"Bu Siti, tadi saya sama Wirya tidak sedang berkelahi Bu."
Daniyal dan Wirya kini sedang menghadap Bu Siti sementara yang lain diam di kursi mereka masing-masing. Bu Siti bersedekap tidak suka di hadapan dua bocah yang rambutnya masih berantakan itu. "Kalian mau ngeles apalagi? Orang tadi jelas-jelas bertengkar begitu kalian!"
"Bukan bertengkar Bu," jelas Daniyal sekali lagi.
"Iya Bu. Ini namanya-pertandingan Bu," imbuh Wirya mencoba menjelaskan dengan kata-kata yang muncul di kepalanya.
"Pertandingan apanya?! Kalian ini pasti baru kenalan, kan? Bisa-bisanya baru kenal langsung bertengkar."
"Bu, Daniyal bisa taekwondo dan saya merasa tertantang Bu, bukan berarti saya merasa tersaingi. Tapi saya menguji kekuatan saya juga-" Wirya mulai buka suara untuk menjelaskan.
"Iya Bu. Saya juga merasa tertantang saat mendengar kalau Wirya bisa pencak silat. Jarang-jarang saya bertemu dengan orang yang pencak silat Bu. Jadi saya ingin merasakan pertarungan dengannya."
"Dan itu seratus persen murni tanpa ada rasa benci atau amarah Bu," bela Wirya.
"Iya Bu, enggak luka-luka nih." Daniyal menunjukkan lengan dan wajahnya.
"Kalau kalian enggak dihentikan Ibu yakin tak lama lagi kalian mulai tersulut emosinya dan mulai bertanding pakai perasaan," ujar Bu Siti khawatir.
"Itu pertandingan sportif selama lima belas menit kok Bu." Daniyal mengendik abai.
"Iya tapi kalau ada yang kalah di antara kalian pasti ada yang meminta untuk bertanding ulang suatu hari nanti, kan?" tanya Bu Siti yakin.
Begitu Bu Siti bertanya seperti itu, keduanya bungkam tak menjawab. Kedua mata mereka melirik pada satu sama lain dengan polosnya. Itu membuat Bu Siti mengusap wajahnya lelah. "Ya sudah, duduk sana di kursi."
Daniyal dan Wirya akhirnya pergi ke tempat mereka masing-masing dengan patuh. Rea melirik ke arah Daniyal dan Wirya yang melirik satu sama lain sampai duduk dengan tenang di tempat. Rea tahu saja kalau ada kemungkinan pulang nanti mereka akan bertanding lagi.
"Selama sekolah mencari guru untuk mendampingi kalian, Ibu akan mendampingi kalian, oke anak-anak?" jelas Bu Siti ketika beliau sudah berdiri di depan.
"Bu, kalau belum siap bagaimana kalau kita bubarkan saja Kejar Mataharinya?" tanya Rea mengernyit kebingungan. Setelah Rea bertanya seperti itu, Dewa mengulurkan tangannya dan Rea menerimanya sebagai jabat tangan.
Sepertinya mereka punya pikiran yang sama.
"Enggak gitu dong Rea." Bu Siti menghela lelah.
"Jadi, sebenarnya kita di sini harus bagaimana Bu?" tanya Daniyal kembali buka suara.
"Karena hari ini kita ketambahan tiga orang-udah pada kenalan?" Bu Siti menahan penjelasannya untuk mendapatkan jawaban anggukan dari enam anak di depannya. Bu Siti mengangguk puas dan melanjutkan penjelasannya. "Biar Ibu jelaskan lagi. Kalian adalah Kelompok Belajar Matahari yang disiapkan untuk mengikuti olimpiade."
Reaksinya masih sama.
Dewanto menutup mulutnya menahan muntah. Rea menatap buku di depannya dengan tatapan kosong. Wirya menghadap jendela dengan ekspresi tidak terbaca.
Tiga orang baru yang direkomendasikan Pak Mukidi, dimulai dari Galen hanya bisa tersenyum pasrah. Arwa mengernyit kebingungan. Daniyal setengah menganga.
"Arwa sama Galen kalian habis konsultasi sama Pak Mukidi, di suruh ke sini ya?" tanya Bu Siti perhatian.
Arwa dan Galen mengangguk bersamaan. Namun Arwa menyahut, "Tapi Bu, saya tidak menyangka kalau akan diikutikan olimpiade. Bagaimana mau memenangkan olimpiade kalau nilai kami sekarang saja seperti ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kejar Matahari
Teen FictionBayangkan nilaimu jelek, lalu sekolah malah menghukummu dengan menjebloskanmu ke dalam sebuah kelompok belajar yang dipersiapkan untuk mengikuti olimpiade?! GIMANA DONG?! ORANG NILAI JELEK GINI KOK MALAH DISURUH IKUT OLIMPIADE, SIH?!