5. TERJATUH

123 70 18
                                    

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Alhamdulillah kita masih bisa Bernapas dengan normal, Melihat, Mendengar, Merasakan Kenikmatan Sehat, Nikmat Iman, Nikmat Waktu yang Berharga dan Nikmat-Nikmat lainnya

●●●

●●

Happy Reading

"Ustadz-ustadz monggo makan dulu. Ayo Lukman, Ahmad!" Lanjut Fathan mengajak para ustadz dan kedua santri itu.

"Ayo monggo monggo." Kyai Abdul pun ikut menyuruh mereka makan di ndalem karena melihat mereka yang hanya mengangguk dan tersenyum canggung.

Akhirnya mereka semua memasuki rumah ndalem kyai Abdul untuk makan malam bersama. Untung tadi Fathan dan Aura memasaknya sangat banyak, sehingga dapat dimakan untuk 10 orang tersebut.

Makan malam bersama dilakukan di ruang tamu ndalem, karena jika di ruang makan tidak akan cukup.

Tetapi Aura makan malam bersama uminya di ruang makan, umi Fatim tidak tega membiarkan anaknya makan sendiri di ruang makan karena itu ia menemaninya.

"Umi, Aura makan nya di ruang makan aja ya." Pinta Aura dengan tersenyum.

"Iya nak nggapapa, yang penting makan dulu baru setelah itu tidur lagi. Sini umi temanin!" Ucap umi Fatim sambil menepuk kursi di sebelahnya.

Umi Fatim paham betul mengenai anak bungsunya, Aura terlalu segan dan risih ketika berdekatan dengan laki-laki. Ingin Aura teriak atau marah ketika ada laki-laki asing yang berdekatan dengan dirinya, namun sebisa mungkin ia sabar dan menahan amarah nya itu.

Aura tersenyum senang menanggapi hal itu dan langsung duduk di sebelah umi Fatim. Uminya itu dengan telaten mengambilkan makanan untuk Aura.

"Nanti kalau kamu sudah menikah, otomatis ngga ada lagi yang nyiapin makanan kamu kayak gini lagi. Karena kamu sudah tinggal bersama suamimu, dan kamu yang harus menyajikan makanan untuk suamimu kelak." Nasehat umi Fatim.

"Iya umi, Aura paham kok hal seperti itu sangat sepele." Timpal Aura. Umi Fatim tersenyum melihat Aura, putri kecilnya itu sudah tumbuh dewasa sekarang.

"Gimana perasaanmu sekolah di SMA itu nduk?" Tanya Umi Fatim seraya memulai makannya. Mereka sudah terbiasa makan bersama sembari mengobrol, dengan syarat harus menelan makanannya terlebih dahulu baru berbicara.

"Yaa ngga gimana-gimana, Mi." Mendadak Aura memikirkan apa saja yang terjadi di sekolah, terutama dengan Reza.

"Ngga gimana-gimana? Pasti ada yang bikin ngga nyaman ya? Sini cerita sama umi!"

Seorang ibu biasanya memiliki feeling yang kuat mengenai apa yang terjadi pada anaknya. Dilihat dari ekspresinya, tingkah lakunya, cara bicaranya, dan bahkan dari ikatan batinnya.

"Hm... tapi nanti kalau Aura cerita, umi pasti masukin aku ke pesantren. Apalagi di pesantren kita."

Umi Fatim terkekeh mendengar ucapan Aura. Aura memang selalu mengeluh dan protes ketika disuruh untuk menuntut ilmu di pesantren. Entah mengapa bisa begitu. Katanya jika ingin belajar ilmu agama bisa lewat abi, umi atau kak Fathan saja sudah cukup.

"Ya belum tentu dong, memang apa sih?" Kepo Umi Fatim yang semakin dibuat penasaran. Sepertinya Aura akan bercerita sedikit melenceng dari syari'at agama, dilihat dari protesnya Aura ketika takut dimasukkan ke pesantren.

AndA  ||ON GOING||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang