"ada banyak hal yang tidak aku ketahui. kita hidup seperti orang bodoh, kita menjalani hidup seperti orang bodoh, dan terus-menerus bertahan hidup tanpa ada rasa semangat.sebenarnya, apa yang aku tunggu di dunia ini?"
[ disarankan untuk mendengar lagu yang sudah disediakan di atas. ]
***
Jam setengah 8 pagi ini, Jimin sudah berada di dalam rumah Kania. Disambut dengan baik oleh kedua orang tua perempuan itu. Orang tua Kania tidak mengetahui jika Jimin merupakan Kakak dari Jungkook, karena memang Jungkook tidak pernah mengenalkannya, tapi yang diketahui oleh orang tua Kania jika Jeon memang memiliki satu kakak tiri laki-laki. Jadi mereka mempersilakan saja Jimin untuk masuk ke dalam rumah. Pria itu sendiri berpikir, bagaimana jika kedua orang tua Kania mengetahui dirinya adalah Kakak dari Jungkook? Apa yang akan kedua orang tua perempuan itu lakukan padanya?
"Kau temannya Kania, ya?" tanya Ibu Kania sembari membawakan minuman kepada Jimin. Jimin sedikit terkejut dengan Ibu Kania yang tiba-tiba datang dan bertanya kepadanya. Pria muda itu tampak berpikir, dia menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak terasa gatal sama sekali. Bingung ingin menjawab apa. Toh, pastinya sang ibu was-was anaknya diajak oleh seorang pria setelah kejadian yang menimpanya.
"Saya sebenarnya Kakak dari mantan pacarnya Kania, namaku Park Jimin." Ibu dan Ayah terkejut bukan main mendengar ucapan dari Jimin. Keduanya menatap pria muda itu dengan tatapan terkejutnya, bahkan Ibu mematung di depan Jimin. "Maaf tante dan om, adik saya tidak bertanggung jawab atas tingkah lakunya." kata Jimin sembari menunduk, dia juga merasa bersalah dan cukup takut dengan kedua orang tua nya Kania sekarang. Tatapan yang wanita tua berikan itu cukup menakutkan. Dia seperti tidak percaya jika Jimin ini merupakan Kakak Jungkook.
"Tidak apa," Jimin mendongak menatap Ayah Kania. "Kami tidak bisa menyamakan dirimu dengan Jungkook, walaupun kalian bersaudara. Terima kasih ya, Nak, sudah tetap ingin berteman dengan putriku. Kania, kemarin dia hampir membunuh dirinya secara tidak langsung karena hal ini. Dia merasa berat, terlalu banyak yang ia pikir, sampai-sampai kemarin dia menyakiti dirinya sendiri."
Jimin mengepalkan tangannya, apa yang dilakukan oleh Kania? Kenapa dia bisa berpikir untuk melakukan hal itu? Kenapa dia tidak berpikir mengenai resikonya? Pria itu hanya bisa menghela napasnya, sepertinya dia akan memberi sedikit nasihat kepada Kania agar tidak melakukan hal seperti ini lagi. Selain membahayakan dirinya, Kania juga telah membahayakan calon bayi nya. Benar-benar gila.
"Akan ku jaga dia sebisa ku. Dia benar-benar perempuan keras kepala, kemarin sudah ku katakan untuk menjaga dirinya sendiri. Karena sekarang, terdapat calon bayi di dalam perutnya. Sepertinya, aku harus kembali menasihatinya."
Ibu hanya tersenyum mendengar Jimin, pria itu tidak sadar jika dia kebanyakan mengomel.
Berbeda.
Dari penglihatan Ibu, Jungkook dan Jimin sangat berbeda dalam menjaga putrinya. Jimin terlihat jauh lebih baik dari Jungkook. Pria muda yang tengah duduk di sofa nya ini tidak segan-segan untuk mengatakan akan menasihati putrinya, tidak segan-segan mengatakan putrinya merupakan orang yang keras kepala.
Ibu bersyukur jika terdapat seseorang seperti Jimin yang menjaga putrinya. Tapi, tetap saja. Dia tidak akan memberi kepercayaan 100% kepada pria yang tengah dekat dengan putrinya sekarang. Ibu sudah belajar dari kesalahannya karena terlalu mempercayai Jungkook.
"Jimin, minum dulu ya, aku akan memanggil Kania. Dia lama sekali." Jimin hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Kemudian Ibu meninggalkan Jimin dan suaminya di sana, dia berjalan menuju ke kamar putrinya untuk memanggilnya. Tidak baik jika membuat seseorang menunggu. Apalagi, Jimin ini niatnya baik untuk mengajaknya ke supermarket membeli vitamin dan makanan bergizi untuk dirinya.
"Kania Lim," ibu mengetuk-etuk pintu kamar putrinya lalu masuk. Dia melihat jika putrinya ini tengah duduk terdiam di atas kasur, tampaknya, Kania sedang melamun. "Nak, Jimin menunggu mu. Ayo, keluar," Kania tersentak ketika Ibu memukul-mukul pelan pundaknya.
"Ah, Ibu.."
"Kenapa melamun? Jangan keseringan melamun begitu, tidak baik." Kania hanya tersenyum tipis menanggapinya. Ia hanya melamun dan berpikir mengenai apa yang tidak seharusnya dia pikirkan. Ia memikirkan Jungkook lagi, banyak sekali yang ia pikirkan. "Kau sudah siap, kan? Ayo keluar, dia menunggu mu. Tidak baik membuat seseorang menunggu."
Kania lagi-lagi hanya tersenyum tipis, dia beranjak berdiri, ditemani oleh Ibunya. Keluar dari kamar dan bertemu dengan Jimin yang tengah duduk di sofa sembari bercerita dengan Ayah nya. Apa yang mereka bicarakan ya?
"Kak," Kania memanggil. "Aku.. lama ya?"
"Iya, lo lama. Udah siap?"
Ceplas ceplos.
Jimin tidak peduli jika dia dinilai ketus oleh kedua orang tua Kania. Toh, kan yang ia katakan merupakan fakta.
"Udah kak, kapan kita berangkat?"
"Lo maunya kapan?" Jimin malah bertanya juga, mengundang tawa dari ibu. Merasa lucu dengan interaksi kedua anak muda ini.
"Sekarang, mungkin?" Pria itu akhirnya mengangguk kemudian berdiri, bersiap-siap untuk pergi sekarang. "Eh, sekarang?" tanya Kania ketika Jimin bersalaman dengan kedua orang tuanya untuk pamit membawa anak tunggal mereka untuk ke supermarket.
"Tahun depan," ketus Jimin. "Ya, sekarang, Kania. Pamit sama Ibu dan Ayah lo dulu." Perempuan itu langsung saja pamit dengan kedua orang tuanya di sana. Kemudian, keduanya pun pergi ke tempat tujuan. Di mobil, keduanya hanya diam, tidak ada yang memulai pembicaraan sampai Jimin mengingat sesuatu mengenai Kania. "Oh iya, Ayah lo cerita tentang apa yang lo lakuin kemarin. Kemarin lo lagi kesurupan apa gimana?"
"Hah.. maksudnya gimana, Kak?" Kania memang tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Jimin barusan. Dia keringat dingin sekarang. Jimin terlihat sangat mengerikan jika sudah seperti itu. Bertanya dengan basa-basi menggunakan kata-kata yang sedikit ketus dan menyakitkan hati. Bisa dilihat, cowok itu tertawa pelan sekarang, Kania sendiri meremas kedua tangannya karena cukup takut.
"Lo pura-pura lupa, gak tau, atau pura-pura bodoh, Kania? Maaf aja, walaupun lo hamil, bukan berarti gue gak bisa berkata kasar begini. Soalnya, lo yang lagi hamil pun nggak bisa berpikir dengan baik. Dan kayaknya, harus pakai kata-kata kasar dulu baru lo paham. Iya, kan?" Kania terdiam, sepertinya dia mulai tau pembicaraan ini. "Apa lo masih belum tau kesalahan lo?"
"Udah, Kak. Udah. Maaf,"
"Jangan minta maaf sama gue, Kania. Minta maaf sama anak lo. Bukan gue yang ngerasain saat lo nyakitin diri lo sendiri, tapi dia yang ngerasain."
Kania jadi terpikir dengan kata-kata Jimin, memang benar, dia harus mendapatkan kata-kata kasar dulu baru mengerti, baru terpikir. Kenapa dia sebodoh ini?
Kania melihat ke arah perutnya kemudian mengelus-elus perutnya dengan amat lembut sambil meminta maaf dalam hatinya. Ah tidak, tidak boleh. Dia harus berbicara langsung, jika hanya dalam hati, kelihatannya dia tidak benar-benar minta maaf. "Hei adik kecil, maafin aku ya karena kemarin udah ngelakuin hal bodoh yang nyakitin kamu. Maafin aku yang bodoh dan ceroboh, seharusnya aku jagain kamu, bukan nyakitin kamu. Maaf," ucapnya, tanpa dia sadari Jimin di sebelahnya yang sibuk menyetir diam-diam tersenyum tipis mendengarnya.
"Pinter, kalau udah tau gitu jangan dilakuin lagi. Kalau lo lakuin lagi, ya.. ingat aja. Lo bukan cuman nyakitin diri sendiri, tapi nyakitin calon anak lo. Dia titipan dari Tuhan, jangan lo anggap remeh kehadirannya. Sekarang mungkin lo ngerasa gak nyangka bakal punya anak di usia begini, lo kemungkinan stress, frustasi, mungkin bahkan lo depresi karena kehadiran nya yang ngebuat kehidupan lo berubah drastis. Ngebuat rencana kehidupan yang lo udah rencanain dari lama, malah hancur karena kehadirannya. Tapi, gue sendiri berharap lo jangan anggap kehadiran nya beban, jangan anggap kehadirannya sebagai penghancur hidup lo. Lo ataupun gue gak bakal tau kedepannya, bisa aja anak ini, di masa depan, malah ngebuat hidup lo bahagia. Lo yang sekarang sedih, banyak nangis, di masa depan lo bakal banyak ketawa dan senyum karena kehadirannya. Jaga baik-baik calon anak lo, Kania. Karena gue, bakal selalu ada buat lo berdua, saat lo berdua butuh sesuatu, gue bakal ada. Jangan ngebuat gue kecewa lagi karena tindakan lo yang lo lakukan tanpa lo pikir. Dia, yang di perut lo, adalah malaikat lo sekarang. Paham?"
•••
15/11/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake (revisi) ✓
RomanceEND Park Jimin tidak pernah menyangka, di usianya yang masih berusia 25 tahun sudah harus menikah dengan perempuan yang ia tidak cintai, hanya karena kesalahan yang adiknya perbuat. - pjm_will, 27 Oktober 2022. pretty cover by InaGaemgyu.