Chapter 15 - Confident.

82 27 1
                                    



"apa yang kamu harapkan dari manusia? padahal sudah jelas-jelas ada Tuhan yang menunggu doa dan permintaanmu."

***

"Dia mantan Jungkook."

Wow.

Kim Taehyung speechless mendengarnya. Memulai cerita mengapa Jimin ingin menikahi Kania, dengan alasan yang cukup tidak masuk akal, kemudian siapa Kania sebenarnya. Kenapa bisa Jimin mencintai Kania?

Sudah memesan makan siang mereka, keduanya menunggu makanan datang dengan cerita mengenai calon istri Jimin. Taehyung sendiri merasa sedikit merasa aneh.

"Terus, lo gimana sama Jungkook?"

"Gak akrab. Gak kayak dulu lagi."

Taehyung menunduk pelan, rasanya aneh mengetahui Jimin menjadi seperti ini.

"Tapi kan, dia adik lo. Lo gak boleh musuhin dia kayak gitu."

Sebenarnya, Jimin rindu juga untuk berinteraksi dengan Jungkook. Namun, dia canggung dan gengsi. Dan rasa marahnya masih ada kepada adiknya tersebut.

"Nggak dulu, gue masih gak mau berinteraksi dengan dia. Lagian, gue gak berinteraksi sama dia, dia keliatan bodoamatan, jadi nya gue ikutan gitu."

Taehyung menarik napas, sulit juga, ya.

"Terus, sampai kapan?"

"Sampai dia mau bersaing sama gue."

Taehyung tidak percaya dengan jawaban Jimin, yang menjawab pun keliatan santai sekali. Jimin benar-benar berjuang. Sebelumnya, selama berteman dengan pria tersebut, Taehyung tidak pernah melihat sisi pria itu yang seperti ini. Berarti, kali ini Jimin benar-benar serius untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Mendengar cerita dari pria itu juga, Jimin sudah lama sekali menyukai Kania. Jadi, dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan nya kali ini.

"Tapi kalau dia lebih milih Jungkook dari lo? Lo bakal gimana?"

"Nyadarin Kania kalau dia milih orang yang salah."

Jimin menyeruput minuman yang ia pesan, rasanya lelah sekali jika berbincang mengenai persaingan seperti ini.

Jimin memiliki sifat percaya diri, selalu. Ia akan selalu percaya diri untuk bersaing dengan siapapun mengenai Kania—memang bodoh, sih, tapi siapa memangnya yang tidak pernah bodoh dalam percintaan seperti ini? Namun, ada satu orang yang membuatnya tidak percaya diri. Iya, Jungkook, adiknya sendiri. Bagaimana tidak percaya diri?

Kania dengan mudahnya jatuh hati pada Jungkook, hubungan mereka hampir mencapai satu tahun. Selalu, selalu Kania datang ke rumah, memperlihatkan bagaimana dirinya yang sangat mencintai Jungkook.

Bagaimana Jimin tidak iri mengenai hal itu?

"Lo pasti menang, Jim."

Jimin menaikkan wajahnya melihat ke arah sahabat nya.

"Lo pasti bisa, gue yakin. Lo orang yang pantang menyerah, sob."

•••

"Mau cumi nggak?"

Ibu bertanya, mereka sudah sampai di pasar sekitar lima belas menit yang lalu. Sekarang mereka mencari apa yang ingin mereka beli.

Kania sedari tadi hanya mengikuti Ibu, karena bingung juga ingin membeli apa. Hanya membantu membawa barang saja sembari menggandeng tangan Ibu.

"Mau, Bu,"

Ibu tersenyum tipis, akhirnya mereka membeli cumi. Ibu senang karena Kania sudah cukup melupakan masalah sebelumnya.

"Bu, kalau Kak Jimin tiba-tiba datang untuk melamar. Bagaimana?"

"Tergantung Ayah, Ibu ikut Ayah." ucap Ibu lalu membayar cumi yang mereka beli.

"Ayah sendiri mengatakan jika dia ingin melihat kemampuan Jimin untuk mendapatkan mu kan, Nak?"

"Iya, Bu, tau."

Kania mengambil kantong plastik belanjaan tersebut kemudian mengajak Ibu untuk ke tempat sayuran.

"Aku memiliki firasat jika Ayah akan suka dengan Kak Jimin. Kak Jimin benar-benar serius untuk mengajakku menikah, Bu."

Ibu melirik Kania sekilas kemudian menarik napasnya, "Ibu tahu sayang, dia memang kelihatan baik, lebih baik dari Jungkook. Tapi, Ibu tetap tidak bisa memberikan kepercayaan kepada Jimin sepenuhnya. Ibu masih sangat takut. Benar yang dikatakan oleh Ayah jika Ayah harus mengetahui seberapa inginnya Jimin untuk menikah denganmu, jika hanya sekedar banyak berbicara tanpa aksi, percuma Sayang."

Kania hanya mengangguk pelan, "Iya, Bu. Aku mengerti."

Mereka pun berjalan menuju ke tempat sayur, memilih beberapa sayur, Kania juga ingin memakan salad, jadinya membeli buah juga. Toh, salad juga baik untuk kesehatan tubuh, apalagi ini Kania tengah hamil.

"Bagaimana jika Ayah tidak setuju jika Kak Jimin ingin menikahiku namun disituasi aku juga sudah mencintainya?"

"Belajar dari pengalaman." kata Ibu sambil memilih sayur. "Mendengar orang tua itu penting, jika tidak, akan terkena akibatnya sendiri."

"Iya, Bu. Namun, jika begitu, bagaimana dengan kondisi anakku?"

"Kita akan mengurusnya, Kania. Jangan terlalu berharap dengan seorang lelaki. Kita tidak tahu mana yang tulus ataupun sebaliknya, Sayang. Bisa saja dia ingin menikahimu karena anak ibu ini cantik, hanya karena kencantikanmu dan dia tidak ingin membantumu mengurus anakmu. Bagaimana?"

Benar kata Ibu, tidak ada yang bisa diharapkan kepada manusia. Tidak ada yang bisa dipercaya. Bahkan yang terdekat terkadang bisa menjadi musuh.

"Aku mengerti Bu, aku akan mengikuti keputusan Ayah."

"Ibu pun seperti itu, jika Ayah sudah memutuskan keputusannya. Ibu akan menerima dan mengikutinya. Suka maupun tidak suka. Itulah guna Ayahmu sebagai kepala keluarga, harus memberikan keputusan yang menurutnya tepat."

Berbicara seperti ini di tempat umum, rasanya aneh, namun juga menyenangkan.

"Bagaimana jika keputusan Ayah salah, tidak tepat?"

"Jika tidak tepat, tetap harus diterima. Toh, Ayah juga tidak memaksa kita untuk menerima keputusannya. Dia juga tidak meminta agar kita untuk mengikuti keputusannya ataupun kemauannya. Tepat ataupun tidak tepat keputusan yang Ayah berikan, kita tidak berhak untuk menyesali nya. Ayah pasti sudah memikirkan keputusan itu dengan teramat baik sehingga dia memilihnya, Ayah juga pasti memiliki alasan tersendiri untuk memilih keputusannya. Tepat ataupun tidak tepat, seharusnya kita bangga dengan keputusan yang kita putuskan, karena kita berani berpendapat dan mengambil resiko."

Kania merasa lega dengan jawaban Ibu, Ibu nya memang selalu memberikan jawaban yang terbaik untuknya, selalu bisa membuatnya tenang. Dalam situasi apa pun. Dia teramat bersyukur karena memiliki seorang Ibu yang berpikir dewasa dan selalu ada untuknya. Kecewa, tapi tidak pernah menyakitinya. Dalam perkataan ataupun perbuatan. Kania sangat menyayangi Ayah dan Ibunya. Tapi sayangnya, ia sudah membuat keduanya kecewa terlebih dahulu. Apa yang orang tuanya harapkan padanya, sepertinya sekarang sudah tidak diharapkan lagi. Toh, kehamilan ini banyak membuat resiko, apalagi—maaf, kasar—Kania hamil di luar nikah.

Kania tidak bisa mengatakan hidupnya beruntung atau sebaliknya. Ini kesalahannya, dia sendiri yang melakukannya. Kenapa dia harus menyalahkan takdir? Memang, dia sering mendengar jika semua yang terjadi merupakan rencana Tuhan, tapi bukan berarti dia harus kecewa kepada takdir dan berpikir yang tidak-tidak. Semua orang memiliki masalahnya masing-masing, entah yang menurut Kania yang lebih sulit ataupun lebih mudah darinya. Semua ada rencana, dan dibalik semua itu tentunya Tuhan sudah merencanakan yang terbaik untuk kita. Tergantung dengan diri sendiri ingin seperti apa. Tetap berusaha dan mencari kebahagiaan, atau hanya tetap stuck di sana dan mencari kesenangan sendiri.

Kebahagiaan dan kesenangan itu berbeda, omong-omong.

***

140423

Mistake (revisi) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang