"Dewa, tutup mulutmu rapat-rapat selama kita mengendap, oke?" titah Rea menempelkan telunjuknya di depan lisannya. Dewanto mengangguk patuh dengan arem-arem di mulutnya. Rea membungkamnya dengan itu saat mereka tak sengaja bertemu di kantin tadi.
Ini sudah jam pulang sekolah. Seharusnya, mereka bersegera menuju kelas Kejar Matahari untuk menjalani hukuman mereka. Tapi setelah dipaksa mengerjakan soal selama 2 hari kemarin, Rea hari itu berencana untuk kabur dengan segala strategi yang sudah ia pikirkan seharian. Rea tahu jalanan yang sepi di sekolah. Sehingga ia bisa kabur lewat gerbang belakang.
Namun, dalam perjalanan mereka kabur itu, mereka bertabrakan dengan Wirya yang baru saja naik tangga. Wirya nampak mengernyit kebingungan sementara Rea mengusap kepalanya yang sedikit pening. Wirya pasti punya otot yang sangat kencang. Sekadar menabraknya saja membuat korbannya kesakitan. Rasanya seperti menabrak tembok.
Sementara Rea masih kesakitan itu, Dewanto sibuk mengunyah arem-arem yang diberikan Rea untuknya. Wirya nampak bingung melihat Rea dan Dewanto yang dalam posisi mengendap itu. "Ngapain kalian?"
Rea langsung membungkam mulut Wirya dengan kedua tangannya. Tangan kanan yang tadinya dibuat menggenggam pergelangan tangan Dewanto itu dilepas dan ia melompat untuk menutup mulut Wirya yang sangat lebih tinggi darinya. Ketika Wirya sudah tidak kebingungan lagi, Rea mulai menegur, "Diam Wirya! Kamu mau kabur dari Kejar Matahari enggak?"
"Enggak begitu peduli sih," jawab Wirya abai dengan polosnya.
"Ya ampun!" Rea memperdalam kerutan keningnya. "Kejar Matahari itu hanya menghambat pergerakan sehari-hari kita tahu! Iya, kan Dewa?"-senggol Dewa.
Dewanto yang awalnya sibuk makan itu menoleh kaget. Lalu mengangguk kencang dan yakin. Padahal tidak dengar Rea bilang apa tadi.
"Memangnya kalian kalau pulang sekolah ada apa?" tanya Wirya kebingungan.
Rea menunjuk dirinya sendiri. "Aku ada kerja sambilan jam enam nanti! Dewa harus observasi pesawat tiap sore untuk desain pesawatnya!"
Wirya mengangguk paham sembari berpikir panjang. "Aku juga ada latihan jam enam sore."
"Nah! Pas! Berarti ayo kita kabur!" seru Rea berbisik senang. Namun, begitu Rea selesai berbicara, Wirya nampak terkejut dengan sesuatu di belakang Rea. Begitu pula Dewanto yang berhenti mengunyah bersama mata yang menatap sesuatu di belakang Rea. Rea jadi menoleh kebingungan melihat perilaku dua laki-laki yang baru saja jadi temannya kemarin.
Maka Rea ikut menoleh ke belakang, tapi yang ia lihat ada Pak Mukidi tengah tersenyum manis?
"Halo anak-anak, pada mau kabur ke mana? Bapak ikut dong."
Rea lupa kalau Pak Mukidi punya ilmu teleportasi seperti Bo-kun Kuma dari anime one piece.
---
"Satu domba .... ADA KAMBING DI SANA WOY! HAAAAAAK!"
Wirya mengigau lagi dalam tidurnya.
Padahal baru berteman kemarin, tapi Dewanto dan Rea yang sedang bermain uno berdua itu sudah tidak heran lagi dengan tingkah laku Wirya. Sebenarnya Rea ingin sekali memukuli Wirya, tapi ia takut dibanting sampai tulang belakangnya patah, jadi Rea memilih untuk mengamuk saja selama Wirya tidur. Toh telinga lelaki itu tuli selama ia tidur.
Di tengah kekacauan kecil itu, pintu kelas akhirnya terbuka kembali. Dewanto dan Rea segera menoleh ke arah pintu. Mendapati adanya cowok imut yang berdiri kaku di depan pintu. Di belakangnya ada perempuan yang sedikit lebih tinggi darinya juga mengintip penasaran.
Cowok imut itu punya potongan rambut culun dengan poni lurus menutupi keningnya. Tubuhnya kecil dan ramping. Kalau disandingkan dengan Dewanto saja kalah, apalagi berdiri di samping Wirya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kejar Matahari
Teen FictionBayangkan nilaimu jelek, lalu sekolah malah menghukummu dengan menjebloskanmu ke dalam sebuah kelompok belajar yang dipersiapkan untuk mengikuti olimpiade?! GIMANA DONG?! ORANG NILAI JELEK GINI KOK MALAH DISURUH IKUT OLIMPIADE, SIH?!