Kasih tak sampai

3 0 0
                                    

Sore itu, ketika langit selepas hujan, di bawah nastabala yang merah menggelora, jalanan jakarta terlihat penuh rindu. Iyah, Alya rindu pada Pram, pada tawa lelaki itu yang menyatu dengan klakson kendaraan, pada bau dari wangi  parfum nya yang memenuhi kardia, atau ketika lelaki itu menyentil keningnya setiap kali ia melamun.

Motor Pram berhenti di lampu lalu lintas tepat ketika satu tetes air hujan yang berasal dari pohon yang menaungi saparuh jalanan, jatuh tepat mengenai hidungnya, membuat ia mendongak. Lantas ia membatin Kenapa hujan selalu di kaitkan dengan perasaan melankolis? padahal hujan tidak serapuh itu untuk di tangisi. Padahal hujan tidak pernah rapuh walau ia jatuh berkali-kali, sebab setelah jatuhnya ia kebumi, ia mengalir deras mengikuti kemana ia harus pergi.

Kemana ia harus tinggal walau tak selamanya menetap.

Aku ingin seikhlas hujan. Jika namamu bukan lagi yang harus aku jaga.

Dulu, ketika ia menyadari bahwa jantungnya selalu berhenti berdetak lalu kembali berfungsi dengan tempo cepat hanya karena Pram yang megacak-ngacak rambutnya, atau ketika Pram tertawa karenanya, ia menyadari bahwa bentuk pedulinya bukan hanya karena mereka berteman, tapi ternyata ada suatu rasa yang tumbuh yang membuatnya bingung sampai menangis semalaman lalu berakhir demam. Ia jatuh cinta.
Jatuh sendirian pada seorang teman yang pernah berlari ke kosannya hanya karena ia sedang demam, teman yang rela menerobos hujan untuk membeli obat ketika ia alergi setelah memakan roti yang berisi selai kacang. Ia jatuh cinta, sendirian, tanpa balasan, juga tanpa di sampaikan.

Karena mungkin cinta bukan selalu tentang bersama, bukan selau tentang memiliki, bukan selalu tentang pembalasan, tapi mungkin cinta adalah tentang merelakan orang yang kita sayang bahagia bersama pilihannya. Jadi selama seminggu penuh ia meyakinkan diri bahwa itu gak pa-pa kalau sedikit sakit, gak pa-pa kalau waktunya lama, gak pa-pa kalau nanti dia ternyata gak bisa lupa.

Iya, gak pa-pa.

Gak pa-pa yang akhirnya bikin Alya hancur ketika Dikta mengatakan bahwa Pram telah jatuh cinta, dan mereka berakhir bersama.

Bersama yang bukan dengan dirinya.

Mungkin ia memang terlalu naif ketika berfikir bahwa ia pasti akan bahagia jika melihat orang yang kita cinta bahagia, walaupun itu bukan dengan kita. Padahal jelas bahwa ada dua sisi koin terpisah yang bisa di timbulkan dari perasaan manusia, bahwa cinta itu egois.

Ia ingin egois untuk memeluk Pram ketika pemuda itu bercerita seberapa sibuknya Naraya, lalu membuat hubungan mereka putus dan ia akan datang untuk menghiburnya, ia ingin egois untuk melingkarkan tangannya di perut pemuda itu tanpa memikiran perasaan pacarnya, ia ingin egois dan melukai perasaan orang lain hanya agar perasaannya bisa berbalas, tapi nyatanya ia tetap tidak bisa.

Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah menatap punggung  Pram nanar setelah pemuda itu memanggil namanya yang terdengar "Yaaa!" teriaknya yang di susul dengan Alya yang mencondongkann wajah agar bisa lebih jelas mendengar suara Pram. 

"Ck, lo bengong ya?!"

"Kagakk, suara lo gak jelas tadi."

"Udah makan belom? belum kan? yaudaahh kita makan duluuu yak."

Lah? dia yang nanya di juga yang jawab.

"Gila ya lo?!"

Tawa Pram mengudara, "Makan di deket kosan lo aja yaa, gue mau makan nasi goreng mang ujangg..." ucapnya lagi. Mang Ujang itu pedagang nasi goreng di depan kosannya, dulu kalau Pram sedang mengerjakan tugas atau sedang main ke kosannya mereka selalu makan di sana.

"Eh? gue belum bilang mau yaa?! enak aja lo!"

"Lo gak mungkin nolak."

Mendengar itu tangannya tidak bisa untuk tidak menggeplak helm Pram, membuat pemuda itu mengaduh lalu setelahnya lagi-lagi pemuda itu kembali tertawa, yang tanpa di sadari membuat dua sudut bibirnya terangkat penuh, menenggelamkan sinar lampu jalan dalam cekung matanya.

 Dua arahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang