Cemburu Buta

833 79 39
                                    

Hari Senin akhirnya tiba. Sesuai perkataan Bubble, hari Sabtu sebelumnya, mereka semua mendapat jadwal ulangan. Jadwal itu tertulis di papan tulis kelas dan tanpa perlu disuruh lagi mereka menulis jadwal itu di kertas kosong.

Dikarenakan ini hari ulangan, posisi tempat mereka diubah. Dari 'satu meja diisi dua orang' menjadi 'satu meja diisi satu orang.'

Alhasil, kini jarak tempat duduk Halilintar dan tempat duduk Gempa semakin jauh. Hampir membuat Halilintar jengkel setengah mati.

Sial, baru juga masuk sudah dipisah saja. Batin Halilintar sambil menghela nafas kasar.

Begitu selesai mengecek dimana tempat duduk miliknya serta tempat duduk milik Gempa, Halilintar tidak menunggu di depan kelas seperti murid lainnya. Halilintar melangkahkan kakinya menuju gerbang depan sekolah. Sekarang masih pukul enam lebih dua puluh menit. Jika Halilintar tidak salah ingat, dia sampai di sekolah pukul enam lebih lima belas menit. Itu berarti dirinya termasuk murid yang datang awal, kemungkinan besar juga Gempa sebentar lagi akan datang.

Berpikir demikian, Halilintar mempercepat langkahnya. Merapatkan jaket di tubuhnya, Halilintar melihat kesana-kemari. Tidak ada mobil familiar milik istana Earth Kingdom sejauh matanya memandang. Gempa belum datang, bisa jadi masih di perjalanan.

Tidak apa, Halilintar sabar menanti kedatangan Gempa.

Dan, benar saja, mobil istana Earth Kingdom sampai. Tidak lama kemudian, Gempa turun dari mobil dan langsung berlari ke arah Halilintar. Yaya hanya melirik serta mengangguk sopan sejenak pada Halilintar sebelum mesin mobil tersebut kembali menyala, lalu melaju meninggalkan mereka berdua di antara murid-murid Highschool R.O.S.E. Halilintar memfokuskan perhatiannya, Ekspresi wajah Gempa terlihat ingin marah.

"Hali, kenapa kau di luar sini?" Tanya Gempa sambil menunjuk Halilintar.

"Pagi, my Gem."

"Kau— uh, pagi." Gempa cemberut, pipinya menggembung lucu ditemani semburat rona merah. "Kau belum jawab pertanyaanku."

"Hm, memang aku kelihatannya sedang apa di luar sini? Kau pasti tahu betul alasannya." Halilintar menggenggam tangan Gempa, menyelipkan jarinya di sela-sela jari Gempa, merasakan kehangatan sang kekasih hati. Halilintar berjalan masuk, melewati gerbang depan sekolah. Dirinya menarik lembut genggaman tangan mereka guna menuntun Gempa ke arah yang Halilintar inginkan. Gempa menuruti keinginan Halilintar, dirinya sendiri tidak berniat melawan atau pun membantah.

"Menungguku?" Tebak Gempa, dia melanjutkan. "Itu terlalu nekat, Hali. Sekarang itu masa-masa paling dingin musim ini, kenapa masih saja menungguku? Bagaimana kalau aku datang lebih lama? Mau sekuat apapun dirimu, kau akan jatuh sakit. Apa kau mau membeku di luar?"

"Aku tidak mungkin jatuh sakit atau membeku semudah itu, Gempa. Kau terlalu khawatir."

"Aku khawatir karena aku sayang."

"Aku tahu." Ucap Halilintar, senyumnya mengembang.

Manik gold milik Gempa menangkap kantin sekolah di hadapan mereka. "Mengapa kau membawaku kesini, Hali?"

"Untuk apalagi kalau bukan untuk sarapan? Aku lihat-lihat juga sepertinya kau membawa kotak bekal." Halilintar menyipitkan matanya curiga nan penasaran. "Dua kotak bekal."

Gempa berkedip dua kali. Tangan kirinya menggoyang pelan tas besar yang terbuat dari kertas. "Ini?"

"Hn."

Terkekeh geli, Gempa berujar. "Tahu darimana tas ini isinya kotak bekal?"

"Dari harumnya." Halilintar mengajak Gempa duduk di salah satu kursi kosong kantin. Gempa melepas syal miliknya, menampakkan leher jenjangnya. Halilintar ikut melonggarkan jaketnya. "Setiap memasak, masakanmu pasti selalu harum, Gem. Harumnya saja enak, apalagi rasanya."

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang