4. Cacian

23 4 0
                                    

"Kecantikan wanita tak terletak dari wajah nya. Cantik sejati seorang wanita, terletak pada hati nya."

-

Cowok berperawakan tinggi kini sedang menyesap kopi di balkon kamar nya, menikmati udara sejuk pagi hari menerpa wajah nya. Sesekali ia memejamkan mata, menikmati ketenangan yang hanya sesaat.

"Ken."

Kenzy, cowok itu membuka mata nya ketika ada yang memanggil nama nya. Ia langsung menoleh ke belakang.

"Masih pagi, geus nginum kopi."
(Masih pagi, sudah minum kopi.)

Kenzy tersenyum menanggapi. Bik Ningsih, orang yang bertahun-tahun lama nya sangat berjasa untuk keluarga nya, untuk diri nya, dan adik nya. Seseorang yang juga Kenzy anggap seperti ibu nya.

Bik Ningsih tadi sudah mengetuk pintu kamar cowok itu. Tapi pemilik kamar ternyata sedang di balkon dan tak mendengar ketukan pintu. Kenzy pun mengizinkan Bik Ningsih untuk langsung masuk saja, karena ini bukan terjadi hanya sekali dua kali.

"Teu kuliah?"
(Nggak kuliah?)

"Kelas siang Bik," jawab Kenzy.

Bik Ningsih yang tak terlalu mengerti dengan perkuliahan mengangguk saja.

Kenzy Artharendra Adhitamana, adalah abang kandung Zaina. Berperawakan tinggi, dan sangat tampan. Sosok nya yang dingin dan tak mudah berinteraksi dengan cewek kecuali keluarga, dan ada hal mendesak, membuatnya di idam-idamkan sejak ia masih sekolah. Umur nya kini 19 tahun, melanjutkan perguruan tinggi di Universitas terbaik di Bandung. Ia juga sosok yang humor, penuh kasih sayang, peduli, saat ia berada di rumah dan untuk keluarga nya, namun kini tergantikan dengan sosok nya seperti saat ia di luar rumah.

"Ken, kangen Bunda nggak?"

"Kangen."

"Sayang juga?"

Kenzy mengernyit heran, banyak anak laki-laki yang bahkan cinta pertama nya adalah Ibu nya. Tentu saja Kenzy sayang Bunda nya. Namun ia tetap mengangguk dengan pertanyaan Bik Ningsih.

"Terus naha nyieun Bunda mu sedih?"
(Terus kenapa membuat Bunda mu sedih?)

"Maksudnya Bik?"

"Adik mu dititipi kepadamu Ken. Untuk di jaga, dilindungi. Itu pesan Bunda kamu. Kenapa kamu nggak melakukan itu, Ken?"

Kenzy bergeming.

"Sekarang mungkin cukup untuk dikatakan terlambat. Adik kamu sudah terlanjur hancur mental nya. Fisik nya sudah lemah karena kekerasan. Dan kamu nggak lindungi dia sedikit pun. Kenapa?" Dengan suara bergetar, Bik Ningsih susah payah mengatakan hal yang membuat hati nya sesak.

"Maaf." Kenzy tertunduk sambil menghela napas berat.

"Bibik mau jawaban Ken, bukan permintaan maaf."

"Maaf, Ken nggak bisa lindungi dia Bik."

Jujur, Bik Ningsih kecewa dengan anak majikannya ini yang juga sudah ia anggap seperti anak nya.

"Kamu percaya dengan omongan mereka? Dengan tuduhan mereka? Dan kamu setuju dengan panggilan yang mereka buat ke adik kamu, yaitu sebagai pembunuh dan pembawa sial? Kamu percaya? Saya, yang bukan bagian keluarga kandung kalian pun nggak percaya Ken. Saya melihat kejujuran di mata Zaina, saya percaya bahkan saat pertama kali dia mengatakan bukan dia pelaku nya. Dia masih memegang teguh ajaran Bunda nya Ken, untuk mengaku sebesar apapun kesalahan yang ia perbuat, ia lebih baik dapat hukuman di dunia daripada berbohong dan mendapat hukuman di akhirat. Dia yang paling patuh dengan ajaran baik Bunda nya, sampai ia tumbuh menjadi anak dengan hati yang bersih dan tulus seperti Bunda nya. Apa sekarang kamu juga lupa dengan ajaran-ajaran baik Bunda kamu, Ken?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WAKTU FAJAR & USAI [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang