Bab 15 : Keegoisan manusia

4 0 0
                                    

Violet berjalan semakin cepat saat pintu aula terlihat beberapa meter di depannya. Langkah cepat itu berubah menjadi lari. Tak butuh waktu lama akhirnya Violet berhasil sampai di depan aula. Matanya menatap dengan binar senang.

Tangan kanannya terulur menggapai gagang pintu, lalu menekannya ke bawah untuk membuka pintu itu. Namun pintu tetap tidak terbuka, "sialan! pintunya dikunci dari dalam."

Tak kehabisan akal, Violet menggedor pintu itu dengan kuat. Namun sialnya, setelah lama menggedor-gedor pintu tak ada tanda-tanda pintu akan terbuka. "Sebenarnya mereka udah ada di dalem belum si?! Ko ngga ada yang buka." gadis itu mendumel sebal apalagi tangannya yang terasa kebas karena lama menggedor pintu.

Tak menyerah, Violet terus menggedor pintu dengan sekuat tenaga. Instingnya mengatakan jika teman-temannya telah berada di dalam aula. Namun kenapa tak ada yang membukakan pintu untuknya. Memang sialan!

"Woyy bukaaaa!" teriak Violet dengan suara lantang. Namun tetap, tak ada tanda-tanda pintu terbuka.

"Anjirrr!" Violet memekik kaget saat ada tepukan dibahunya. Dengan refleks ia melayangkan kepalan tangannya ke belakangnya.

"Wuihhs, slow girl." ucap Rajendra dengan kekehan pelan sambil menghindar pukulan Violet. Bukan main refleks gadis cantik di depannya ini.

"Sumpah, elo bikin kaget aja!" Rajendra hanya menampilkan cengirannya  melihat ekspresi kesal di wajah Violet. Jarang sekali melihat ekspresi lain diwajah gadis itu.

Rajendra memegang gagang pintu dan berusaha membukanya. Kedua alisnya yang tebal hampir menyatu karena pintu tidak bisa dibuka. "Udah gue gedor-gedor juga. Tapi nggak ada yang bukain." Mendengar perkataan dari Violet, membuatnya mendesis sinis, lalu tak lama kemudian muncul seringai tipis dibibirnya.

"Mereka kira, kita ini zombie. "

"Kalo gitu, apa boleh buat."

Sebelum Violet merespon ucapan Rajendra, ia melotot kaget saat melihat Rajendra menendang pintu aula yang besar dengan kuat, dan

BRAAKKKK

suara dentuman keras terdengar, pintu itu akhirnya terbuka. Mulut Violet sedikit menganga, bukan main kuatnya.

"Untung pintunya nggak roboh." ucap Violet dengan suara pelan.

Semua atensi orang-orang yang ada di dalam aula kini terfokus pada Violet dan Rajendra. Keduanya mulai melangkahkan kaki memasuki ruangan tak lupa menutup pintu dan menguncinya. Violet mengernyitkan dahi saat melihat Vanya yang tengah mencekal kerah leher milik Deandra membuat Deandra tercekik. Melihat kedatangan Violet, dengan tak kuat Vanya menghempas Deandra membuat gadis itu terjengkang ke belakang begitu kuatnya.

"Awwww!" ringis Deandra kesakitan. Vanya tak menghiraukan Deandra, lalu dengan cepat berlari menghampiri Violet dan memeluknya dengan erat. "Akhirnya lo dateng juga." melepaskan pelukannya, kini wajah Vanya terlihat amat sangat lega. Seolah beban berat yang menimpa hatinya telah terangkat.

Violet tersenyum tipis, "gue di sini."

______

Setelah kembalinya Violet dan Rajendra. Kini mereka semua duduk sila dilantai dengan posisi melingkar. Violet menelisik teman-temannya yang lain, dan matanya fokus tas yang mereka pegang.

"Kita udah punya stok makanan buat beberapa hari ke depan. Dan langkah selanjutnya kita harus pergi menuju gudang sekolah yang ada di gedung tiga."

"Tapi kenapa kita nggak langsung ke gerbang utama aja Vi?" tanya Akbar yang merasa bingung setelah mendengar rencana Violet, dan di angguki yang lainya. Karena pertanyaan yang dari Akbar mewakili mereka.

Violet menyugar rambutnya ke belakang, lalu meletakkan kedua tangannya ke belakang tubuhnya guna menumpu tubuhnya yang kini terasa pegal-pegal. Dengan suara yang tegas, Violet menjelaskan, "Karena pasti banyak siswa-siswi yang melarikan diri lewat gerbang utama, dan di sana pasti tempat yang paling diincar zombie untuk mencari mangsa. Besar kemungkinan banyak dari mereka yang berubah menjadi zombie."

"Jadi, gerbang belakang adalah jalan keluar yang paling aman dari gerbang utama." Violet selesai menjelaskan, membuat yang lainnya mengangguk kepala. Tak bisa disembunyikan, binar harapan dimana mereka kini terlihat begitu kentara. Ada harapan untuk selamat dari kiamat zombie ini  ada harapan untuk tetap bertahan hidup dari krisis bencana ini.

______

Abimanyu berlari dengan sekuat tenaga untuk menghindari tiga zombie yang kini tengah mengejarnya. Peluh membasahi tubuhnya. Seperti tak merasakan lelah, lelaki itu terus berpacu dengan waktu. Sesekali ia menengok ke belakang untuk melihat zombie itu. Namun sialnya jarak antara dirinya dengan zombie semakin terkikis. Entah lari zombie yang semakin kencang atau larinya yang justru semakin melambat. Yang jelas, energi di tubuhnya semakin berkurang membuat kedua kakinya seolah berat untuk di ajak berlari.

"Sialan!" ketiga zombie itu berhasil menyusul Abimanyu, membuat langkahnya terhenti dan dengan sigap memasang senjata untuk menyerang. Melihat mangsa mereka yang kini tidak bisa melarikan diri lagi, geraman terdengar dari ketiga zombie itu seolah tengah merasakan bahagia melihat mangsanya yang tidak lari-larian lagi.

Abimanyu mengangkat goloknya tinggi-tinggi, lalu dengan kejam mengayunkan pada salah satu zombie yang paling dekat dengannya.

Buk

Golok itu tepat mengenai leher zombie dan membuat kepala zombie itu terlepas dari tubuhnya. Seketika darah hitam mengucur keluar dari pangkal leher zombie itu.

GRRRRRHHHH

Menggeram marah, kedua zombie itu dengan cepat menyerang Abimanyu. Dengan kalap, ia mengayunkan goloknya dengan cepat, menyabet tubuh kedua zombie itu. Tak ingin membuang waktu lama, goloknya ia layangkan tepat mengenai zombie yang satunya dan kepala zombie itu langsung terlepas dari tubuhnya diikuti tubuh zombie yang roboh ke lantai.

Mata tajam Abimanyu kini tengah fokus pada satu zombie yang berada di depannya.

Tinggal satu lagi, lo harus cepat Bi! Batin cowok itu berusaha menguatkan diri. Apalagi tubuhnya yang kini terasa semakin lemas. Tak membuang waktu lama, ia langsung mengarahkan goloknya untuk menebas leher zombie.

"Akhirnya..." rasa lega membuncah dihatinya karena berhasil membunuh ketiga zombie itu, namun tetap tak mengurangi kewaspadaannya terhadap sekitar. Setelah memindai sekelilingnya dan dirasa cukup aman. Abimanyu bergegas pergi nenuju koperasi sekolah untuk mengambil makanan. Setidaknya ia harus mempunyai stok makanan yang cukup untuk beberapa hari kedepannya.

Abimanyu memilih koperasi karena jaraknya yang lebih dekat dari posisinya berada daripada kantin. Apalagi kini tubuhnya semakin terasa lelah. Dirinya juga tengah kelaparan. Tak buang-buang waktu, lelaki itu langsung melangkahkan kakinya menuju koperasi.

Namun lelaki itu tak menyadari jika sedari tadi ada tatapan tajam yang menghunus punggungnya.

"Gue bakal bunuh lo!"

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hold On Till the End!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang