Penyesalan Terbesar

641 85 6
                                    

"Maaf, Yaya. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi." Ucap Gempa berniat menenangkan teman kecilnya itu.

"Jangan meminta maaf, aku ingin menceramahimu saat ini." Yaya mendengus kasar. "Bukannya kau tahu bagaimana situasi sekarang? Situasi sangat berbahaya walaupun sudah tidak ada kejadian aneh selama dua bulan! Apalagi baru saja ada berita di TV yang memberitahukan bahwa kau berada di istana Flame Kingdom yang ternyata tadi sedang di bawah penyerangan!"

Gempa merasa bersalah. "Maaf, aku.. cuma ingin membantu mereka."

"Apa gunanya kau mengirim pengawal istana secara rahasia beberapa bulan lalu kalau kau masih saja ikut turun tangan untuk membantu?!" Sentak Yaya.

"Aku—"

"Berhenti berbicara dan cepat kembali ke istana, sekarang."

Gempa mengernyitkan keningnya. "Tidak bolehkah aku khawatir pada temanku sendiri?"

"Boleh, Gem. Boleh. Tapi kau selalu tidak mementingkan dirimu sendiri, Gem. Kau selalu mementingkan orang lain. Bagaimana aku tidak ikut khawatir karena sifat rela berkorban milikmu itu??" Nada Yaya terdengar kecewa. Kali ini berhasil membuat Gempa terdiam.

Gempa mengalihkan pandangannya pada Halilintar yang kini masih berbincang bersama Nova dan Blaze. Meski tidak tahu apa pembicaraan mereka, Gempa yakin itu tentang bagaimana cara mengatasi masalah.

Lama tidak mendapat jawaban dari seberang handphone, Yaya panik. "Gem? Gempa??"

"Aku masih di sini." Jawab Gempa.

"Baguslah. Dengar kata-kataku, oke? Kembali ke istana, Gem. Tugas satu-satunya yang diberikan padaku oleh kedua orang tua-mu sebelum mereka meninggal adalah aku harus menjagamu. Kalau sampai terjadi hal-hal tak diinginkan, apa yang harus aku lakukan, Gem? Apa kau tahu?"

".... Tidak."

"Jadi? Apa jawabanmu?" Merasakan sinar mengenai matanya entah darimana, Gempa menyipitkan mata.

"Aku akan segera pulang."

"Baik. Aku akan menjemputmu langsung."

"Iya."

BOOOM!!!

Tepat sebelum Gempa dapat menutup panggilan suara itu, sebuah ledakan besar kembali terdengar, mengguncang permukaan tanah lapangan. Gempa hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya.

"Gempa? Apa itu tadi?? Gempa?!!"

Gempa mengabaikan pertanyaan Yaya, dia segera menoleh. Dirinya baru menyadari ada tambahan orang lain di tengah-tengah kelompok penyusup. Para pengawal mengarahkan senjata mereka ke orang yang muncul begitu tiba-tiba dan menyerang seenaknya. Pengawal-pengawal istana tidak bergerak, mereka semua menunggu perintah dari Nova.

Apa ini? Musuh lagi? Gempa mengepalkan tangannya.

"Siapa kau?!" Teriak Nova, tangannya memanifestasikan Pedang Api, kobaran pedang semakin meliar.

"Siapa aku? Kau terlalu rendah untuk tahu." Jawab orang itu, suara baritonnya menandakan bahwa musuh ini berjenis kelamin laki-laki.

"Kau!!" Blaze memasang wajah marah, tidak terima Kakaknya direndahkan seperti itu.

"Menyingkir sebelum kau menyesal." Halilintar memperingati, laki-laki itu tertawa. "Aku baru datang dan kalian sudah mengancamku?"

Mata merah darah yang tidak tertutupi oleh topeng itu menajam. "Kalian akan menyesal."

Lalu laki-laki itu mengangkat salah satu tangannya, dia memfokuskan kekuatan. Merasakan bahwa firasat buruknya menjadi kenyataan, Nova memberi perintah tegas nan keras. "Serang dia!!!"

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang