#TrueStory (diadaptasi dari cerita dan karakter nyata, hanya ditambahi bumbu pemanis).
Apakah kalian percaya bahwa ada pershabatan yang tidak menggunakan hati?
Announcement! Cerita ini bergenre LGBT, bagi yang tidak suka dengan genre seperti ini bis...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah peristiwa dimana Dicky nangis sejadi-jadinya dipelukan sang abah, Dicky udah mulai sedikit tenang.
Sekarang jam 05:45, suasana subuh di Tasik bener-bener beda sama suasana subuh di Jakarta Tangerang. Disini beneran asri pedesaan nya, gua bener-bener menikmati setiap oksigen yang masuk ke rongga hidung gua.
"Ky, udah agak lega?"
Fyi, semalem Dicky minta anterin buat ke makam ambunya, di temani sama abah dan juga gua.
Dicky noleh ke arah gua dengan mata yang sembab, dia senyum terus ngangguk kecil.
"Lu mau cari mak—" Ucapan gua kepotong karena tiba-tiba Dicky nyodorin jari telunjuknya ke bibir gua.
Gua yang di perlakukan kaya gitu langsung masang wajah bertanya-tanya, apa ada yang salah sama ucapan gua?
"Disini ga boleh gua lu, bukan ga boleh, tapi terkesan ga sopan dan nanti di pandang aneh sama warga sekitar."
Jadi, Dicky ini tinggal di daerah Tasik yang memang daerahnya ini mengusung bahasa yang halus, jadi disini itu terbiasa aku-kamu.
"Jadi harus aku-kamu?"
Dicky bales pakai anggukan.
"Aku masih mau disini buat dua minggu, kamu kalau mau pulang gapapa, biar nanti aku anter pakai mobil bunda, nanti balik kesini lagi aku bisa pakai motor."
Denger Dicky aku-kamu kaya gitu sedikit aneh dan asing di telinga gua, cuma mau gimana pun gua harus menaati aturan daerah sini.
Gua spontan gelengi kepala.
"Aku disini juga, mau pulang bareng kamu aja nanti."
Gua sedikit ngerasa aneh dan geli, karena ini kali pertama gua aku-kamuan sama Dicky.
"Kabarin bunda dulu, habis ini aku mau ke makam ambu lagi."
"Apa ga terlalu pagi?"
"Gapapa, sekalian jalan-jalan."
Um, buat yang nanya kenapa gua baru tau kalau daerah Dicky itu harus aku-kamu sedangkan gua pernah ketemu sama ambu nya Dicky. Karena pada saat itu, ambu Dicky main ke Jakarta buat nengokin anaknya, dia dateng sendirian.
Ambu Dicky di Jakarta cukup lama, sebulanan kalau ga salah, makanya itu gua bisa sedeket itu sama ambunya karena ambunya pun welcome ke gua, bener-bener ramah banget.
Lanjut, gua langsung berinisiatif telfon bunda, terus handphone nya gua suguhin ke Dicky.
"Kamu aja yang izin."
Dicky cuma bales pake raut wajah males, dia langsung ambil handphone gua dan ngobrol sama bunda.
"Terus baju-baju Alan gimana?"
"Beres bun, pakai punya Dicky aja."
Kira-kira kaya gitu lah percakapannya.
Dicky sama bunda bisa dibilang cukup deket dan akrab, karena persahabatan gua sama Dicky yang terbilang cukup lama ngebuat Dicky bisa akrab sama bunda.