Yang Kayela tahu selama hampir 15 tahun hidupnya, hanya ada sang mama yang pemarah sebagai orang tuanya. Tidak pernah sedikit pun ia berpikir mengenai seorang ayah yang tidak pernah disebutkan oleh mamanya. Tidak sama sekali, bahkan ketika masa sekolah dasarnya dipenuhi dengan cemooh tentang absennya figur ayah dalam hidupnya dan sang mama--tentu di samping gosip tidak mengenakkan mengenai mamanya yang dikatai temperamental.
Namun, ketika siang ini Kayela dipanggil oleh wali kelas padahal pelajaran sedang berlangsung untuk mengabari tentang mamanya yang meninggal dunia karena overdosis, yang terlintas di kepalanya adalah panti asuhan yang akan menjadi tujuan 'pembuangan akhir' dirinya. Tidak ada, tuh, dalam pikirannya bahwa akan ada seorang pria berbadan besar yang mengaku sebagai ayah Kayela dan akan mengambil alih hak asuh atas gadis itu.
Mereka sedang berada di rumah sakit sekarang, setelah Kayela diantarkan ke sana oleh gurunya untuk melihat sang mama yang telah selesai diautopsi. Sedikit pun gadis itu tidak menitikkan air matanya, hanya melihat dengan pandangan kosong ketika jenazah sang mama akhirnya dibawa masuk ke kamar jenazah.
Seorang wanita berseragam berlutut di hadapan Kayela yang tengah duduk di bangku besi yang ada di koridor. Memasang raut prihatin sambil memandang gadis bertubuh kecil itu.
"Nak, sesuai prosedur maka kamu akan dimasukkan ke panti asuhan atau rumah sosial sampai ada keluarga yang mau mengasuhmu. Tapi, karena beberapa saat yang lalu ayah kandungmu datang dan bilang akan mengambil hak asuh, maka mulai sekarang kamu akan berada di bawah tanggung jawabnya."
Setelah mendengarkan ucapan si petugas wanita itu, barulah untuk pertama kalinya terdapat perubahan ekspresi di wajah Kayela. Sebuah raut bingung... dan penasaran, pasalnya ia tidak pernah melihat sosok ayah yang baru mengunjunginya itu ketika sang mama telah meninggal dunia.
"Nah, itu ayahmu. Dia sepertinya sudah selesai mengurus surat peralihan hak asuh."
Kayela mengikuti arah pandang petugas wanita itu, hingga menemukan sosok pria dengan pakaian rapi yang memeluk sempurna tubuh besarnya. Tiba-tiba saja membayangkan berhadapan langsung dengan pria yang merupakan ayah kandungnya itu menjadi terasa menakutkan. Bahkan sekarang Kayela tanpa sadar menahan napasnya ketika melihat pria itu berjalan ke arahnya.
Si petugas wanita beranjak dari posisi berlututnya, lalu menghadap pada pria besar yang hanya berjarak satu langkah darinya itu. "Selamat siang, Pak. Saya turut berduka untuk meninggalnya mantan istri anda, semoga Kayela dan Pak Rahagi bisa saling menguatkan," ucapnya. "Kalau begitu saya pamit undur diri lebih dulu."
Setelah kepergian petugas wanita itu, Kayela menjadi mati kutu di tempatnya, tidak tahu apakah harus menyapa 'ayahnya' atau biarkan saja hening menyelimuti mereka.
"Kayela Giveeana, right?"
Gadis itu tersentak di tempatnya. Suara yang tidak mau keluar membuat ia hanya bisa berdeham untuk menjawabnya, bahkan sama sekali ia tidak berani mengangkat wajahnya untuk melihat wajah pria itu dengan lebih jelas.
"Hear, Kid... if I give you questions, you have to answer me properly and look right at me. I wouldn't argue how your mother taught you, but since you're under my custody you have to do just like what I say. I give question, then you'll give me the proper answer, human answers. Do you understand?"
Tubuh Kayela benar-benar bergetar di bawah intimidasi pria yang merupakan ayahnya itu. Ia sampai harus mengepalkan tangannya kuat-kuat agar tidak terlihat bahwa ia sangat ketakutan sekarang.
"I need your answer, Kid. Do you understand?" Pria itu mengulang pertanyaannya, kali ini dengan lebih tegas.
"I-iya."
"Great. Sekarang kamu akan ikut dengan Baskara, ia akan menemanimu sampai di rumah. Aku harus pergi sekarang. Pastikan tidak ada laporan tidak menyenangkan yang akan aku dengar." Setelah berkata demikian, pria itu langsung pergi dari sana. Kayela pun baru berani mengangkat wajahnya dan bernapas dengan lega.
"Kita berangkat sekarang, Miss?"
Seorang pria berpakaian serba hitam menarik atensi Kayela.
"Karena tiket pesawat akan segera dibeli, jadi kita harus segera berangkat, Miss." Pria itu melanjutkan kalimatnya.
"Pe-pesawat?" cicit Kayela.
"Iya, Miss. Keluarga Rahagi tidak tinggal di kota ini."
"Ka-kalau begitu tolong antar aku pulang. A-aku bakal siapin bajunya dengan cepat."
"Tidak perlu khawatir, Miss, ketika sampai di rumah anda akan memiliki baju-baju baru. Pak Jordan, ayah anda, sudah memesankannya. Setelah ini anda juga akan pindah sekolah, sedang diurus oleh yang lainnya."
Oh, jadi nama ayahnya adalah Jordan. Cukup sesuai dengan tampangnya.
"Ta-tapi ada benda penting yang... gak bisa aku tinggalin." Kayela menunduk dalam dan memainkan jemarinya dengan cemas.
"Kalau begitu kita harus bergegas kalau tidak ingin ketinggalan pesawat."
Menurut Kayela, pria bernama Baskara ini lebih hangat dari ayahnya sendiri. Bahkan masih mau menuruti permintaannya untuk mengambil Glowy--boneka bebeknya--serta Hanis si celengan burung hantu berwarna pink miliknya.
Ketika akhirnya mereka berada di ketinggian ribuan meter dalam pesawat, setidaknya Kayela bisa merasa tenang dengan adanya Glowy di pelukannya. Itu adalah kali pertama ia naik pesawat, dan rasanya sedikit menakutkan karena bayangan buruk yang terbentuk karena sinetron yang pernah ditontonnya.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light, Its Dark, and Hope
General FictionKayela hanyalah gadis yang selama ini tinggal bersama mamanya yang pemarah dan kasar. Ia harus menuruti segala perkataan yang dilontarkan mamanya jika tidak ingin dikunci di dalam kamar seharian untuk dipaksa belajar. Ketika mamanya meninggalkan ia...