07

6 1 0
                                    

REKONSILIASI: 7

─────

Aku selalu merasa takut tiap kali aku berharap lagi. Bayu bercerita padaku bahwa perempuan yang sempat dibicarakan Aji itu bukan siapa-siapa. Nah, aku tidak tahu untuk apa Bayu menjelaskan itu. Apa aku saja, ya, yang terlalu banyak berpikir?

"Bay," panggilku.

"Ya?"

"Do you do this all the time?" tanyaku, memperhatikan Berry—anjing keluarga Bayu—yang sedang ia gendong keluar dari mobilnya.

"Not necessarily tiap kali dia mandi sih... mostly my mom does this," ujarnya, membiarkan Berry berjalan. "Do you have pets, La?"

Aku menggeleng. "Not that my apartment allows me..."

"Oh, right. No dogs and cats allowed, right?"

"I should've just own some rats," candaku garing yang anehnya dibalas Bayu dengan tawa tulus.

"Kenapa gitu tikus...."

Kukedikkan bahuku. "It's just the first thing came to my mind."

Kami hari ini ke dog cafe. Bayu mengajakku karena tempo hari aku berkata padanya aku penasaran apa yang biasanya orang-orang lakukan di kafe yang menampung hewan peliharaan. Sebenarnya, aku kepo ke cat cafe. Hanya saja, Bayu tidak punya kucing sehingga ia mengajakku ke sini. Aku tidak ada masalah dengan anjing, jadi semuanya baik-baik saja.

Aku memperhatikan Bayu berbicara dengan karyawan kafe, menyerahkan Berry dan kemudian mengajakku untuk menunggu anjing lucu itu. Katanya, sembari menunggu, lebih baik memesan makanan saja dan kalau memungkinkan, bermain dengan anjing yang lain.

"I'm not sure you'd like this place. Agak berisik soalnya," ujarnya saat kami duduk di tempat yang tersisa—dekat taman. "And also panas."

Aku menggeleng. "No worries."

"My treat."

"Gak," aku menolak. "Kemarin udah elo, Bay."

"Yes but don't worry. I just got my salary today."

Aku mencibir. "Males ah."

"Gak, lo gak ngutang gue."

"Yes, of course not. But that is reciprocation," aku kukuh mempertahankan pendapatku. "And I don't like that when I have to reciprocate too much."

"Oke, oke. Gue nyerah," ia mengangkat kedua tangannya. "You win."

Aku nyengir. "But, anyhow, thanks for having me here now."

"Not a big thing," ia tersenyum.

It is a big thing, seenggaknya buat gue, Bay.

Kemudian kami memesan makanan. Karena makanan yang ada di menu termasuk ke menu umum kafe, aku memilih sandwhich dan english breakfast tea—walaupun ini hitungannya sudah sore. Bayu... aku tidak tahu ia memesan apa. Barangkali mirip: ia tidak terlalu suka kopi.

"Gue aja yang ke sana," Bayu berujar.

"Plis ya, Bay, nanti gue dikasih tahu gue harus bayar berapa."

Ia hanya tertawa saat beranjak dari duduknya. Berdecak, aku menebak ia pasti akan mengalihkan pembicaraan saat aku membahas soal split bill. Ia hobi sekali mentraktir orang, heran.

Sembari memperhatikan anjing-anjing lucu yang berada di taman bermain, aku mulai nengawang-awang sesuatu. Dulu, setelah aku diterima di perguruan tinggi impianku, aku tidak pernah berharap untuk berteman sedekat itu dengan Bayu. Ia memang teman semasa SMA-ku dulu—sekadar kenal saja. Ia si superstar: ganteng, jago basket, memberikan banyak kontribusi pada lemari piala sekolah dengan kompetisi debatnya, salah satu member band di sekolah—ia bisa apa saja. The school crush material.

RekonsiliasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang