BK-10

12 0 0
                                    

Ketika angan ku berubah menjadi ingin, aku berhak mewujudkan nya. - Bintang Sirius Alfa

🌠🌠🌠

Setelah tugas kuliah akhir pekan selesai Dewi kerjakan di dalam kelas, perempuan itu kini memilih duduk di kursi luar kelas untuk makan siang. Angin yang berhembus menggulir kan butir keringat nya saat ingatannya tiba-tiba terlempar pada Bintang. Dewi tentu saja tidak mengira jika akan mendengar Bintang mengatainya seperti saat itu. Bintang benar-benar membuatnya kecewa. Bagaimana ia mendengar lelaki itu menghina begitu lugasnya pada Dewi. Tanpa ada rasa bersalah pada ucapan dan tatapannya.

Sekarang, Dewi tidak akan lagi ingin berurusan dengan lelaki itu. Setelah urusan utang piutangngnya pada Bintang, Dewi janji tidak akan muncul lagi pada lelaki itu. Ingatkan, Dewi!

Dewi sudah akan bersiap memakan bekalnya ketika ponselnya bergetar. Sebuah nomor tertera, pemilik yang terlintas di kepalanya saat ini.

"Untuk apa dia menelepon? Apakah akan mengatakan maaf?"

Dewi menimbang-nimbang hp nya dengan pikiran yang berkelana. Antara ingin menerima panggilan yang masih berdering itu atau malah mengabaikan.

Satu panggilan tak terjawab. Belum sempat Dewi menghela napas karena panggilan itu tidak berlanjut namun pupus ketika bunyi ponsel kembali berdering.

"Bintang lagi." Batin Dewi gusar.

Bintang di langit
Angkat!

Dewi menggigiti kuku jarinya ketika membuka pesan dan membaca ketikan Bintang di hp nya itu.

Panggilan kembali mulai.

Namun kali ini, Dewi memilih untuk mengangkat nya.

"Dimana?"

Dewi makin kecewa. Mengapa Bintang harus bertanya seperti itu? Bukan kah Dewi tak memiliki suara untuk sekedar menjawab bahwa dimana dirinya?

Terdengar suara decakan yang membuat kesadaran Dewi kembali.

"Dateng ke alamat yang gue kirim, sekarang. Kalau gak nurut, jangan menyesal suatu saat."

Tut.

Mengancam lagi! Mengapa hidup Bintang penuh ancaman?

Dan Dewi tak sanggup untuk melawan ancaman itu.

"Bukannya minta maaf, malah mengancam." Batin Dewi bersorak.

🌠🌠🌠

Hari ini tim mereka sedang berada di sebuah acara penting. Dimana mereka harus mengarahkan seluruh tenaga untuk memeriahkan acara tersebut dengan band-band terbaik yang mereka punya. Sejak pagi, Bintang dan timnya sudah sibuk mengatur serta mengecek alat musik untuk persiapan tampil mereka nantinya.

Kali ini harus sukses, acara ini begitu sangat terpengaruh nya bagi karirnya. Dan Bintang tak ingin mengecewakan.

"Bintang." Panggil Gita manja, bergelanyut di lengannya, seperti sengaja berdiri begitu dekat padanya. "Abis acara ini jalan sama gue, ya."

Bintang nampak tak acuh dan kembali menyiapkan beberapa gitar untuk ia mainkan nanti. Gita belum ingin menyerah, tentu saja. "Bin, gue minta nomor Lo dong." Gita merapatkan dadanya ke lengan Bintang. "Biar kita gampang janjian."

"Woi, elahh!" Sergah Fadhel tiba-tiba. Ia sedang membawa kabel besar untuk di pasang di panggung. "Ini uler betina ngalangin jalan Mulu, geseran Lo!"

"Itu jalan sana lebar, kenapa lewat sini!" Sahut Gita tak kalah galak.

"Lagian bukannya siap-siap manggung, ini malah melingker disini. Minggir!" Fadhel mengeratkan genggamannya pada gulungan kabel lalu melewati dua manusia Disana.

BINTANG KEHIDUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang