Chapter 1

38 1 0
                                    

Credit: Pinterest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Credit: Pinterest


Sepuluh tangkai mawar yang sejak tadi dihitungnya sudah di genggam erat-erat. Bukan karena takut dicuri, tapi gadis itu sedang sangat gugup melihat pemandangan di depan sana yang mengingatkannya pada seseorang. Acara sidang skripsi juniornya di bangku SMA akan berakhir sepuluh menit lagi namun ia masih berada di toko bunga ini. Kembali terjebak hujan di tempat yang sama seperti beberapa tahun lalu. Tempat cerita bermula…

Hari ini sudah yang ketiga kalinya Sya menerima payung dari lelaki itu. Lelaki yang lebih tinggi dari Sya sepuluh senti. Lelaki yang tidak begitu tampan tapi cukup untuk membuat satu-dua wanita melekat padanya dalam waktu yang lama, barangkali. Lelaki yang selama 3 bulan ini sudah di temuinya 3 kali pula. Selalu membeli mawar putih. Selalu dalam keadaan hujan. Selalu memberinya bantuan. Selalu pergi setelah meletakkan payung di bahu Sya. Kalau yang pertama dan kedua boleh jadi kebetulan, maka yang ketiga tentu berbeda. Sebab itulah, kali ini Sya tidak akan membiarkannya berlalu seperti yang lalu. Persetan dengan ucapan selamat untuk Carin. Sahabatnya itu bisa ditemui nanti. Tapi lelaki ini, entah kapan lagi bisa Sya temui. Maka dengan segala keberaniannya, lengan lelaki itu ditahan oleh Sya sekuat tenaga.

"Payung kamu udah dua di rumah aku. Sama yang ini jadi tiga."

Senyum canggung diperlihatkan Sya saat lelaki itu berbalik menghadapnya. Sya tidak tahu apakah lelaki itu akan ingat dengan payung-payung yang ia tinggalkan untuk Sya. Tapi setidaknya Sya rasa dia harus bicara.

Satu per satu earphone yang melekat di telinganya pun dilepaskan oleh lelaki itu. "Berarti lain kali bawa payungnya terus," ucapnya lembut dengan seutas senyum tipis di bibir.

Detik selanjutnya lelaki itu kembali berbalik. Bersiap untuk berlari menerobos hujan. Tapi Sya tak hilang akal. Dihalangi rencana lelaki itu dengan berdiri tepat di depannya.

"Karena aku sering lihat kamu di sekitar sini, kayaknya kamu juga kuliah di depan, kan?" Tangan Sya menunjuk ke arah gerbang kampusnya yang ada di seberang jalan.

Tak ada jawaban dari lelaki itu. Wajahnya masih begitu datar.

"Atau kita pakai payungnya berdua. M-maksud aku, kamu cukup antar aku ke gedung sana. Setelah itu kamu bisa pakai payungnya."

"Pakai aja, ya."

Kemudian telapak tangannya yang sedari tadi disembunyikan di dalam saku digerakkan menuju bahu Sya dan menggeser tubuh gadis itu agar tak menghalangi jalannya.

Lelaki itu kembali berlari pelan menerobos hujan. Sya yang keras kepala tentu tidak akan melepaskan lelaki itu begitu saja. Kakinya juga berlari menyusul lelaki berbalut hoodie abu-abu yang sedang diguyur hujan di depan sana.

Brakk.

Bagai kilat cahaya, sebuah sepeda motor muncul menabrak tubuh Sya yang tiba-tiba berlari ke arah jalan. Membuat payung yang digenggam gadis itu terlempar cukup jauh. Benturan sepeda dan aspal jalan menimbulkan bunyi keras. Rem yang ditekan sekuat tenaga terdengar sangat nyaring hingga memekakkan telinga. Orang-orang mulai berkerumun melihat Sya yang terbaring di jalan. Lelaki itu kemudian berlari kencang ke arah Sya saat manik matanya melihat payung transparan yang diberikannya tadi, tergeletak di depan sepeda motor yang rebah tak beraturan.

November RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang