Bab 4 ; Setitik Cahaya Kejar Matahari

6 1 1
                                    


"Selamat siang teman-teman!"

Pintu kelas Kejar Matahari siang itu tergeser keras oleh tangan Daniyal. Kelima orang yang telah menunggu kehadirannya itu menoleh semangat begitu mendengar suara yang familiar. Sesuai dengan janji Daniyal waktu itu; siang ini adalah hari pertama mereka akan makan siang dengan masakan Daniyal.

"Masih hangat ini! Aku masak di dapur tadi!" seru Daniyal bahagia.

"Enggak masak di kantin Dan?" tanya Galen penasaran.

"Kalau masak di kantin, nanti banyak yang mau, oke? Kalau iya sebenarnya aku memang mau buka kedai saja di sekolah, tapi proposal Bapakku diabaikan sama sekolah dari tiga bulan yang lalu. CHUAAAKKKSSS...." Daniyal mengendikkan bahunya berulang kali sembari menyajikan hasil masakannya di atas meja.

"Selamat menikmati semuanya." Daniyal membungkuk sopan layaknya seorang pelayan profesional dari restoran mewah. Sebelum akhirnya berjalan menuju kursinya sendiri; di depan Wirya yang mengerjap kagum menatap masakan Daniyal. Yang lain pun begitu, mereka tidak menyangka masakan Daniyal akan berpenampilan dan beraroma seenak itu.

"Boleh dimakan nggak sih ini?" tanya Dewanto tidak percaya.

"Kalo nggak habis kalian aku bunuh, ah—tentu saja kecuali Arwa sama Rea cantik—"

"MET MAKAN!" potong Dewanto berseru segera menyerbu masakan Daniyal. Sementara Daniyal yang omongannya baru saja dipotong itu terdiam malas.

Sialan, batinnya.

Tapi ya sudahlah, yang lain juga akan ikut makan kalau Dewanto mengawalinya. Daniyal menarik kursinya dengan senyum jenaka mengawasi teman-temannya sedikit bertengkar untuk mengambil jatah masakannya.

Daniyal; yang juga lapar pun mengambil hasil masakannya itu setelah semua temannya sudah selesai mengambil jatah masing-masing. Hatinya menghangat melihat lahapnya teman-temannya makan. Apalagi Dewanto dan Galen itu. Mereka tak ada hentinya menyuap.

Rea dan Arwa nampak senang meskipun makan dengan tenang. Sementara Wirya sudah habis saja. Daniyal sempat terkejut, tapi melihat pipi Wirya yang penuh; sepertinya Wirya tipe orang yang makan dengan cara memenuhi pipinya seperti hamster.

"Oi. Masterchef," panggil Wirya ketika kunyahannya sudah ditelan sempurna.

Daniyal menaikkan salah satu alisnya. Masterchef?

"Hah?"

"Kamu habis ini daftar kuliah masak kah?" tanya Wirya gamblang.

"Enggak sih. Mahal biayanya soalnya. Enggak enak mau minta Bapak." Daniyal menggeleng santai. Matanya kembali fokus pada makananya menyadari kalau yang mengajaknya mengobrol sekarang adalah Wirya; teman duelnya.

"Gitu kah?" Wirya mengernyit tipis-meskipun keningnya sudah mengerut dalam selalu.

"Padahal ini enak banget loh."—ini pasti tentang masakan Daniyal. Toh, kerlingan Wirya menujuk ke arah tepak kosongnya.

Daniyal; meskipun tidak menatap Wirya sama sekali, tapi ia tetap terhenyak-karena ia paham. Pun jadi berhenti menyendok nasi dan matanya membulat kaget. Daniyal mendeguk kaget. Perlahan senyum mulai terbentuk di wajahnya meski ia masih menunduk menatap piringnya.

"Aku setuju Dan!"

Daniyal akhirnya mendongak juga. Ia menatap Dewanto yang pipinya juga menggembung dan bicara tidak jelas. Tapi ia tahu, Dewanto pasti berkata; "Ini enak banget! Kamu harus ikut masterchef!"

"Menurut saya juga sia-sia kalau kamu tidak memanfaatkan bakatmu yang satu ini dengan baik loh, Daniyal," sahut Arwa dengan senyum manisnya. Rea juga menoleh ke arahnya dan mengangkat jempol tinggi untuknya.

Kejar MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang