"tidak ada yang bisa kau percaya, termasuk dirimu sendiri."***
Kania tertegun mendengar pertanyaan Ibu. Dia bahkan menelan ludah dengan susah payah. Ibu nya bertanya mengenai seberapa depresi nya dirinya. Perempuan hanya bisa tersenyum tipis untuk menjawabnya.
"Bu, ayo ke pasar. Nanti kesiangan, yang ada yang mau dibeli udah habis."
Ibu masih belum menjawab, perempuan tua itu menarik napas. Pertanyaan nya tidak dijawab. Tapi, walaupun tidak dijawab, Ibu tahu seberapa depresi anaknya.
"Kania, berjanji dengan Ibu untuk terus-menerus bersama Ibu. Menceritakan apa yang kamu rasakan. Tolong, ya?"
Kania terkekeh pelan lalu menggandeng sang Ibu, "tanpa Ibu meminta pun, akan aku lakukan. Aku akan menceritakan semua yang aku rasakan, Bu. Tenang saja, ya?" Ibu melirik ke arah sofa yang berisi lukisannya. "Oh, Ibu melihat lukisan yang aku buat, ya?"
"Ibu khawatir, Kania."
"Tenang saja, Bu. Aku baik-baik aja, nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Sekarang aku udah lumayan tenang, Bu. Nggak apa-apa, serius. Liat nih, aku baik-baik aja." Kania tersenyum lebar, memperlihatkan bahwa dia baik-baik saja, padahal sebenarnya tidak. Ini hanya cara untuk menghibur Ibu nya agar tidak terlalu memikirkan nya.
"Iya, Kania. Ibu terlalu takut dengan apa yang menimpa kamu saat ini."
Kania hanya bisa tersenyum, daritadi. Dirinya senang dikhawatirkan seperti itu. "Iya Bu, aku baik-baik saja, kok."
"Baiklah jika begitu. Kania, kapan kau ingin periksa kehamilan mu?"
"Nanti aku akan periksa sama Kak Jimin, sekitar satu Minggu lagi, Bu."
Ibu hanya mengangguk mengerti. Sejujurnya, dia tidak banyak berharap kepada Jimin yang akan menikahi anaknya. Ibu masih takut dengan kejadian sebelumnya. Bagaimanapun juga sebagai seorang ibu, Ibu tetap akan selalu mengkhawatirkan anaknya ini. Walaupun Jimin berkata dia ingin menikahi Kania, bukan berarti Ibu akan mempercayai pria itu sepenuhnya, dan melepaskan anaknya begitu saja kepada Jimin.
Jimin merupakan seorang pria. Ingat, pria.
Apalagi Jimin ini pria normal. Walaupun sangat dicintai oleh seorang pria, seorang perempuan juga harus sangat berhati-hati, dan tentunya harus menjaga diri dari seorang lelaki.
Tidak ada yang tahu mengenai sifat lelaki yang tulus ataupun tidak. Yang tulus saja bisa membawa pengaruh buruk.
•••
"Ji, gue mau makan siang di luar. Ayo temenin gue," ajak Taehyung sambil memandangi Jimin yang sedang sangat sibuk mengerjakan tugasnya. Yang ditanya, hanya diam, bahkan tidak melirik kepada bos nya. "Lo denger gak?"
"Iya, denger. Mau makan di mana?"
Taehyung full tersenyum, akhirnya Jimin ingin juga makan bersama dirinya. Akhir-akhir ini mereka jarang bersama. Biasanya, tidak sering sih memang, tetapi keduanya setelah pulang bekerja biasanya pergi ke Cafe untuk makan atau sekedar berbincang bersama. Tetapi, setelah Taehyung tau mengenai Jimin yang akan menikah, mereka berdua jadi jarang bersama karena Jimin yang terlalu fokus kepada sang wanita.
"Ada cafe baru, ayo pergi?"
"Iya, ayo. Tapi setelah makan langsung balik ke sini, Tae. Gue mau pekerjaan gue cepet selesai." kata Jimin sembari membereskan barang-barangnya, serta mematikan laptop nya.
"Nggak lama lah, kan cuma mau makan. Emang, lo mau kemana? Ada urusan, ya? Akhir-akhir ini selalu mau cepet pulang."
"Mau ketemu calon istri gue. Lagi pusing dikit ngurusnya." Taehyung sedikit tidak suka dengan pembicaraan ini. "Nanti gue ceritain di sana aja, deh. Males kalau di kantor." Taehyung mengangguk pelan, "Mobil gue atau lo?"
"Mobil gue aja."
"Bukan gue yang nyetir, kan?" Pria marga Kim hanya bisa menyeringai. "Hehe, tolong, ya?"
"Ya, terserah,"
Memang sih, kalau jalan bersama begini, selalu Jimin yang menyetir. Bukan karena Taehyung malas, dia hanya kurang ahli jika menyetir. Sedangkan Jimin, dia ahli sekali dalam menyetir mobil. Bisa-bisa Jimin ini menjadi pembalap saja.
Keduanya pun keluar dari ruangan dan menuju lobby, menunggu mobil nya dibawakan oleh Vallet. "Lo belum ceritain tentang cewek lo ini." kata Taehyung sambil memainkan ponselnya. Perempuan yang berhasil memikat hati sahabatnya itu siapa, sih? Dulu, Jimin ini sangat jarang dekat dengan wanita, ini kenapa tiba-tiba sudah ingin menikah saja?
"Belum, ya? Gue kira udah."
"Masih muda, udah pikunan aja lo."
Jimin hanya terkekeh pelan, "Lupa itu wajar."
Bukan masalah lupa atau bagaimana, Taehyung hanya merasa sedikit tidak nyaman. Setiap Jimin memiliki sesuatu yang ia simpan, pria itu pasti akan menceritakannya. Tapi, kali ini tidak. Bahkan tadi Jimin mengatakan bahwa dia lupa. Apa Taehyung sudah tidak penting untuk pria itu?
Pria Kim yang berada di sampingnya hanya tersenyum tipis menanggapinya. Sedikit merasa cemburu—bagaimana ya, dulu dia selalu diprioritaskan oleh Jimin. Bahkan, jika Jimin disuruh memilih, pria itu akan lebih memilih dirinya dibandingkan Adiknya.
Eh?
Adiknya, ya?
Bocah itu apa kabar? Sudah lama tidak bertemu.
Taehyung jadi memikirkan sesuatu yang cukup rumit. Haduh.
Selang beberapa menit akhirnya mereka masuk ke dalam mobil, tidak ada pembicaraan antara keduanya. Hanya terdapat suara dari radio saja. Memang sih, keduanya sepertinya sedang malas untuk membuka mulut.
Oh, sepertinya tidak, "Makan di mana? Gue gak tau, lo mau makan di mana," ucap Jimin. Taehyung baru tersadar akan hal itu. Dia tertawa pelan karena merasa lucu akan tingkah bodohnya, yang lupa memberitahu tujuan mereka kali ini.
"Gue sebenarnya lupa jalan, makanya gue ngajak lo buat makan bareng gue."
Kebiasaan banget Taehyung, serius.
Park Jimin hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, serta menarik napasnya panjang. "Tapi, lo tau nama restorannya, kan?" Jangan sampai Taehyung tidak tau. Jika sampai, dia akan turun dan meninggalkan Taehyung sendiri. Dan akan pulang menggunakan Taxi.
"Tau," Oh, syukurlah. Jimin tidak jadi emosi kalau begitu.
"Pakai Maps coba, Tae."
Taehyung mengeluarkan ponselnya, menurut dengan apa yang dikatakan oleh Jimin. Mencari nama restoran tersebut, dan, "Gotcha! Dapat. Sekitar 30 menit, kita akan sampai, Ji."
Ya, berarti restoran itu lumayan jauh jaraknya dari kantor. Tapi, bisa saja kan, karena rute yang mereka lewati memang macet. Jadinya, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai pada tujuan mereka.
"Rute nya gimana?" tanya Jimin.
"Hah, apanya?" Taehyung bingung. Tidak paham dengan maksud Jimin.
"Maksud gue jalan rute nya. Hijau, merah, kuning?"
"Emang kenapa?"
Astaga, banyak sekali tanya nya. Ingin marah tapi orang yang bertanya seperti itu adalah sahabatnya. Lelah sekali. Sejujurnya, Taehyung ini sangat lemot. Jimim pernah berpikir, kenapa pria itu bisa menjadi bos nya, padahal Taehyung itu sangat lemot.
"Jawab aja dulu."
"Kuning," Berarti lumayan macet. Untung bukan warna merah. Jika warna merah, bisa saja mereka baru sampai sekitar satu jam lagi. "Tandanya apa kalau kuning?"
"Lumayan macet."
Taehyung mengangguk-angguk paham, "Berarti lumayan lama. Di perjalanan gini enaknya kita saling cerita."
"Cerita tentang apa?" tanya Jimin.
"Apa aja juga boleh, mungkin salah satunya, tentang calon istri lo?"
•••
060423
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake (revisi) ✓
RomanceEND Park Jimin tidak pernah menyangka, di usianya yang masih berusia 25 tahun sudah harus menikah dengan perempuan yang ia tidak cintai, hanya karena kesalahan yang adiknya perbuat. - pjm_will, 27 Oktober 2022. pretty cover by InaGaemgyu.