aska-7

19 2 0
                                    


"Jangan-jangan lo anemia!" Aska meringis ketika tangannya di cubit oleh Tata yang  sedang tertidur lemah di ranjang.

"Aduh-duh, Ta, tangan gue." Dokter itu hanya menggelengkan kepalanya, mereka selalu saja begini kadang bertengkar hebat kadang saling bercanda tapi sedikit berlebihan.

"Lo kira gue kekurangan darah, hah?" Aska tersenyum lebar, Tata ingin sekali membungkam senyum itu. Sangat memuakkan jika di lihat  sekarang.

"Gue salah ngomong? Lo engga anemiakan? Gitu kan, apa salah?" tanya Aska sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Lo salah, tolol."

"Gue engga anemia, lo mungkin yang aneh."

Tata merubah posisinya menjadi bersandar, tangannya menepuk keras tangan Aska yang ingin membantunya. "Apaan sih sana, engga usah pegang-pegang. Engga level."

"Anjir lo, Ta. Lo harusnya terima kasih sama gue sekarang."

"Itu karena lo, ya, gue kayak gini." Mata Tata melotot menatap Aska.

"Sana balik." Tata mendorong tubuh laki-laki yang ada di depannya. "Engga."

"Ish sana balik, gue engga bisa istirahat kalau lo ada di sini. Muka lo ganggu banget."

Aska mendengus kesal. "Muka gue ganteng, Ta."

Tata memutarkan bola matanya. Laki-laki di depannya terlalu pede jika soal beginian. "Ngaca, muka lo engga ganteng-ganteng amat."

"Sialan, awas ya lo kalau beberapa tahun lagi lo muji wajah gue."

"Engga akan."

Saat ini juga Aska berjanji akan membuat Tata, memuji wajahnya sesuatu saat nanti.

"Gue tunggu."

"Sana pergi." Aska melangkahkan kakinya pergi keluar sembari mendengus kalau saja bukan karena dirinya tidak mungkin Tata akan berada di UKS.

"Sialan s Tata, tapi roknya masih di gue." Aska tersenyum tipis sembari memasukkan rok milik Tata ke dalam tas hitam miliknya.

Tata memijat keningnya yang masih berdenyut, tarikan yang dia dapat begitu membuat kepalanya pusing. Aska memang keterlaluan kalau sedang bercanda tapi ia pun sama.  Mereka tidak akur satu sama lain.

"Rok gue!" Tata menepuk keningnya, semua orang telah pulang begitupun dengan Aska. Rok nya pasti berada di laki-laki itu, Tata akan menghampirinya sepulang sekolah.

"Aska!"

"Aska balikin rok gue!"

"Aska, rok gue cuma itu aja. Rok gue yang lain sobek gara-gara lo."

"Aska, curut!"

Tata berteriak tapi tidak ada sautan sama sekali, ia menghela napas. Jika rok itu tidak kembali di tangannya pastinya ibunya akan marah sekarang. Tata mengetuk pintu rumah Aska berharap laki-laki itu membukanya.

Aska yang berada di dalam sedang duduk sembari menutup kedua telinganya dengan tangannya. Suara Tata begitu berisik dan mengganggu. Syukurnya sekarang hanya ia seorang diri di rumah ini, orang tua dan Tasya sedang berada di luar.

Aska mengintip di jendela atas rupanya Tata masih berada di sana  sedang menunduk.

Ide tiba-tiba terlintas di kepala Tata saat ini, ia menjongkok mencari sesuatu. Mengambil sebuah batu yang lumayan besar, matanya ia tutup sebelah memastikan arah ia akan melempar batu itu.

Prang

Kaca milik Aska pecah, laki-laki yang sedang berada di kamar mandi langsung berlari keluar. Tangannya mengepal kuat saat melihat kaca kamar miliknya pecah, ia tahu itu ulah siapa.

Siapa lagi bukan Tata yang masih ada di bawah.

"Sialan Tata." Aska keluar dengan emosi yang memburu.

Tata yang berada di luar langsung tersentak ketika mendengar pintu terbuka dengan keras. Rupanya Aska keluar, Tata hanya tersenyum  lebar sembari menatap laki-laki yang mendekatinya.

"Mau Lo apa?" tanya Aska.

"Rok gue."

"Gue udah bakar." Mata Tata langsung membulat sempurna. "Sialan lo curut!" Tata menendang burung yang ada di bawah milik Aska dengan keras.

Aska langsung meringis kesakitan. "Sialan lo!"

"Lo yang sialan Aska."

"Rok gue satu-satunya."

Aska masih memegang burung miliknya nyeri masa depannya. "Masa depan gue, Ta. Gimana kalau nanti kita engga punya anak gara-gara lo tendang burung gue."

Tata mendengus kesal. "Siapa yang mau nikah sama lo."

"Gue."

"Gue engga ya, sama lo engga menjamin kebahagiaan sama sekali."

"Awas lo kalau benar-benar nikah sama gue."

"Engga akan."

Aska menadahkan wajahnya keatas sembari menatap langit. "Ya Tuhan semoga nanti Tata jodoh gue!"

Tata kembali menendang kaki milik Aska untuk kesekian kalinya. "Engga jadi, hapus aja doanya Tuhan. Gue engga mau nikah sama itu curut."

"Semoga Tata jodoh gue Fiks no debat."

"Ogah." Tata berlari menuju rumahnya. Mulutnya terus mengucap sumpah serapah pada laki-laki, menyebalkan sekali Aska. Mendoakan dirinya untuk berjodoh dengannya, Tata ingin laki-laki seperti artis Korea idamannya bukan anak tetangganya.

"Ish, ogah bener kalau gue beneran jadi istrinya. Najis banget."

_

"Tata bangun kamu!"

"Lima menit lagi."

Byur

Air mendarat sempurna di wajah Tata, membuat yang tadinya tidur kini langsung membuka matanya. Ia  mengusap wajahnya yang basah, wajah yang tadinya kesal kini berubah menjadi sebuah senyuman kala melihat Ayahnya yang sedang berdiri di samping Ibunya.

"Mandi!" Tata langsung berlari menuju kamar mandi.

Lala memijit keningnya yang pening, anak satu-satunya membuatnya naik darah apalagi ketika Tata di satukan dengan Aska. Sudah beberapa kali mereka di panggil ke sekolah hanya karena Aska dan Tata berantem.

"Mas Tata engga jera-jera, aku pusing."

"Jodohin mereka."

"Emangnya mereka mau Mas?"

"Kita paksa, supaya mereka belajar arti tanggung jawab yang sebenarnya kalau sudah menikah. Kita sudah kenal keluarga Aska, jadi kamu engga perlu khawatir tentang itu."

"Aku bukan khawatir tentang itu Mas. Ini tentang Tata, Mas sendiri tau gimana anak itu bar-bar. Nanti kalau dijodohin mereka gimana, suasana rumah tangganya pasti kacau."

"Mereka bisa belajar, Aska bisa jadi suami baik untuk Tata. Kita bicara tentang ini dengan orang tua Aska nanti, Mas udah engga kuat ngurus anak itu."

"Sama Mas, semoga saja mereka setuju dengan saran dari kita."

_

"Apa lo liat-liat, gue cantik, ya?"

Aska ingin muntah mendengar ucapan Tata, Narsis sekali gadis yang sedang berada di sampingnya.  "Narsis banget, Lo engga ada cantik-cantiknya. Makan aja kayak laki, tumpang kaki lagi."

Tata mendengus kesal mendengarnya. "Sialan lo."

"Gue bicara fakta yang sebenarnya."

"Bacot lo."

"Sialan lo."

Aska, my Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang