Insiden

14 2 1
                                    

Karra pov

Kakiku mendadak lemas jika saja adisti tak menyangga tubuhku mungkin aku akan jatuh konyol dihadapan banyak orang. Jantungku berdebar hebat, nafasku cekat. Mataku berair, hingga detik berikutnya bulir2 itu mulai membasahi pipiku.

Apakah ini perasaan sakit akan kehilangan sahabat? Atau....

"Sabar ya ra." lirih adisti membuatku berpegangan pada lengannya. Aku menahan isakan tangisku yg tidak sepantasnya aku tunjukan didepan adisti. Meskipun adisti tau perasaanku saat ini seperti apa. Aku merasa hancur diatas keputusanku sendiri. Seharusnya aku mendengarkan alle dan menunggunya didalam klinik.

"Ra.. Seharusnya lo udah siap akan hal seperti ini. Walau bagaimanapun, Cepat atau lambat memang ini seharusnya yg terjadi. Sudah cukup kuat selama ini.."

"Cukup dis!" sergahku dengan suara bergetar.

"Dis kitar putar arah lewat kantin aja. Please anterin gue pulang ya dis?" mohonku dengan menyeka air mata. Adis dengan sigap memapahku menuju parkiran melalui lorong kantin menuruti permintaanku.

Saat hampir sampai di kantin tangan seseorang meraih sebelah tanganku membuatku reflek memutar tubuh menghadapnya.

Alle??

Aku hanya bisa membelalak tanpa sanggup berucap. Terlihat jelas alle sangat marah padaku. Adisti yg disampingku bahkan benar2 merasa bersalah.

"Dis lo ngerti nggak sih apa yg gue omongin tadi? Apa perlu gue paksa ke rumah sakit?" ucap alle emosi menatap tajam kearah adisti, padahal sudah jelas kalimat itu ditujukan untukku.

"Alle, Gue yg maksa adis buat..." aku langsung menghentikan kata2ku saat alle menoleh tajam kearahku.

Tanpa aba2 dan persetujuan dariku alle langsung saja...

Dia ...

Menggendongku????

Whattt??? Ditempat umum seperti ini??

Apa coba maksudnya?

Mau bikin aku di bully?

Atau sengaja biar aku malu luar biasa??

"Alle!!" pekikku.

"Apa?" aku langsung bungkam saat alle mendekatkan wajahnya kearahku.

Berdebar hebat. Itu yg aku rasakan saat ini. Saat mata kami bertemu.
Haruskah ini terjadi?
Alle membawaku masuk ke mobilnya tanpa memperdulikan adisti yg masih melongo tanpa berkedip.

Selama perjalanan aku lebih banyak diam. Mencoba menormalkan perasaanku. Ini hal baru untukku dan bukan sesuatu yg mudah aku kendalikan.

Entahlah aku masih belum bisa, lebih tepatnya belum ingin bisa untukku menguasai perasaan aneh ini.

🌟🌟🌟🌟🌟🌟

"Istirahatlah! Jangan banyak bergerak. Atau gue akan.." kata2 alle sengaja digantung.

"Akan apa?" melihat seringainya terpaksa aku merapatkan selimut yg menutupi tubuhku. Ya aku sudah sampai dirumah dan saat ini sedang berada di kamarku berdua dengan alle.

"Gue akan nyeret lo ke tempat pembuangan sampah messs"

"Alieeeennnnn..." Sungutku kesal dengan candaannya. Apalagi melihat tawa lepasnya.

"Kok ribut2 sih. Katanya pusing? Bunda kan udah bilang jangan telat makan. Jadinya gini kan dek." ucap bunda dengan semangkuk bubur ayam di tangannya. Bunda tidak tau apa yang sebenarnya terjadi padaku di sekolah.

"Iya tan, Marahin aja ni bocah. Kalau dikasih tau nggak pernah didengerin." tambah alle yg membuatku semakin mendelik kesal.

"Alle mau tante bikinin apa?" tawar bundaku.

Second PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang