CHAPTER IV

6.7K 571 64
                                    

Tidak ada yang lebih menakutkan bagi seorang Choi Minho selain tidak ada pesan balasan, apalagi yang berhubungan dengan pekerjaan dari salah satu timnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang lebih menakutkan bagi seorang Choi Minho selain tidak ada pesan balasan, apalagi yang berhubungan dengan pekerjaan dari salah satu timnya. Dalam hal ini Renjun.

Karyawan andalannya menghilang bak ditelan bumi. Telepon tak terbalas. Email tak terjawab. Pesan terabaikan.

Pria yang biasa dipanggil Pak Choi ini panik bukan kepalang. Ia tidak tahu di mana Renjun tinggal, dan apakah dia punya nomor cadangan yang bisa dihubungi.

Minho belum mau melaporkan ketidakhadiran Renjun kepada HR. Untuk sementara ia akan mencari tahu terlebih dahulu kemana Renjun pergi.

Renjun seharusnya datang ke kantor hari itu untuk mendapatkan brief soal klien yang akan ia handle.

Ia juga harus mendapatkan peralatan yang dibutuhkan sebelum bertugas. Tapi hingga pukul 11 siang, Renjun belum juga datang.

Minho sudah memerintahkan Yangyang untuk menghubungi Renjun, tapi hasilnya nihil. Sama seperti Minho, telepon dan pesan Yangyang tidak terjawab.

"Saya samperin aja deh Pak, ke apartemennya."

"Kamu tahu?"

"Nggak sih. Tapi orang HR pasti punya datanya kan? Alamatnya gitu."

"Ngawur kamu. Nanti kalau ditanya buat apa? Mau jawab apa kamu?"

Minho berjalan mondar-mandir di dalam ruangan rapat, hanya berdua dengan Yangyang.

"Yeee si Bapak. Ya gampang. Bilang aja mau ngirim hadiah ultah kejutan."

"Hari gini ada yang percaya emangnya?" Minho adalah tipikal bos yang berpikir sangat logis akan banyak hal.

"Coba aja dulu Pak. Siapa tahu anak HR bisa dikibulin."

"Kalau gak berhasil?" Minho memicingkan kedua matanya. Sangsi akan ide dari Yangyang.

"Gampang. Pokoknya nanti saya kasih seribu alasan sampai dapat."

Minho menghela nafas. Tidak ada jalan lain. Jika Yangyang ingin mengorbankan dirinya dan berakhir di investigasi oleh tim HR. Minho hanya bisa pasrah mengatakan yang sebenarnya.

"Oke deh. Saya tunggu hasilnya."

***

Jeno terbangun ketika sinar matahari yang terik mulai menggangu tidurnya. Entah kapan ia terlelap, dan bagaimana caranya, Jeno masih tidak ingat. Ketika ia membuka matanya perlahan, sisi tempat tidurnya sudah kosong.

"Renjun??"

Sang alpha langsung bangkit dari tempat tidur dan keluar kamar.

"Ren???"

Tidak ada jawaban.

"Renjun??"

Jeno mulai kebingungan. Apakah pergumulannya dengan Renjun subuh tadi hanya mimpi? Tapi kenapa mimpinya terasa begitu nyata? Ini aneh. Sangat aneh.

Cotton CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang