Tubuh yang tak Sesuai

7 0 0
                                    

"Ah, lihat wajahmu! Sudah memerah karena tersipu," dia tertawa. Setelah puas, Valdis kembali melanjutkan langkahnya ke pinggir jalan.

Keara mengikuti sampai tersaruk-saruk. Ia tak biasa memakai high heels dengan hak lancip setinggi 5 cm. Rasanya seakan-akan ia berjalan di seutas tali. Berkali-kali ia harus menyeimbangkan tubuhnya setiap kali melangkah. Beruntung baginya, tubuh wanita yang dirasukinya memiliki selera fashion yang bagus. Ia tak perlu malu dengan apa yang dikenakannya, setidaknya ia tak harus terlihat seperti badut.

Malam itu juga, Valdis dan Keara menunggu di halte untuk mencari taksi atau bus. Mereka berencana menyusul Liuz, tapi ke mana? Keara bertanya-tanya di kepalanya. Apakah Liuz langsung kembali kediamannya?

Bus dari arah barat datang. Mereka langsung naik. Valdis mengeluarkan kartu pembayarannya, lalu melangkah ke bagian tengah bus. Keara mengikuti saja di belakangnya. Mereka duduk pada sisi kanan dengan dua kursi berdampingan.

"Apa Liuz kembali ke rumah?"

"Kalau aku tak salah dengar, dia mau menceraikan istrinya."

Mata Keara membulat. "Benarkah? Kalau gitu, kita jangan ke rumahnya. Kita tunggu saja di suatu tempat yang dekat."

"Di mana?"

"Tentu saja apartemenku."

"Ah, ya, aku lupa kalau kau juga punya kehidupan sebelumnya," dengkusan keluar dari hidung Valdis. "Ada tempat yang lebih aman."

"Di mana?"

"Apartemen orang yang kuserupai ini."

Keara menatap wajah Valdis lebih seksama. Sejujurnya, ia memang belum mengamati dengan jelas orang di sebelahnya. Eh, salah! Makhluk di sebelahnya maksudnya.

"Aku seperti mengenalimu," gumamnya dengan dahi berkerut. Lalu, mengalihkan pandangan keluar jendela. "Tapi ... di mana, ya?"

Ketika ia memandangi jalanan yang masih cukup ramai, televisi layar lebar menampilkan wajah aktor yang persis dengan wajah Valdis. "Eh, dia?"

"Ya, dia yang kuserupai wajahnya. Gimana? Tampan bukan?"

"Cih! Dia yang tampan, kau begitu mengerikan ketika memperlihatkan wajah aslimu," dengkus Keara. Lalu, kembali menatap layar yang seolah bergerak menjauh dengan lambat. Padahal, bus yang ditumpanginyalah yang maju terlampau pelan.

"Aku menemani arwah pria itu selama 40 hari."

"Dia mati!"

"Tentu saja, makanya wajahnya bisa kuserupai. Kalau tidak, mana bisa. Seperti tubuh itu, arwahnya terpaksa masih tertinggal meski telah setahun dia mati."

Mata Keara membulat. "Apa?! Setahun? Apa yang terjadi?"

"Keluarganya meminta rumah sakit menyimpan jazad wanita itu, sementara mereka masih di luar negeri dan belum bisa kembali."

Keara ternganga. "Benarkah? Malang sekali."

"Karena itu, kita jangan berada di kerumunan."

Keara mendelik, "Kenapa tak boleh?"

Valdis menyentil dahi Keara. Lalu, bersedekap. Pandangannya lurus ke arah depan. Tidak ada niatnya untuk menjelaskan, Keara tahu terlalu banyak. Itu bisa berbahaya.

Keara menggosok keningnya yang sebenarnya tak sakit. Hanya saja, harga dirinya merasa dipermalukan. Ia melengos kesal. Tak lagi bertanya. Nanti saja, ia pasti bisa membuat Valdis buka mulut.

Mereka tiba di wilayah yang dipenuhi gedung-gedung apartemen. Keara tak akan lupa di mana kekasihnya itu tinggal. Tepat di seberang sana, ada gedung berlantai 10 merupakan kediaman Liuz dan istrinya.

K O M A - Can't Stop Loving YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang