Kedua

79 10 12
                                    

Malam harinya, karena ini malam Jum'at, pesantren Al-Iman pun bershalawat kepada nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.

Aisha, Dila, Sefti, dan Mila duduk paling depan dengan penuh semangat, dan Aisha lah yang paling semangat, karena Taufik yang memimpin shalawat.

"Bismillah, ya Allah, jadikan Gus Taufik jodoh hamba, aamiin," ucap Mila dengan binar memandang Taufik di depan sana.

Aisha yang semula adem ayem dan Sholehah, menolehkan wajahnya menghadap Mila dengan tatapan tajam.

"Mila!" sentaknya.

Mila menolehkan pandangannya dengan senyum yang masih terpatri di wajahnya. "Hm?"

"Gus Taufik kan punya, ku. Kok kamu gitu, sih!" marahnya, dengan berbisik.

Ide cemerlang terlintas di kepala Mila. "Nih, ya, Syah. Jodoh itu diatur Allah. Kalau Gus Taufik jodohku, ya kamu jangan marah, lah," ucapnya bergurau.

Aisha yang mendengarnya memandang Mila sengit. "Unbesty ajalah, kita." ucapnya memalingkan wajah dengan bersedekap dada.

Mila yang awalnya berniat bergurau menjadi kelimpungan sendiri melihat Aisha yang memalingkan wajahnya. "Ih, Syah ... becanda doang, lohh." ucapnya menggoyangkan lengan Aisha.

"Gatau," balas Aisha memonyongkan bibirnya.

Dari atas panggung, Taufik menyaksikan wajah Aisha yang menjengkelkan menurutnya. "Dasar anak kecil," batinnya.

"Yah, Syah ... maaf ihhh!" Mila masih menggoncang lengan Aisha yang semakin memonyongkan bibirnya, dan mencibir-cibir kecil.

"Jangan monyong-monyong gitu, Aisha! Jijik aku liatnya." ucap Sefti malas, karena Aisha yang memonyongkan bibirnya ke arah samping, tepat menghadap Sefti.

Aisha menggaruk kepalanya dengan wajah ngeselin. "Hehe ...."

Sedangkan Dila yang di belakang ketiganya hanya geleng-geleng kepala melihat sikap kekanakan mereka, mana udah mau lulus masih aja kayak bocil.

"Shallu ala nabi!"

"Shallu 'alaih!"

***

Para santri-santriwati mulai memasuki kamarnya masing-masing. Namun, masih banyak juga yang berkeliaran, sama seperti Aisha, Fadhila, Mila, Seftia, dan Ghea yang nongkrong di kursi di bawah pohon mangga, di depan asrama.

"Ya ku bilang aja kalau aku inisiatif bersihin wc, hahaha!" Aisha terkikik menceritakan kejadian tadi siang di toilet ustadzah.

"Ustadzah Sarah percaya, lagiii," ucapnya tertawa terpingkal-pingkal.

"Hahaha!" Kelimanya tertawa.

"Pasti ustadzah bangga!" Ghea menambah.

"Kok ustadzah bisa percaya gitu aja, ya dengan modelan kayak Aisha?" tanya Mila yang sudah meredamkan tawanya.

"Ya percaya, lah. Orang dia udah kebelet, kok. Pinggangnya aja udah leyot ke kanan ... ke kiri." ucap Aisha berjoget memegang pinggang, membuat yang lain semakin terbahak.

"Lucu, seperti itu?"

Suara berat nan tegas terdengar dari arah belakang kelimanya. Kelimanya pun membeku di tempat, kala tau suara siapa itu.

Aisha menolehkan kepalanya dengan perlahan. Tubuh tegap menjulang tinggi itu menatapnya garang. Aisha yang ditatap seperti itu menggaruk kepalanya dengan cengiran khas Aisha.

"Eh, ada Gus."

Sefti, Mila, Dila, dan Ghea meneguk salivanya kasar, dan memutar badannya dengan menunduk mengikuti Aisha yang menghadap Taufik.

Meraih Cinta Gus GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang