Bab 10 : Memilih Kapten

5 1 2
                                    

Violet dan Vanya telah sampai di ruang kelas X tempat persembunyian mereka sementara. Peluh membasahi seluruh tubuh keduanya, nafas ngos-ngosan masih terlihat jelas menunjukkan jika keduanya telah mengerahkan seluruh tenaga untuk berlari menghindari kejaran zombie.

Semua atensi terfokus pada kedua gadis itu yang tengah menetralkan napasnya agar tidak ngos-ngosan. Violet meletakkan kedua tangannya ke lutut sambil melirik ke arah Vanya yang sedang menepuk-nepuk dadanya pelan, badan gadis itu bahkan gemetaran. Mungkin efek masih syok saat melihat langsung temannya dimakan oleh zombie dalam sekejap di depan matanya tanpa perlawanan.

Violet menegakkan tubuhnya sambil menghembuskan nafas dengan kasar. Lalu merangkul bahu Vanya kemudian memapahnya mendekati Zevan dan yang lainnya.

"Lo ada yang luka?" tanya Zevan langsung saat melihat Violet menghampirinya dengan sorot mata tak bisa diartikan. Namun tak ada respon darinya, membuat Zevan merasa tak nyaman.

Entah kenapa tatapan Violet itu berbeda dari biasanya.

"Hm. Gue baik." jawab Violet seadanya lalu melangkah menuju kursi di dekat tembok dan mendudukkan Vanya ke kursi itu. Violet pun ikut duduk di samping Vanya lalu mengelus rambut Vanya dengan pelan saat sahabatnya itu menyenderkan kepala ditubuhnya. Vanya mungkin, masih syok.

"Zev?" panggil Deandra sambil mencekal lengan Zevan saat cowok itu ingin menghampiri Violet. Zevan hanya menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'ada apa?'

"Mmm, itu anu..ak__"

Braakkkk

"ARGHHHH MAMA!!!" jeritan kencang meredam suara Deandra. Membuat gadis itu memajukan bibirnya karena kesal. Matanya menatap nyalang si pemilik suara yang kini tengah bersandar sambil memegang dadanya yang berdetak cepat seirama dengan pernapasannya yang tampak ngos-ngosan.

Abdul berlari kencang menuju kumpulan teman-temannya itu yang tengah menatapnya penuh tanda tanya. "Gawat ges, gawatt!!" ucap Abdul dengan paniknya sambil melangkah ke kanan-kiri, bolak-balik seperti setrikaan saja.

"Gawat apaan si nyet!"

"Jangan buat kita tambah panik dong!"

"Yang bener kalo mau kasih informasi tuh!"

Yang lainnya mencibir Abdul yang beberapa menit setelah mengucapkan kata 'gawat' tidak meneruskan perkataannya. Malah sibuk mondar-mandir sambil menggigit ujung jari telunjuknya sambil terus bergumam kata 'gawat'

"Sialan!" desis Vanya kesal kemudian berdiri dari duduknya dan menghampiri Abdul seolah melupakan kejadian beberapa waktu lalu yang membuatnya begitu syok seolah akan hilang akal. Vanya menyugar rambut sebahunya ke belakang, lalu__

Dukkk

"Awww! Apansi Nya!" teriak Abdul tidak terima karena dengan tiba-tiba Vanya menendang bokongnya keras hingga membuat Abdul terjerembab ke depan. "Gue salah apa?!"

Vanya mendesis sinis, "Lo masih tanya salah lo apa?!" gadis itu menggertakan gigi sambil menatap nyalang Abdul, "salah lo karena buat gue penasaran setengah mampus sama kata-kata lo itu!"

Sungguh Vanya paling benci dan anti pada manusia yang seperti Abdul. Mengucapkan kata yang tidak dilanjutkan dan malah membuat penasaran orang lain. Just information saja, kesabaran seorang Vanya hanya setipis selembar kertas HVS. Kecuali untuk Violet, dirinya bisa menjadi manusia paling sabar sejagad raya jika berurusan dengan sahabat 'tercintanya' itu.

Violet menarik lengan Vanya mundur lali merangkul bahu sahabatnya agar tidak meledak dan menghajar Abdul. Bisa gawat.

"Lo kalo mau ngomong ya ngomong. Jangan ngucapin kalimat setengah-setengah yang malah buat orang lain penasaran." ucap Violet datar dengan wajah lempeng menatap Abdul.

Hold On Till the End!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang