Jeno, alpha single 35 tahun yang mendadak jatuh sakit karena mengalami siklus rut, terpaksa memanggil jasa Rut Service House, yang katanya bisa membantu para alpha melewati periode rut dengan aman. Meski awalnya ragu-ragu, ia akhirnya mendaftarkan d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari keempat Renjun berbaring di sofa ruang tamu di apartemen Jeno. Memandangi langit-langit ruangan yang menguning di pinggiran plafon. Matanya meredup perlahan, mengantuk karena angin sepoi-sepoi dari jendela yang sengaja dibuka.
Itu adalah kali pertama ia membuka ventilasi ruangan setelah rut Jeno mereda di hari ketiga. Tubuh Renjun mulai terasa lelah, seperti habis kerja lembur selama sepekan.
Mengingat berbagai kontak fisik yang ia lakoni bersama Jeno, membuat senyuman teruntai di wajahnya yang terlihat sedikit pucat.
Suasana sore itu sedikit murung setelah hujan deras mengguyur ibu kota seharian. Jeno terlelap di kamarnya, dan Renjun yang kelaparan terbangun, lalu menyantap sepotong roti kiriman Chenle kemarin sore.
Setelahnya Renjun berbaring di sofa sambil menyalakan musik dari ponselnya. Bersantai sambil merasakan tubuh yang pegal, tapi itu justru membuatnya senang.
Hujan mulai turun lagi. Gemericiknya berlompatan masuk ke dalam ruangan dan mengenai wajah Renjun. Dengan malas ia bangkit dan menutup jendela, tapi meninggalkan sedikit celah agar udara tetap bisa masuk.
Pikirannya memetakan kembali apa yang dibicarakan dengan Jeno. Apa yang mereka lakukan. Juga apa yang ia rasakan.
Renjun sudah mantap menerima Jeno sebagai mate yang akan mendampinginya. Meski tetap ada rasa ragu, apakah Jeno juga punya kemantapan hati yang sama?
Perasaan negatif itu ia hempaskan dengan meyakinkan hatinya, kalau ia akan menikmati apapun yang ada di hadapannya saat ini.
Waktu dan kebersamaan dengan Jeno, juga semua potongan kenangan yang tercipta ketika berdua dengan sang alpha.
"Ren?"
Suara parau dan berat menyapa dari bibir pintu. Mata Renjun yang hampir terlelap kembali terjaga dan melirik ke arah Jeno.
"Hmm?"
"Ngapain?"
"Gak ngapa-ngapain..."
"Di kamar gih kalau mau tidur."
Jeno bergerak mendekati si omega lalu duduk di sampingnya. Renjun mengangkat kepalanya sedikit dan membaringkannya di atas pangkuan Jeno.
"Tadi aku kebangun laper, terus hujan. Udaranya enak deh."
Jeno melirik ke arah jendela yang sedikit terbuka.
"Bosen ya? Kamu mau keluar?" Ia sadar betul sudah 'menyandera' Renjun selama empat hari penuh. Selama itu juga Renjun membantunya melewati fase rut, juga sesekali mengirimkan laporan ke kantor tempatnya bekerja.
Terkadang Renjun juga memasak untuk sang alpha yang sering kali tidak berdaya ketika rut menyergapnya.
"Kamu masih laper?" Tangan Jeno membelai kening Renjun dan mata sang omega terpejam.