Aska-8

27 1 0
                                    

"Kalian berdua sepakat kami jodohkan."

Aska dan Tata sontak berdiri saat mendengar kalau mereka akan di jodohkan satu sama lain. Tatapan mereka bertemu beberapa menit kemudian Tata membuang wajahnya ke sembarang arah. Tidak ada yang menyangka kalau pertemuan dua keluarga ini akan menjadi ajang perjodohan, Tata kira ini seperti  pertemuan seperti biasa. 

Tata menggelengkan kepalanya. "Tata engga setuju, engga ikhlas.  Tata engga mau!" suara teriakan Tata melengking kuat, menyapa telinga setiap orang yang berada di sini.

Ibunya menghela napas panjang. Ia sudah tidak sanggup mengurus Tata lagi, anaknya begitu nakal dan tidak bisa di atur. "Kami sudah sepakat sayang dari dulu sebelum kalian lahir. Perjodohan itu sudah di buat."

"Aska engga mau!" Kali ini Aska yang menolak, ia hanya bercanda soal dirinya yang akan menikahi gadis itu. Dan sekarang, ucapannya dikabulkan oleh sang pencipta. Aska tidak ikhlas jika anaknya mendapatkan Ibu seperti Tata, yang bar-bar dan menyebalkan.

Bagaimana nanti bentukan anaknya kelak?

Menghadapi Tata saja Aska sudah lelah apalagi nanti ketika menghadapi duplikasinya. Mungkin saja Aska akan sakit kepala setiap harinya.

"Tata juga." Tata lirik Aska dengan tajam. Ia tidak mau memiliki suami di umurnya masih muda.

"Keputusan ini engga akan bisa di ganggu gugat, perjodohan kalian akan terlaksana dan pernikahan kalian juga."

"Pernikahan?" tanya Tata dan Aska bersamaan.

"Tata engga mau."

"Tata masih sekolah, Yah. Nanti kalau semua orang tahu Tata udah menikah gimana?"

"Tata engga mau." Tata menggelengkan kepalanya.

Perkataan itu diangguki oleh Aska. Bagaimana pernikahan itu bisa terjadi jika ia belum mendapatkan KTP. "Kita belum punya KTP."

"Bukannya sebentar lagi kalian dapat KTP?" tanya Ayah Aska.

"Iya, benar Mas mereka udah 17 tahun," jawab istrinya.

"Tata engga mau nikah, gimana kalau Tata hamil pas sekolah. Ah,  itu engga mau." Aska langsung melotot setelah mendengar ucapan yang di lontarkan oleh gadis di sampingnya. "Siapa yang mau hamilin lo, Ta." Aska pasti akan berpikir akan jika itu terjadi.

"Ya kalau kamu hamil, kita bersyukur ya kan? Dapat cucu di usia engga tua-tua amat."

"Tata engga mau titik." Tata berlari pergi menjauh dari semua orang.

Aska menatap orang tuanya dengan sendu, berharap semua keputusan itu bisa dihilangkan begitu saja. Ibunya malah mengusap pundaknya beberapa kali dan mulai bersuara. "Keputusan ini sudah bulat, Bunda engga bisa buat apa-apa. Sekarang tugas kamu jagain Tata kalau kalian sudah menikah, Tata kelak jadi pasangan hidup kamu, Nak."

Aska menghela napas, seberapapun ia menolaknya orang tuanya dan orang tua Tata tidak akan pernah mendengar ucapannya sama sekali. Aska bangkit, ia berjalan keluar menghampiri Tata yang sedang duduk merenung di kursi taman yang penerangannya cukup minim.

"Ta!"

"Apa?" jawab Tata dengan keras, ia sebal sekali melihat wajah Aska yang biasa-biasa saja. Seolah laki-laki di sampingnya bahagia dengan keputusan orang tuanya.

"Lo seneng, hah?"

Aska menatap Tata lalu menggelengkan kepalanya. "Mana ada gue seneng, gue engga ikhlas sih punya istri bentuknya kayak lo."

"Sialan, kalau lo engga mau kenapa kemarin-kemarin lo berdoa supaya gue jadi istri lo, hah?" tanya Tata dengan keras.

"Gue cuma bercanda."

"Ucapan lo engga ada bercanda-candanya, gue engga mau nikah sama lo. Ogah banget, tiap hari gue lihat wajah lo di ranjang."

"Siapa juga yang mau."

"Batalkan aja, plis gue masih mau sekolah sama kuliah." Tata memandang wajah Aska dengan memelas. "Gue usahin."

_

Tata menggelengkan kepalanya saat dirinya berada di kamar seorang diri. Ah, kepalanya benar-benar pusing. Bagaimana nanti jika benar ia menikah dengan Aska, apa pernikahannya akan langgeng sampai nenek kakek?

Apa nanti tidak akan ada keributan seperti yang mereka lakukan saat ini?

Bagaimana jika kelak anaknya nanti bertanya kepadanya?

Bagaimana  ia dan Aska bertemu untuk pertama kalinya.

Apa Tata akan menjawab seperti ini. "Ayah kamu musuh Bunda, Nak."

Tata menggelengkan kepalanya, ia tidak sanggup membayangkan semuanya. Tata akan berusaha keras menolak perjodohan itu, Aska bukan laki-laki idamannya.

"Gue engga bakal nikah sama lo, walaupun laki-laki di dunia ini cuma lo doang," ucapnya dengan keras dan tanpa ragu sedikitpun.

_

"Aska engga mau, Bun." Aska memegang tangan Bundanya dengan kuat, ia tidak mau menikah di usianya saat ini. Aska belum siap  mengemban amanah sebagai seorang suami di usia muda, pekerjaan belum ada, sekolah masih satu tahun lagi tapi orang tuanya menyuruhnya menikah.

Apa itu sehat? Tentu saja tidak.

"Aska dengerin Bunda, perjodohan itu sudah di tentukan dari kamu kecil. Bunda engga mungkin bisa nolak sembarangan, harusnya kamu bersyukur karena calon istri kamu Tata."

Aska meringis, bersyukur? Ia malah kasihan pada dirinya nanti, apa jadinya dirinya jika menikah dengan Tata.

"Pokoknya Aska engga mau." Aska pergi begitu saja meninggalkan Bundanya yang sedang duduk di ruang tamu. Tasya yang baru saja keluar kamar langsung mengerutkan keningnya saat melihat Abangnya melewatinya begitu saja. Ada yang tidak beres dengan Abangnya saat ini?

Tasya langsung berlari menghampirinya sang Bunda. "Bun, Abang kenapa mukanya di tekuk gitu?" tanya Tasya sembari melihat Aska yang sedang berjalan menaiki tangga.

"Abang kamu mau nikah."

Ucapan Bundanya membuat Tasya shock berat, menikah yang benar saja. "Menikah? Abang?" tanya Tata dengan wajah tidak percaya.

"Hm."

"Kok bisa? sama siapa, Bun. Kok Tasya engga tahu sih."

"Sama Tata."

"Bunda!" teriak Aska dari lantai dua.

Tasya masih terdiam sembari mencerna apa yang tadi masuk ke dalam telinganya. Aska akan menikah dengan Tata, musuhnya sendiri. Tasya menggelengkan kepalanya, ia menatap Bundanya dengan tatapan tidak percaya.

"Tasya dukung, Bun." Tasya ingin berteriak sekarang, ia akan menikmati film layar lebar ketika Aska menikah dengan Tata. Menyenangkan sekali melihat keributan demi keributan nantinya.

"Abang!"

Tasya membuka pintu kamar Aska, laki-laki yang sedang duduk merenung itu langsung menolehkan kepalanya. "Apa!"

"Yang benar, Abang mau nikah sama Kak Tata. Tasya senang banget, apalagi nanti Tasya dapat keponakan yang lucu dari Abang."  Bantal mendarat sempurna di wajah Adiknya, bagaimana bisa pikirannya sudah begitu sangat jauh.

"Jaga ucapannya."

Tasya mengerut keningnya, bukannya ia tidak salah bicara tadi. "Tasya engga salah bicara kok."

"Terlalu jauh ngomongin anak, gue engga mau nikah sama tuh cewek. Bisa darah tinggi kalau itu terjadi."

Aska tidak bisa membayangkan jika semua itu terjadi di dalam hidupnya.

"Benci sama cinta beda tipis loh, Bang." Aska memutarkan bola matanya, tidak akan ada cinta untuk gadis bar-bar.

Aska, my Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang