10. 𝐊𝐞𝐫𝐚𝐬 𝐊𝐞𝐩𝐚𝐥𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐀𝐧𝐚𝐤 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐚

12 0 0
                                    

𝑾𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒐𝒓𝒐𝒏𝒈𝒌𝒖 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒉 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒎𝒂𝒋𝒖 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒌𝒊𝒓.
𝑴𝒆𝒎𝒖𝒕𝒂𝒓 𝒐𝒕𝒂𝒌 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝒑𝒂𝒉𝒂𝒎 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒎𝒂𝒎𝒑𝒖 𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒆𝒓𝒕𝒊.
𝑰𝒏𝒊 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒖𝒔𝒊𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒌𝒖𝒕𝒊 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖, 𝒏𝒂𝒎𝒖𝒏 𝒌𝒂𝒕𝒂 𝒅𝒆𝒘𝒂𝒔𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒑𝒂𝒌𝒔𝒂 𝒎𝒂𝒔𝒖𝒌 𝒌𝒆 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒅𝒖𝒏𝒊𝒂 𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒅𝒊 𝒃𝒂𝒘𝒂𝒉 𝒖𝒎𝒖𝒓.
𝑯𝒂𝒊𝒊... 𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒎𝒑𝒖𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂

Walau semua berjalan dengan tak semestinya, aku tetap berusaha untuk tegak dalam menghadapinya. Bukan perkara siapa yang harus mengerti, tapi aku harus siap untuk menerima segalanya disini.

Aku terbiasa menyelesaikan semua masalah ku sendiri, tanpa melibatkan orang lain untuk sekedar meringankan beban di pundak ini. Aku hanya mampu bersimpuh kepada Allah SWT sebagai bentuk kelemahan manusia biasa. Harap dan doaku hanya tergantung pada Sang Kuasa dan berakhir dengan berserah diri kepada-Nya.

Saat hati kecilku berkata aku mampu melewatinya, akan ku pastikan berhasil untuk membuktikannya. Meski rintangan datang bertubi-tubi takkan mampu menggoyahkan tekad bulat yang terlanjur ku miliki. Aku mungkin terjatuh bahkan terluka, namun tidak ada obat terbaik bagiku selain mendapatkan apa yang ku mau.

Sejak kecil aku telah bergelut dengan sesuatu yang mustahil untuk ku. Jika aku tak bisa berjalan maka aku akan merangkak. Kenyataan yang membuatku terpaksa melakukan apa yang tidak pernah ku pikirkan. Saat tak ada lagi jalan keluar yang ku temukan, aku tidak menerima jalan buntu yang membuatku terjebak di dalam ketakutan.

Bahkan jiwaku masih terpenuhi rasa takut yang harus ku ubah dengan keberanian. Gadis kecil ini terlatih menjadi lebih berani setelah rentetan peristiwa kehidupan terjadi.

Kedewasaan yang ku alami begitu cepat menghampiri, seakan tak ada masa untukku bermain dan bercanda di dunia ini. Jika aku tak bergegas lebih awal, semua akan menjauh dari genggaman. Banyak tuntutan telah terdaftar dalam agenda harian. Hingga seluruh waktu terkikis untuk mewujudkan semua impian yang tak pasti ku dapatkan.

Jika aku begitu keras kepala, itu hanyalah visualisasi dari lelahku menghadapi kerasnya dunia. Aku akan pulang ke dalam rumah yang penuh kehangatan, tapi bukan lagi sebuah pelukan. Aku tidak manja, aku hanya butuh perhatian. Seperti inginku merasakan kasih sayang lebih besar yang belum pernah ku dapatkan. Saat suara seseorang meninggi di depan mataku, hanya akan menghancurkan kembali kepingan hati ini yang sudah lama tersusun tak sempurna lagi.

Sebuah kenyataan bahwa aku tak sanggup melanjutkannya, perjalanan yang semakin jauh ku lalui akan semakin brutal menghantam diri ini. Jatuh dan terluka menjadi hal wajar, hingga tak ada yang berniat untuk memberikan belas kasihan.

Aku bukan wanita lemah, anak pertama sepertiku seharusnya takkan menerima kekalahan. Kata para penasehat, kamu hanya boleh beristirahat bukan berhenti. Jika tidak berjuang lagi adalah pilihanmu, maka kegagalan adalah hasil yang selama ini kau tunggu. Apa yang ku katakan kepada diriku sendiri memang tak sebanding dengan apa yang harus ku hadapi dan telah ku alami. Kata-kata ini terkadang hanya akan merusak suasana hati, bukan memberikan motivasi. Apalah dayaku, aku harap serangkaian kata dapat menyampaikan apa yang tak mampu ku jelaskan.

Sampai pada akhirnya, aku sulit memilih kata yang dapat mewakilkan apa yang dirasa. Sehingga tulisanku berhenti masih dengan tanda koma.

Ada pula yang berteriak padaku untuk jangan berhenti ditepi jurang. Seenggaknya, carilah tempat pemberhentian yang layak untuk mu beristirahat dengan tenang.

Tidak mati untuk kekalahan
Jika bangkit, hanya demi kemenangan.

***

Silahkan meninggalkan jejak!
Thank You ❤️

𝐒𝐚𝐲𝐚 𝐁𝐞𝐫𝐧𝐚𝐫𝐚𝐬𝐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang