kepalanya ke depan, menunjukkan sifat kesopanan dan rendah hati.

Mereka sampai di pintu kayu besar kantor Nova, Embun mengetuk pintu tersebut. "Permisi, Raja Nova."

Terdengar suara kertas dari dalam. "Ya, silakan masuk. Pintunya tidak dikunci."

Embun membuka pintu, tidak lupa mendorong lebar-lebar pintu kayu agar Ice memiliki ruang untuk melangkah masuk. Ice melenggang masuk, diikutin Embun.

Melihat mereka berdua, Nova tersenyum, pena di tangan dia letakkan di atas meja. "Ice, Embun, ada apa kalian berdua datang ke sini??"

"Kami ingin membicarakan perihal tembok perbatasan, apa Raja Nova sedang sibuk?" Tanya Ice mendudukkan diri. Nova melihat jam dinding, dirinya terlihat meminang-minang jawabannya. "Lumayan, aku harus melakukan rapat satu jam lagi."

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang