Pindah ke SMA Citra Buana di Jakarta, membuat Garin cemas karena tidak pandai beradaptasi di lingkungan yang berbeda. Apalagi, ia adalah sosok gadis yang introvert dan tidak percaya diri. Sampai saat hari pertama masuk, Garin mengenal Shena dan Ghea...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
" Nah, tema debat di final nanti adalah tentang global warming. Kalian harus pintar cari materi dan contoh-contoh artikel yang reliable dan nggak mainstream, pokoknya sumbernya harus jelas. Jadi, kalian enggak akan diremehin sama lawan. Kedua, kalian boleh aja optimis tapi jangan berlebihan. Tetap bersikap santai, enggak perlu buru-buru menyanggah pendapat lawan."
Kak Agreya menampilkan slide powerpoint melalui layar infocus yang terpasang di ruang lab bahasa, selagi aku dan Sean mencatat serta menandai buku dengan post-it.
"Thanks Kak, buat tipsnya. Jujur, aku juga lumayan bingung karena topik ini universal dan khawatir bakal berulang-ulang terus ngomongnya."
"Rin, aku yakin kamu bisa. Udah, anggap aja kamu kayak lagi presentasi biasa. Just take a deep breath and let go of all your concerns, okay?" Kak Agreya tersenyum dan mengusap bahuku dengan lembut.
Apa benar, ini Kak Agreya yang diceritain Shena suka membully adik kelas? Tapi, sikapnya baik banget sama gue dan Sean.
"Siap Kak. Oh ya, nanti waktu final sekolah kita bakal jadi tuan rumah ya?" tanyaku seraya menyelesaikan catatan.
Kak Agreya lantas duduk di sebelahku dan lagi-lagi dia terus memberikan semangat.
"Betul, jadi nanti kepala sekolah, dewan guru sama ketua yayasan bakal nonton final debate competition. Tapi anggap aja mereka itu orangtua kamu Rin, supaya kamu enggak gugup."
"Duh kak, kayaknya aku malah bakal mules kalau gitu. Kalau kita kalah, gimana? Malu-maluin, dong..."
Aku menggigit bibir membayangkan betapa besar ekspetasi orang-orang agar perwakilan SMA Citra Buana bisa menang saat menjadi tuan rumah untuk final debate competition.
Kak Agreya menghela napas panjang, lalu menggenggam tanganku. "Aku udah pernah ngalamin, Rin. Memang rasanya memalukan, tapi setelah dipikir lagi yang namanya kalah itu biasa. Jadi, aku mencoba buat merelakan. Kamu juga harus bisa, Rin."
"Oke kak, bakal aku coba." Aku berusaha optimis, mencoba menyingkirkan pikiran negatif yang terus membuatku resah.
Sean yang sudah selesai mencatat, pun ikut menambahkan seraya mengacak rambutku dengan iseng.
"Gitu dong, Rin. Gue senang, lo udah ada kemajuan. Pasti, nanti lo bakal lebih lancar lagi kalau udah ikut MUN. Terus, nambah banyak teman juga dari luar negeri. Mantap, kan? Mana tahu, lo dapat pacar bule? Haha."
Aku berdecak dan mencubit lengan Sean dengan bercanda. "Sean nih, pacaran mulu yang diomongin sama aja kayak Shena. Belajar dulu Sean, pacarannya nanti aja kalau udah kuliah."