Luka

26 6 2
                                    

Pada cerita yang belum usai, aku harap lukamu tak beri luka baru pada dia yang tak tau apa-apa.

_______••_______

Pada luka yang sudah lama ada, harusnya rasa sakitnya tak seperih kala luka itu baru tercipta. Harusnya, luka itu tak akan jadi sekat pembatas pada bahagia-bahagia baru yang menunggu di depan mata.

Tapi, ternyata tidak segampang memejamkan mata. Luka tetaplah luka, yang harusnya diberi obat lebih dulu, yang harusnya temui sembuh lebih dulu. Bukan malah didiamkan dan tunggu waktu untuk membusuk.

Janus kira, dia bisa sembuh tanpa perlu obat apa-apa. Janus kira, tak masalah jika membiarkan luka itu menganga begitu saja.

Ia kira, tak masalah untuk memulai hidup baru tanpa peduli pada sekat-sekat tak kasat mata yang sering mengganggu. Ia kira, tak masalah untuk menjadi pribadi baru meski bayangan masa lalu masih senantiasa mengganggu.

Tapi, ternyata tidak. Kehilangan sosok ayah ibu masih saja menjadi mimpi buruk dalam hidup laki-laki itu.

Dia tak bisa, untuk berpura-pura sembuh padahal masih kesakitan. Dia tak bisa, untuk berpura-pura sudah lupa padahal ingatan itu tersemat dalam laci kepala. Dia tak bisa, untuk berpura-pura bisa memulai ketika jeratnya masih saja belum lepas.

Setelah mendengar jika Lana, gadis yang ia suka ternyata mencintainya, ia justru tak bisa lakukan apa-apa.

Lidahnya kelu, hingga pilih untuk hanya tunjukkan senyum simpul. Dia bahkan tak beri tanggapan apa-apa, dan justru mengajak Lana untuk pulang tanpa beri kepastian apa-apa.

Karena ternyata, ketakutannya masih sebesar itu.

Bagi seorang Janus, memulai sebuah hubungan adalah hal yang paling membuat laki-laki itu merasa takut. Bukan karena mati rasa, tapi karena ia takut jadi pribadi yang tak bertanggung jawab.

Ia takut, apa yang dikatakan oleh pepatah adalah benar. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Bagaimana jika ia jadi orang yang tak bertanggung jawab pada perasaannya? Terlebih pada perasaan milik gadis yang ia suka?

Janus terlalu takut untuk memulai dan keluar pada zona yang membuatnya senyaman sekarang.

Janus hanya mau seperti ini. Ia mau hubungannya dan Lana akan selalu seperti ini. Bercanda semaunya, saling menggoda, saling percaya. Ia mau hubungannya tidak berubah hanya karena sebuah ikatan yang tak Janus yakini bisa memegangnya erat-erat.

"Janus sayang ..."

Panggilan lirih dari sang bunda itu, buat Janus tolehkan kepala. Dari posisinya, ia bisa melihat bagaimana bundanya berjalan pelan untuk menghampiri kegamangannya yang tak temui jalan keluar.

Janus bisa melihat bagaimana sang bunda duduk di ayunan di seberangnya. Ayunan yang juga jadi saksi pertemuan pertama keduanya.

"Lagi ada yang dipikirin ya?"

Tak mengelak, Janus mengangguk begitu saja.

"Boleh Bunda tau apa yang lagi dipikirin sama anak ganteng bunda ini?"

Tak ada jawaban. Janus tak lagi menatap pada mata teduh sang bunda. Dia pilih bawa kepalanya untuk menatap pada bulan yang bentuk lingkarnya tak sempurna.

Lalu lirihnya keluar begitu saja, "Ayah sama ibu."

"Kangen sama ayah ibu?"

Janus menggeleng, "Takut, Bunda."

"Boleh bunda tau, takut kenapa?"

"Gimana ... kalau Janus jadi orang kayak ayah sama ibu."

Hangat; tangan yang tak lebih besar dari milik Janus itu merangkak lembut untuk menyelimuti tangan besar Janus yang dingin.

Bagi seorang ibu, menatap seorang anak yang kepayahan dengan masalah dunia adalah hal tersulit bagi mereka. Begitu pula bagi Bunda Agata.

Meski Janus bukanlah anak kandung, hati wanita paruh baya itu akan tetap terluka ketika lihat mata sendu sang anak yang tampak kalut dan menyerah.

"Janus takut jadi orang yang lari dari tanggungjawab, Bunda. Janus takut, Janus terlalu takut untuk bertanggung jawab pada apa yang seharusnya."

Lalu sang bunda menepuk-nepuk pelan punggung tangan anaknya yang sudah mulai dewasa.

"Janus tidak akan jadi seperti itu, sayang. Janus sudah membuktikannya setiap hari pada bunda. Bagaimana Janus selalu bertanggung jawab pada pilihan yang anak bunda ini pilih. Apa pernah kamu lari selama ini?"

Tak ada jawaban.

"Anak bunda ini nggak pernah lari dan kabur dari tanggung jawabanya sampai sekarang ini," lanjut bunda Agata memberi jawaban.

"Janus tau nggak, kenapa bunda selalu merasa bangga pada anak bunda ini?"

Janus menggeleng sebagai jawaban.

"Karena Janus udah jadi orang baik."

"Baik?" Kini, mata Janus tak lagi menatap pada sang bulan. Matanya fokus pada tatapan teduh yang bundanya berikan.

"Iya. Anak bunda ini udah berhasil jadi anak yang baik. Bukan hanya sebagai seorang anak, tapi sebagai manusia."

"Kamu yang selalu mendahulukan orang lain. Kamu yang selalu bertanggungjawab pada setiap hal yang sudah kamu pilih. Kamu yang selalu bersikap baik pada siapapun. Anak bunda ini, selalu mementingkan orang lain di atas kepentingannya sendiri."

"Jadi, sekarang boleh kalau bunda minta agar Janus mementingkan dirinya terlebih dahulu? Boleh, nak?"

Sekali lagi, tak ada jawaban. Entah itu gelengan atau anggukan. Janus tak beri jawaban apa-apa. Dan, bisa apa sang bunda selain hanya tersenyum maklum?

"Menjadi dewasa memang tidak pernah mudah, nak. Tapi, bunda yakin, anak bunda ini bisa melewati semua ujian dari-Nya."

Lalu bunda Agata berdiri, menepuk pelan pundak anaknya itu dan berjalan masuk kembali ke dalam panti.

Biarkan Janus tenggelam pada isi kepalanya sendiri. Biarkan Janus jelajahi sendiri jawaban yang sedang lelaki itu cari-cari.

________  _______

Surat pendek untuk diriku dan kalian:

Happy early newww yearrrrr, yeayyyy. Apakah tahun 2022 sudah berjalan sesuai harapmu? Jika sudah aku akan mengucapkan selamat. Dan jika belum aku juga akan mengucapkan selamat. Selamat, karena apapun yang sudah sudah kamu lewati di tahun 2022 ini, kamu sudah melewatinya dengan sangat baik. Buktinya, kamu sudah sampai di penghujung tahun 2022 ini. Untuk apapun yang patah di tahun ini, aku harap kamu mau memaafkan dirimu. Aku mau kamu bisa selalu mendekap diri sendiri untuk beri kekuatan pada setiap kalah, lelah juga kata ingin menyerah yang sudah singgah. Semoga di tahun 2023 nanti, jalanmu lebih mudah. Jika pun tidak, kuharap pundakmu makin kuat. Mari bahagia, untuk hal-hal kecil yang seringnya tak kita pandang dengan mata.

Langit Bercerita (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang