kupu-kupu

5 0 0
                                    

Siang itu, angin berhembus cukup kencang. Membawa hawa panas yang semula memeluk kota jakarta untuk menepi sementara waktu ke tempat yang cukup jauh. Mendung menumpuk di atas sana, lalu wangi petrikor jatuh pada setiap udara yang ia hirup. Saat itu suasana kantin terlihat sangat lenggang.

Sudah beberapa jam berlalu ketika kelas berakhir, dan Pram masih setia duduk di sudut kantin dengan pandangan yang terus memperhatikan bagaimana langit yang semula cerah kini menjadi kelabu. Dia tidak sendiri sebab ada Raka yang tengah membaca sebuah buku tebal di hadapannya, tapi keduanya tidak berdialog, sebab mereka sama-sama sibuk dengan diri sendiri.

Jauh di depan sana, ada sebuah pohon besar di tengah taman yang awalnya di gerangi banyak mahasiswa kini sudah mulai sepi, mungkin karena langit yang nampak mendung. Pram terus memperhatikan bagaimana waktu membawa segalanya berubah, mungkin garis edar kehidupan seperti itu, waktu berlalu membawa segala bentuk perubahan yang nyata. Seperti bagaimana kursi di sana sudah terlihat lapuk, padahal beberapa bulan lalu, Pram dan Ara masih duduk di sana dengan gelak tawa ketika Pram melontarkan sebuah lelucon.

"Lo ngeliatin apa si?"

Tepat ketika ia menoleh, ada Raka yang tengah menatapnya, membiarkan bukunya terbuka begitu saja di atas meja. Seharusnya Raka tidak perlu heran, sebab dirinya memang selalu suka memperhatikan banyak hal, seperti bagaimana orang-orang berlalu lalang, daun-daun berguguran, atau ketika langit menurunkan hujan tetes demi tetes, ia suka memperhatikan bagaimana segalanya bergerak sebagaimana waktu membawa perubahan pada beberapa hal.

"Dari tadi lo cuman ngeliat ke sana." Ujar Raka yang kini sudah menutup buku lalu melipat kedua tanganya di atas meja, mengikuti arah pandang Pram. "Apa yang bikin lo tertarik?" ujarnya lagi, sedangkan Pram hanya mengedikan bahu, lalu kembali menatap ke luar dimana hujan kini sudah semakin deras, memberi suasana melankolis di sekitarnya.

Jauh di depan sana ada beberapa orang yang berlari menerobos hujan, lalu di sebelah kiri di samping koridoor ada beberapa orang yang meneduh, ia bisa melihat Ara tengah berjalan bersama Rey di sampingnya, entah tengah membicarakan apa, sebab keduanya nampak serius.

"Gue cuman suka liat gimana waktu begitu cepat membawa perubahan. Gak tahu kenapa gue ngerasa rileks aja kalo cuman diem sambil merhatiin orang-orang." Ujar Pram. Sepertinya hampir di beberapa kesempatan ia hanya duduk berdiam diri memandangi bagaimana manusia bergerak, bagaimana kehidupan ini bekerja, entah bagaimana semua itu mampu membuatnya merasa hidup.

"Life observer??" ujar Raka.

Mendengar itu Pram terkekeh, lalu katanya, "Maunya sii gitu," lantas ia menoleh, "tapi kalo cuman jadi pengamat, gue gak bisa ngasih makan emak gue ntar"

Setelah itu tidak ada yang bersuara, keduanya memilih bungkam dengan menatap bagaimana hujan berlari-lari untuk turun ke bumi. Benar kata, Pram, diam dengan memandangi bagaimana alam dan manusia bergerak, ia merasa lebih leluasa. Katanya manusia di batasi oleh ruang dan waktu, mungkin benar, sebab terkadang ia juga merasa bahwa yang membuatnya kesulitan bergerak adalah waktu yang terlalu cepat juga ruang yang terlalu sempit.

"Lo pernah mikir gak, kalo nanti kita udah lulus, kita bakal jadi apa?" Raka bertanya setelah menoleh, lalu beberapa setelah nya Pram ikut menatapnya.

Mendapat pertanyaan semacam itu membuat Pram iku menerawang. Sejak dulu ia hanya ingin melakukan yang terbaik, menjalani hidupnya setenang mungkin, dan bahagia. Sekarang pun ia sudah merasa bahagia hanya dengan mimpi yang ia punya, dengan orang-orang di sekitar, juga dengan jurusan kuliahnya, ia bahagia. Tapi kadang, ia juga takut akan masa depan, tentang segala sesuatu yang mungkin tidak akan sama dengan impian, atau ketika ternyata langkahnya tidak begitu leluasa untuk menjajari langkah Naraya. Tapi ia selalu percaya, bahwa nasib adalah ketentuan semesta, selama ia selalu berusaha sebaik mungkin menjalani hidupnya, ketentuan semesta pun akan ikut dengan sendirinya.

 Dua arahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang