3. Perjanjian Dimasa Lalu

661 68 135
                                    

Tandai Kalau Ada Typo⚠️

Happy reading

🦋
🦋
🦋

"Perjodohan apa yang Bunda maksud?"

Luna langsung bangun dan duduk tegap di depan sang Bunda. Menatap lurus ke wajah ibunya yang menunduk.

"Maafin Bunda, Nak." Laras tidak menjawab dia malah menangis.

Luna mendongakkan kepalanya, memijit pelipis dengan kasar, dia merasa lelah juga pusing. Ingin sekali bertanya lebih jauh tapi ia tak tega membuat Bunda nya menangis lagi.

"Luna, Bunda mohon kamu terima perjodohan itu, Bunda hanya ingin kamu mendapatkan kebahagiaan dari membangun keluarga sendiri. Bunda tau rasanya ini terlalu cepat, tapi tidak ada salahnya, Nak."

Gadis itu menggeleng tak percaya. "Siapa yang membuat perjodohan konyol itu? Pasti Ayah kan? Iya kan, Bun?" Luna berteriak marah dia berjalan keluar kamar meninggalkan sang Bunda sendirian.

Langkah kakinya terus mencari Dafit yang kini tengah duduk di ruang TV sembari memboyong Lina juga Maria, bayi perempuan itu.

"Ayah! Apa kau gila ingin menjodohkan ku di usia ku yang baru 17 tahun ini?!" Luna mendelik tajam.

Dafit tersenyum sinis. "Jadi ibu mu itu sudah memberitahu mu, ya? Tinggi juga nyali nya." sarkas nya pelan.

"Aku tidak butuh omong kosongmu! Perjodohan sialan ini pasti Ayah yang merencanakan nya, kan!"

Dafit berjalan menuju tangga lalu tersenyum semanis mungkin, tak lupa pria itu menampilkan wajah sendu yang di buat-buat. "Lihat Laras! Anakmu mulai kurang ajar kepadaku... Tapi tidak papa, aku tak peduli."

Tangan Dafit mulai mengelus rambut sang anak, perlahan dan penuh kelembutan. Namun hal itu membuat Luna merasa jijik juga marah ketika tangan pria brengsek yang sudah menyakiti Bunda nya kini menyentuh tubuhnya barang sedikit pun.

"Ayah melakukannya karena ingin kamu bahagia, sayang. Saya tahu kamu tidak bahagia kan hidup dengan Bunda mu?"

Mendengar itu Luna menggeram marah lalu menepis kasar tangan Dafit. "Kebahagiaan apa yang Ayah ucapkan, hah? Untuk bernapas saja kini aku kesulitan!"

Laras yang semula masih bergeming di ujung tangga dia mulai menuruni anak tangga lalu menghampiri Luna yang mulai tersulut emosi. "Sudah, Nak. Ayah kamu benar."

Entah mengapa suara lembut Laras kini tak mempan untuk mengalihkan atensi Luna.

"Stop Bunda! Aku hanya ingin menuntut jawaban akan pertanyaan ku tadi kepada Ayah. Jawab! Kebahagiaan apa yang kau maksud?"

"Apa Ayah berniat menjual ku pada rekan bisnismu? Apa kau berniat menjauhkan ku dari Bunda? Apa kau ingin mengusirku dari rumah ku sendiri? Hah? Jawab!" teriak Luna menarik rambutnya sendiri.

Dia menatap sedih ke Laras, Bunda yang melihat anaknya semenderita ini hanya menggeleng berusaha untuk menepis segala pikiran Luna.

Wajah Dafit yang tadinya memasang ekspresi lemah, sedih, kini berubah drastis menjadi tatapan benci ke anaknya. "Luna...Luna... Kamu benar! Memang saya berniat mengusirmu dari rumah ini, tapi itu bukan murni keputusan sepihak dari saya, perjodohan ini sudah tercatat dalam perjanjian yang saya dan Bunda mu sepakati. Bukan begitu, Laras?" Senyuman smirk Dafit menutup argumennya.

Luna Dengan Segala Lukanya (On-Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang