BK-2

71 19 74
                                    

Lo memiliki nilai yang tak sanggup gue kejar. - Bintang Sirius Alfa

Selamat membaca...

🌠🌠🌠

Bintang melangkah lebar menuju ruang di ujung lorong koridor. Masih terlalu pagi untuk Bintang sudah berada di kampus milik keluarganya. Ia tidak bangun pagi untuk melakukan drama murahan dengan siapapun. Tanpa mengetuk, Bintang langsung masuk. Duduk di sebuah sofa dengan tatapan mengarah pada seorang wanita berjas hitam dengan rambut yang ter sanggul rapi keatas, tengah berdiri di depan sebuah rak lemari. "Ada perlu apa?" Tanya nya dengan malas.

Menghela napas, wanita itu melipat tangan menatap lurus kearah Bintang. "Apakah ada cara lain untuk memanggil mu kesini tanpa melibatkan papah mu?"

Bintang mengangkat bahunya. Sebagai rektor, Delina tahu jika menghadapi Bintang adalah hal tersulit. Hanya nama belakang anak itulah yang membuatnya tidak mengambil tindakan tegas.

"Sudah hampir setengah semester kepindahan kamu berkuliah disini, dan dari laporan semua dosen kamu tidak pernah masuk kelas sama sekali. Apa itu benar?"

"Kalau mereka bilang begitu, sudah pasti benar, kan?" Sahutnya tidak terganggu dengan nada intimidasi Delina.

"Kamu tidak ada niat sama sekali untuk kuliah? Hal ini tidak bisa terus berlanjut. Selain kerugian pada diri kamu sendiri, ini akan menjadi ketidakadilan Dimata siswa lainnya. Karena seharusnya kamu sudah dikeluarkan."

"Tapi Ibu tidak bisa melakukannya?"

"Ya. Karena selain keluarga mu yang memiliki kampus ini, Ibu juga memiliki tanggungjawab untuk mendidik seseorang menjadi lebih baik. Termasuk kamu!"

"Termasuk karena Ibu juga berusaha menjadi Ibu terbaik untuk saya!?" Sarkas Bintang. Delina tergagap. Ia menggeleng pelan atas pernyataan dari anak lelaki di depannya.

"Bu," Sepertinya Bintang sudah bosan. Ingin segera mengakhiri pembicaraan karena matanya masih mengantuk. "Langsung saja yah, saya disini karena Papah saya yang suruh. Saya tahu apa saja yang akan Ibu katakan. Sekarang, Ibu tinggal telepon Papah saya terus bilang kalau saya sudah datang. Biar saya pergi dan kerjaan Ibu selesai."

"Ibu menyuruh mu kesini bukan untuk memarahimu, tapi untuk membantu mu."

"Saya tidak perlu bantuan, urus saja urusan ibu sendiri." Kilah Bintang.

Delina berjalan ke arah kursinya, duduk Disana dengan menumpukan siku ke meja. "Ibu tahu kalau kamu akan menolak. Tapi kamu juga tidak memiliki pilihan lain, karena ini juga yang diinginkan Papah mu. Kamu harus menyelesaikan kuliah mu dengan baik. Bukannya menyia-nyiakan waktu dengan merusak diri."

Bintang berdiri dari duduknya. Menatap nyalang wanita yang seumuran dengan Papahnya. "Saya penasaran apa yang di janjikan Papah saya agar Ibu melakukan ini."

Delina sangat mengenal tipikal mahasiswa bandel di depannya kini. Anak yang terlalu cepat menguasai dunia sehingga dirinya juga ikut terkuasai ego sendiri. "Pokoknya ikuti kata-kata Ibu. Cukup penuhi dan hadiri kelas, saya jamin Papah mu tidak akan keras lagi mengaturmu ini itu."

Bintang tersenyum miring. "Terlalu percaya diri. Bagaimana jika saya menolak?"

"Oh mungkin lebih bagus jika Ibu menyiapkan orang untuk membantu mu mengejar materi yang tertinggal."

Bintang mengepalkan tangan. Wanita itu sudah kelewat batas.

"Jangan berlebihan."

"Kalau begitu, kamu sendirilah yang cari seseorang untuk membantumu kejar materi. Atau gak, sewa bimbingan saja."

BINTANG KEHIDUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang