Chapter 9 - Cafe.

98 31 4
                                    



"aku tidak memiliki cara untuk mengungkapkan rasa sayang ku kepada seseorang. tapi yang ku tahu pasti, orang tersebut pasti akan merasakannya."

***

Jimin sedang bekerja, fokus pada laptop nya. Ini sudah jam 4 sore, satu jam lagi dia sudah bisa untuk pulang. Dia sudah kembali bekerja setelah melalui masalah yang cukup rumit—walaupun yang ia urus bukanlah masalahnya. Beberapa hari ini, ah bukan beberapa hari, baru tiga hari ini ia tidak bertemu dengan Kania. Rasanya sedikit aneh tidak bertemu dengan wanita itu. Jimin sendiri sebenarnya ingin bertemu dengan Kania, namun perempuan tersebut selalu mengatakan ia sibuk.

Membuka ponselnya karena terdapat notifikasi dari wanita yang akan ia nikahi—ralat, yang akan ia lamar. Diberi notifikasi khusus karena Jimin sendiri sangat jarang untuk membuka ponsel. Membeli ponsel hanya karena pekerjaan, jika bukan karena pekerjaan dia pun akan sangat malas menbelinya. Ponsel yang bisa digunakan untuk videocall, sih. Jika tidak karena pekerjaan juga, dia masih menggunakan ponsel yang semacam Nokia, karena katanya, ponsel yang seperti sekarang jika dimainkan akan membuang-buang waktu.

Kania Lim :
Kak, sedang sibuk? Jika tidak, aku ingin kita bertemu.

Akhirnya, apa yang ditunggu-tunggu oleh Jimin pun kini tercapai. Tidak ada kata tidak bisa ataupun sibuk untuk Keira. Dia akan selalu ada untuk wanita itu.

Park Jimin :
Gue lagi kerja, tapi sekitar jam 5 kita bisa ketemu. Lo mau ketemu di mana?

Kania Lim :
Ah, aku ganggu ya berarti? Hum, kita ketemu di Cafe aja. Cafe Pronseur. Tahu kan, Kak?

Park Jimin :
Ok.

Kania Lim :
Okeyyyy, nanti aku kabari kalau udah mau jalan.

Park Jimin :
Ya.

Tentunya dengan bersemangat Jimin menyelesaikan pekerjaannya. Kalau bisa, dia ingin menyelesaikan pekerjaannya sebelum jam pulang agar bisa menjemput Kania. Tidak tega membiarkan Kania pergi sendiri menuju ke Cafe.

Kembali fokus bekerja, akhirnya selesai juga. Sekitar 20 menitan. Rekor baru dalam bekerja cepat. Biasanya sampai setengah jam. Baru saja mengemaskan barang-barangnya, pintu ruangannya diketuk, temannya masuk.

Kim Taehyung.

"Hoi, bro," Taehyung, manager perusahaan yang ditempati bekerja oleh Jimin saat ini. Taehyung baru saja diangkat menjadi manager beberapa bulan lalu.

"Bra, bro, bra, bro, masih di tempat kerja." kata Jimin. Walaupun mereka sahabat semenjak dari SMP, bukan berarti Jimin menganggap Taehyung teman di tempat mereka bekerja. Jimin akan sangat menghormati Taehyung, tapi sahabatnya ini merasa aneh jika Jimin terlalu menjiwai dirinya sebagai seorang tangan kanan atau bisa dibilang sekretaris nya di perusahaan ini.

"Kita sahabat?"

"Tau, tapi bukan berarti kita bisa seenaknya di sini."

"Lagian kita hanya berdua, Jim. Masa nggak boleh, sih?"

"Tiba-tiba ada yang masuk, gimana? Nahan malu." kata Jimin lalu memakai tas ransel berisi laptopnya itu. Menghampiri Taehyung yang berdiri di depan pintu ruangan. "Ada apa ya, Pak? Masuk ke dalam ruangan saya? Apa Anda butuh sesuatu?"

Mistake (revisi) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang