Chapter 3

114 7 0
                                    

Ha-na perlahan-lahan memejamkan mata dan membuka matanya sambil berusaha mengatur nafasnya.

"Jangan berbohong ... kau bajingan."

Seperti kebiasaan, kata-kata kotor itu keluar dari sela-sela bibirnya terlebih dahulu. Setelah beberapa saat terdiam, si penelepon dengan tenang melanjutkan berbicara.

[Maafkan aku.]

Ha-na merasa tanah di bawah kakinya menghilang. Pikirannya kosong dan pandangannya kabur saat air mata memenuhi matanya. Ia bersandar pada kap mobil van untuk menenangkan diri dan bahkan tidak perlu berkedip sebelum air matanya menetes, membasahi wajahnya.

"Tidak... tidak! Itu tidak benar! Jangan bohongi aku!" pekik Ha-na dengan melengking.

Tentu saja kabar buruk itu membuatnya seperti sedang disambar oleh petir. Bagai durjana sang malapetaka.

Ha-na akhirnya pingsan. Terkejut dengan situasi yang tiba-tiba terjadi, Jeon Yu-cheol dan para detektif lainnya bergegas maju untuk mendukungnya.

Dering di telinganya menyebabkan suara-suara mereka yang prihatin memudar menjadi latar belakang. Yu-cheol dengan lembut mengambil telepon dari tangannya dan berbicara dengan penelepon. Setelah beberapa saat mendengarkan dalam diam, wajahnya memucat dan kemudian dia mulai berteriak ke telepon.

Dia melampiaskan kemarahannya pada si penelepon dengan mengeluarkan kata-kata umpatan yang bahkan tidak pernah didengarnya. Bagi Ha-na, semua yang terjadi di sekelilingnya terasa sangat tidak nyata.

Seperti sebuah drama rumit yang sedang dipentaskan di atas panggung yang kasar.

"Ini tidak mungkin nyata!" gumam Ha-na dengan wajah yang pucat.

"Hei, bangunlah. Kamu harus tenang, Lee Ha-na! Ayolah!"

Yu-cheol meraih lengannya dengan kasar, mengguncangnya.

Mata Ha-na yang memerah terlihat kabur.

"Bangun, bajingan!"

"Dui... tidak mungkin mati. Sunbae, kau juga tahu itu. Tolong katakan sesuatu! Dui bukan tipe orang yang akan mati begitu saja!" (TL: Dui = Do-hyun)

Ha-na berteriak-teriak histeris. Dia kini benar-benar sudah kehilangan akalnya. Di mana saat Ha-na berteriak, Yu-cheol hanya mengangguk dengan ekspresi getir di wajahnya.

"Ya, bagaimana mungkin Do-hyun bisa mati? Jadi, mari kita tenang dan memikirkan hal ini, oke? Kau harus menenangkan diri, Ha-na! Tenangkan dirimu!"

Tak ada jawaban apapun dari Ha-na. Wanita itu sudah seperti berada di alam lain saat ini. Pikirannya kacau dan juga kosong. Tentu wajahnya sudah sangat pucat pasi.

Ha-na sudah lelah berurusan dengan kematian.

Ada kalanya sebuah bom meledak hanya 100 meter dari posisinya dan sebuah bangunan runtuh dengan rekan-rekannya di dalamnya.

Dia bahkan pernah menyaksikan kepala rekan-rekannya meledak tiga kali.

Karena dia hanya manusia biasa, kematian adalah tragedi mutlak yang tidak ada pilihan lain selain menerimanya.

Namun, mengalami kematian anggota keluarga itu berbeda.

Hilangnya orang yang dicintai, satu-satunya makhluk yang cukup berharga di Bumi yang mempertaruhkan nyawanya, sangat menyakitkan.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Ha-na mengalami rasa sakit yang luar biasa karena patah hati.

"Ughhhh!!" Dada Ha-na terasa seperti sedang dihujami oleh ribuan anak panah.

Dilettante [Indonesian Translation]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang