23. belum tuntas

145 27 0
                                    

Seisi ruangan itu menjadi amat berisik karena suara teriakan Harsa dan juga Justin. Kedua laki-laki itu kini tengah bermain ps berdua.

Di lain sisi, ada Zelda yang tengah kesal sendiri karena tak bisa tertidur karena terlalu berisik.

Selang beberapa menit, gadis itu turun dari single bed yang tadinya ia tempati untuk tidur lalu beralih ke lantai kemudian merebahkan tubuhnya di samping Justin yang sedang asik bermain bersama Harsa.

"Tidur gak lo?" celetuk Justin saat melihat Zelda menaruh kepalanya di paha milik Justin, "gak bisa tidur gue, lo berdua berisik," beber Zelda dengan wajah kesal.

Paham akan maksud gadis itu, Justin kini menyimpan stik ps itu dan lalu mengusap rambut milik Zelda.

"Lah kok berhenti, sih? Ngalah lo?" celetuk Harsa yang tiba-tiba saja melihat Justin menaruh stik ps itu di sampingnya.

Justin memutar bola matanya kesal, "Lo gak liat nih anak?" tanya Justin seraya menunjuk Zelda yang sudah menutup matanya. Mungkin gadis itu sudah menuju ke alam mimpinya.

"Gue masih penasaran deh soal Zelda, orang tua nya kenapa bisa nitipin dia ke lo?" ucapan Harsa yang satu ini mampu membuat Justin sedikit merinding. Apa Harsa mulai curiga?

Dengan modal percaya diri nya, Justin menghembuskan napas nya dan berkata, "Orang tua Zelda lagi di Milan bantuan bisnis papa gue buat sementara, jadinya mereka nitipin nih anak ke gue," ungkapnya sedikit gugup, takut jika Harsa curiga.

Mendengar ucapan Justin, Harsa mengangguk paham, "Satu lagi, nih bocil kematian emang gak sekolah apa gimana, deh? gak pernah gue liat dia ke sekolah atau semacamnya gitu?" Bagus! Sekarang, apa yang harus Justin katakan?

Setelah berdiam diri dan bingung ingin mengatakan apalagi, akhirnya Justin kembali mengelabui Harsa. "Sekolah, tapi bukan disini, Mama Papa nya kayaknya juga udah mintain surat izin ke sekolah nya,"

﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌

Tercium aroma dari luka lama, ada sepenggal kisah yang belum usai.

lelaki itu menatap putus asa ke arah para sahabatnya, "Mau sampai kapan?" parau nya.

Para lelaki itu menghela napasnya lelah. Perihal damai yang masih tak tercapai, seperti takdir yang di paksa rela dan ikhlas yang seharusnya.

"Sampai dia dapat yang seharusnya dia dapatkan sejak awal. Sampai dia bisa pamit sama semesta nya, kita tunggu aja," tegas salah satu lelaki yang berada di sana.

Para remaja laki-laki itu memandang iba kepada sesosok tubuh yang tengah tak berdaya itu.

Rasa itu masih mendalam, bahkan sampai sekarang. Ia masih terikat oleh banyak hal.

﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌﹌

Setelah bermain ps berdua dengan Harsa, Justin tiba-tiba saja menerima pesan dari Serana.

Ting!

Serana
[tin, lo lagi sibuk, gak?]

you
[gak sih, ser]
[kenapa?]

Serana
[temenin gue bisa, gak?]
[mau pergi nge print makalah tapi mobil gue lagi di bengkel]
[sopir gue juga lagi pulang kampung]
[mau naik taksi juga gue tajut, inget kan tahun lalu kejadian nya gimana?]

you
[gak perlu lo jelasin serinci itu juga kali, Ser]
[yaudah bentar, gue siap-siap dulu]

[sekalian juga gue mau ngeprint modul]

Serana
[nah, yaudah sekalian aja, modul nya juga harus di kumpul 2 hari lagi kan?]

you
[sip]

"Sa? Lo gak papa gue tinggal bentar? Gue mau nemenin Sera ngeprint, sekalian mau ngeprint modul gue juga, takut lupa gue" Justin sebenarnya tahu meninggalkan Harsa bersama dengan Zelda disini. Bukan karena mereka adalah dua manusia yang berbeda jenis, tetapi takut jika Zelda terbangun dan membuat kekacauan bersama Harsa. Dua orang ini benar-benar tak bisa di prediksi tingkah laku nya.

Harsa yang tadinya bersandar lelah di pinggiran kasur milik Justin hanya mengangguk setuju. "Sekalian punya gue juga, sama nitip pulpen juga, capek gue minjem mulu"

"Gak modal banget lo, tai!" cetus Justin sembari bersiap-siap untuk pergi.

Setelah bersiap-siap, Justin mendekat ke arah Zelda yang tengah tertidur pulas lalu memindahkan gadis itu ke kasur nya agar tak terganggu jika Harsa bermain.

"Jagain nih anak bentar, kalau ada apa-apa langsung telepon gue." Jika ada yang heran kenapa Justin berani meninggalkan Harsa dan Zelda hanya berdua disini, jawabannya adalah karena Justin mempercayai Harsa. laki-laki satu itu tak akan berbuat yang tidak-tidak.

Harsa hanya mengiyakan permintaan dari Justin, setelah laki-laki itu pergi meninggalkan rumah, Harsa menghela napas lega. Laki-laki itu kemudian berdiri dan mendekati Zelda yang tengah tampak tertidur pulas.

Mata Harsa menatap lelah ke arah Zelda. Laki-laki itu mendekatkan dirinya pada Zelda lalu mengambil bantal yang tersedia di samping gadis itu.

Bugh!

"Justin udah per── akh!" jerit Harsa saat membangunkan Zelda namun tiba-tiba malah kaki gadis itu yang terbangun duluan daripada kepalanya. Sial nya lagi kaki Zelda menendang ke arah hidung Harsa secara tak sengaja.

Dengan jantung yang berdegup, Zelda buru-buru bangun dan mengecek keadaan Harsa yang tengah terduduk di lantai seraya menundukkan kepalanya.

Zelda memperbaiki posisi duduknya di atas kasur Justin, "Gak papa kan lo?" Lihat betapa tak tahu dirinya manusia satu ini.

Harsa mendongakkan kepalanya menatap sinis ke arah Zelda, "Masih nanya lo?" ujar nya menghela napas menahan emosi nya yang tampak akan meledak saat ini.

Melihat kondisi Harsa, Zelda buru-buru berdiri dari posisinya untuk mencari tissue. Ya, hidung Harsa berdarah gara-gara Zelda.

"Nih nih! Dongak dikit" ucap nya membantu Harsa membersihkan darah yang masih ada di hidung Harsa.

Zelda sedikit menjauhkan tubuhnya merasa sedikit bersalah. "Sorry, ya? sumpah gue gak sengaja"

Beberapa detik setelah Zelda mengatakan itu, sama sekali tak ada jawaban dari Harsa membuat Zelda merasa sedikit bersalah, "Sa? Lo marah, ya?" tanya nya pada Harsa yang masih sibuk membersihkan darah yang ada pada hidung nya.

"Ayo ke ruang tamu, yang lain kayak nya bentar lagi datang" ajak Harsa lalu berdiri dari duduknya dan keluar begitu saja dari kamar itu tanpa memedulikan Zelda. Apa laki-laki itu benar-benar marah? Tapi kan Zelda sudah meminta maaf? Ah sudahlah!

melihat Harsa yang sudah pergi duluan, gadis itu buru-buru berdiri dan mengikuti kemana perginya Harsa.

Setelah sampai di ruang tamu, mereka berdua duduk di sofa seraya menunggu kehadiran orang-orang yang mereka tunggu kedatangannya.

Suasana canggung kini menyelimuti keduanya, "Sa? Lo beneran marah ya sama gue? Gue minta maaf, gue gak sengaja sumpah! Refleks soalnya kaget," ujar nya seraya berusaha menatap wajah Harsa, namun Harsa malah terus menghindari nya.

Mendengar permintaan maaf dari Zelda membuat Harsa ingin tertawa terbahak-bahak, "Justin nemuin nih bocah dimana, deh?" gumamnya dalam hati. Padahal aslinya Harsa sama sekali tak marah pada Zelda. Laki-laki itu hanya bermaksud bercanda, namun malah keterusan. Dasar.

THE MAGIC OF LIBRARY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang