BAGIAN SEMBILAN

7 1 0
                                    





     Esok paginya, tanpa bisa di cegah, aku ternyata tidak memiliki waktu unutk mampir ke kedai isi pulsa. Pagiku ku habiskan di SC karna aku harus mengeprint file makalah untuk dikumpulkan jam pertama. Istirahatnya, aku ke ruang TU untuk konfirmasi sesuai intruksi dari Pak James.

Aku sudah memutuskan. Begitu sampai di ruang TU, Miss Yovi, selaku yang bertugas di TU hari ini langsung tahu maksud kedatanganku. Beliau menjelaskan fasilitas apa saja yang akan didapatkan oleh partisipan yang ditugaskan. Beliau juga memberitahukan jadwal keberangkatannya.

Masalahnya, aku ke sini bukan untuk konfirmasi keberangkatan. Aku kan, tidak ingin meninggalkan Jakarta, tidak ingin meninggalkan Mirza. Andaikan Mirza tahu kalau aku memutuskan tidak pergi demi dirinya. Andaikan Mirza tahu kalau di dunia ini dialah tahta tertingginya.

"Maaf Miss." Aku terpaksa memotong penjelasan Miss Yovi.

"Ya?" Aku menarik nafas dalam sebelum kembali bersuara.

"Saya ke sini bukan untuk konfirmasi keberangkatan." Jeda. bisa batalin nggak, ya?"

"Tapi mau mengajukan pembatalan. Saya gak bisa pergi." Alis Miss Yovi agak tertaut. Sudah Ketebak, sih?

"Why?" Untungnya aku sudah mempersiapkan jawaban telak untuk pertanyaan seperti ini. Jadi aku tinggal mengangkat tangan kananku, menunjukkan cincin nikah yang sengaja aku kenakan.

"Ada yang tidak bisa saya tinggalkan." Kalau aku tidak mengawali kalimat ini dengan menunjukkan cincin, Miss Yovi bisa-bisa berpikir aku tidak bisa meninggalkan Mama. Bagaimanapun, satu kampus tahu aku dan Pak Fian saudara tiri.

Miss Yovi langsung maklum. Ia tampak menggangguk-anggukkan kepalanya kemudian beliau menoleh cepat ke arah pintu.

"Permisi?" Seseorang ternyata telah berdiri di ambang pintu. Namun dia bukan anak LDK yang akan mengkonfirmasi keberangkatan, melainkan seorang yang semalam hendak kukirimkan pesan. Selain suaranya yang familiar, tanggapan Miss Yovi cukup menjelaskan kalau yang datang adalah Mirza. Aku semakin kaku. Tak berani menoleh.

"Iya, Za? Any something to talk, kah?" Duh.

"Yes, Miss." Sepertinya aku harus segera pamit undur diri dari ruangan ini.

"How about?" Dua orang ini seolah lupa kalau aku masih di dalam ruangan. Mirza mendekat.

"About her."

Aku menoleh. Mirza kini menarik kursi di sampingku. Sejenak tatapan kami bertemu sebelum ia duduk.

Miss Yovi mengulum senyum. "Oh, jadi kamu?"

Alis Mirza _sesuai dugaanku_ menyatu.

"Seseorang yang tidak bisa Ayla tinggalkan." Mirza langsung menatapku terang-terangan, Dia belum tau kalau aku membatalkan penugasan.

"Sebelumnya saya minta maaf kalau kedatangan saya ke sini terkesan ikut campur." Miss Yovi memang pendengar yang baik. Sekalipun tebakannya tadi tepat sasaran, beliau tetap menghargai intro Mirza.

"Saya mau minta penugasan LDK untuk Ayla di cancel." Miss Yovi tersenyum menatapku dan Mirza bergantian.

"Tadi Ayla juga meminta pembatalan."

"Lantas Bagaimana, Miss?" Wajah Mirza tampak lelah

"Apa sudah ACC?" Tanyanya lagi. Aku hanya diam. Lagi pula, apa yang harus aku suarakan?

Miss Yovi mengangkat bahunya.

" Ya mau bagaimana lagi?"

" LDK Ini meningkatkan ukhuwah, bukan memisahkan pasangan yang sudah menikah." Beliau tersenyum penuh arti pada kami.

My Heavenly Husband✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang