PERMINTAAN MAAF

4 13 5
                                    

Setelah peristiwa yang membuatnya pingsan kemarin, akhirnya Raka memutuskan untuk mengikuti nasihat dokter dengan teguh. Ia berpendapat bahwa jika kesehatannya terganggu, tokonya yang sedang berkembang akan terhambat dan impian suksesnya akan sirna. Dengan tekad yang bulat, Raka memulai petualangan baru untuk memperkuat diri dan membawa tokonya menuju kejayaan.

Saat Raka membuka handphonenya, perasaan was-was menghantui hatinya. Ia melihat sebuah notifikasi panggilan yang tak terjawab dari Zana. Segera Ia mengingat bahwa ada janji dengan Zana yaitu, Raka berjanji akan menemani Zana berbelanja. Tak mau janji itu terabaikan, Raka segera mengetik sebuah pesan untuk meminta maaf dan memohon kesempatan untuk bertemu.

[Siang Zana, Mohon maaf atas kelalaian saya yang tak mengangkat teleponmu. Dapatkah kita bertemu di taman kota saat ini? Dengan hati penuh harap, saya akan menunggumu di sana, di taman kota yang indah.]

Sambil asik menikmati irama musik, Zana mendapati sebuah pesan masuk pada handphonenya. Ia segera membuka pesan itu dan terlihat bahwa pesan itu berasal dari Raka. Zana memahami akan perintah yang disampaikan oleh Raka, dan segera bersiap untuk berangkat menuju taman kota. Meski belum mengetahui apa yang ingin dibicarakan oleh Raka, namun Zana tak ragu untuk segera pergi menemuinya. Ia siap untuk menghadap segala hal yang mungkin terjadi.

Akhirnya, Raka keluar dari tokonya yang menjual bunga-bungaan indah dan berjalan menuju taman kota yang tidak terlalu jauh. Hanya dengan berjalan kaki saja, dia sudah sampai di taman kota yang hijau dan asri. Raka memasuki taman kota dan mencari sebuah kursi taman yang kosong untuk ditempati. Setelah berkeliling dan mencari, akhirnya dia menemukan sebuah kursi yang indah dan kosong. Raka segera duduk dan membiarkan diri terbawa oleh suasana taman yang tenang, sambil menunggu kehadiran Zana.

Akhirnya, Zana hadir dan melangkah ke arah Raka yang duduk sendirian di sebuah kursi taman. Ia melihat Raka yang terlihat sedang menikmati suasana taman, dan segera berjalan untuk menghampirinya. Zana duduk di samping Raka, dengan wajah yang masih memperlihatkan rasa kesalnya terkait masalah panggilan telepon yang tak terjawab oleh Raka. Namun, meski begitu, Zana tetap memperlihatkan senyumannya yang lembut, siap untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh Raka.

"Hai Zana, bagaimana kabarmu hari ini?" Tanya Raka, menatap wajah Zana dengan penuh perhatian.

"Baik-baik saja, terima kasih," jawab Zana dengan ringkas.

"Apakah kau masih marah padaku? Saya minta maaf karena kemarin saya pingsan dan harus dibawa ke rumah sakit oleh orang-orang sekitar," ujar Raka dengan suara penuh penyesalan.

"Oh, iya," jawab Zana. Namun, suara dan ekspresinya tampak mulai mereda, seolah memaafkan Raka atas keterlambatannya menjawab panggilan telepon.

Raka menangkap jawaban singkat dari Zana dan merasa sedikit terabaikan. Dia menghela nafas panjang, merasa kesulitan mengatasi situasi ini. Namun, Raka tidak menyerah. Dia berusaha membujuk Zana dengan cara yang paling baik dan lembut yang dia bisa.

"Ayo, katanya kita belanja, biar saya temani," ujar Raka dengan senyum manis yang memikat.

"Tidak usah," jawab Zana dengan tegas dan langsung pergi meninggalkan Raka.

Dengan jawaban Zana yang begitu pasti, Raka merasa seolah-olah ia telah bersalah. Raka terpaksa memutuskan untuk kembali ke toko bunga dan melanjutkan pekerjaannya. Namun, dalam hatinya, Raka merasa sedih dan merasa seolah-olah ada sesuatu yang hilang

Dalam keindahan mansion-nya, Jovan terlihat begitu dalam kesedihannya. Beberapa hari terakhir ini, Zana seolah menghilang tanpa jejak. Pesan dan panggilan yang dikirimkan Jovan tidak pernah dibalas, membuat Jovan semakin merasa kesepian. Namun, ia tidak ingin berdiam diri dan mencoba bertanya kepada Kevin, sahabatnya yang setia.

RAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang