Pertama kali Jendra melihat adik perempuannya yang bergabung ke ruang makan, ia berusaha menahan diri agar tidak langsung berlari dan membawa Kayela ke dalam pelukan eratnya. Adik perempuannya itu sangat mirip dengan sang ayah, hanya bentuk mata dan alisnya yang mirip dengan ibu mereka.
Ia tengah disibukkan dengan kegiatan belajarnya untuk ujian kelulusan sekolah dasar ketika sang mama memutuskan untuk pergi dengan membawa Kayela bersama. Bayi kecil yang baru berusia beberapa bulan itu, adik perempuan yang ditunggunya dengan sabar, dibawa pergi tanpa ia tahu alasannya. Bahkan sampai sekarang ketika sang mama dikabarkan telah meninggalkan dunia ini. Sang ayah pun tidak memberikan jawaban memuaskan kala ia bertanya.
Namun, pertanyaan itu tidak lagi mengganggu isi kepalanya. Kayelanya telah kembali tinggal bersama di rumah mereka. Ia bisa melihat sosok adik perempuannya setiap hari tanpa perlu merasakan khawatir seperti sebelum-sebelumnya. Itu sudah cukup baginya sekarang.
Jendra tidak peduli dengan saudaranya yang lain jika mereka akan terus bersikap seakan tidak menerima keberadaan Kayela di antara keluarga mereka. Kayela adalah segalanya baginya dan ia akan berdiri untuk adik kecilnya itu, pun melakukan segala hal untuknya.
Karena itulah ia berusaha untuk pulang lebih awal selama dua hari belakangan ini karena Kayela yang belum sembuh sepenuhnya. Sebenarnya ia ingin membawa gadis mungil itu ke rumah sakit agar mendapatkan pemeriksaan menyeluruh sebab sebelumnya tidak seorang pun di keluarga mereka yang membutuhkan waktu selama ini untuk sembuh. Ia tentu khawatir jujur saja. Tidak bisa melihat wajah pucat Kayela setiap makan malam bersama mereka.
Mungkin ia akan mencoba berbicara dengan Kayela begitu tiba di rumah.
Jadi, ketika mobil akhirnya terparkir rapi di garasi, Jendra melangkah cepat memasuki. Hendak langsung ke kamar Kayela.
Namun, sebuah pemandangan tidak terduga malah menyambutnya ketika kakinya baru memijak anak tangga terakhir. Di depan kamarnya, Kayela memeluk Sena walaupun lelaki itu tidak membalasnya. Hanya beberapa saat memang, kemudian langsung melepaskan pelukannya.
"Terima kasih, Kak Sena!"
Ia mendengar suara gadis mungil itu yang masih serak berucap dengan nada senang.
Well, selama ini sang ayah tidak pernah pilih kasih ketika merawat mereka, pun ketika mama masih ada di rumah semuanya mendapatkan kasih dan sayang yang sama. Dalam hal pemberian hadiah atau sekadar mainan yang dulu mereka inginkan pun diberikan dengan adil. Tetapi, untuk pertama kalinya Jendra merasa cemburu pada saudaranya sendiri karena dirinya bukan orang pertama yang dipeluk oleh Kayela begitu gadis itu kembali ke keluarga mereka.
· · ·
Malas menghadapi anak-anak baru tidak terampil yang bisa saja memperburuk moodnya sepanjang hari, maka dengan kesadaran penuh Sena memutuskan untuk tidak berangkat pagi ini dan lebih memilih untuk bangun lebih siang dari biasanya. Ia akan berangkat ke kantor mereka nanti, mungkin pada sore hari. Dalam hatinya berniat memberi 'pelajaran' pada anak-anak baru itu.
Ketika bangun, ia hanya mencuci muka dan menyikat gigi sebelum berganti pakaian menjadi kaus dan training pants. Untuk mengisi paginya yang telah terlambat itu, Sena memutuskan untuk joging di sekeliling rumah.
Saat sudah siap ia langsung keluar dari kamar.
Di tangga, ia berpapasan dengan salah seorang maid yang membawa nampan di tangannya. Melihat dari mana maid itu tadi, pikirnya pasti dari kamar adik barunya.
Karena Sena bukan tipe orang yang ingin tahu ini dan itu, berikutnya ia melanjutkan langkah menuruni tangga. Saudaranya yang lain telah berangkat, jadi keadaan rumah sepi.
Sebagai seseorang yang telah melakukan banyak hal berkaitan dengan menangani, joging singkat memutari rumah besar mereka bukanlah hal yang menguras banyak energi. Ia bahkan telah berada pada putaran kelima ketika melihat adik baru yang sedang berada di sekitar kolam renang. Dalam hati merutuki gadis mungil itu yang tampaknya tidak belajar dari pengalaman, bahkan stiker kompres dingin masih menempel di keningnya.
Kegiatan jogingnya pun terhenti seketika. Sena memperhatikan Kayela dari jauh, terus memfokuskan pandangannya pada gadis yang terlihat tengah mencari sesuatu itu. Bahkan ketika ada seorang maid yang lewat Kayela terlihat menanyakan sesuatu.
Sena yang berada di jarak yang cukup jauh tidak dapat menangkap dengar, berakhir menjadi penasaran. Namun, tidak cukup penasaran hingga akhirnya ia kembali melanjutkan putarannya.
Sayang sekali baginya karena rasa penasaran itu semakin membesar kala mendapati Kayela masih mengelilingi rumah besar mereka. Sena yang hendak berangkat ke kantor--setelah mendapat tidur siang yang cukup tadi--menghentikan seorang maid yang lewat.
"Apa yang dia lakuin?" Sena bertanya pada maid itu tanpa mengalihkan pandangannya dari Kayela.
"Miss Kayela?"
"Hm."
"Ah, Miss Kayela kehilangan boneka bebek katanya. Jadi Miss sedang mencarinya karena tidak ada yang pernah melihat boneka yang dimaksud."
Tanpa bisa dicegah perasaan bersalah merambati diri Sena. Boneka bebek milik Kayela memang masih belum ia kembalikan, masih berada di kamarnya dan menjadi benda yang warnanya paling kontras. Dan ia telah membiarkan gadis mungil itu mengelilingi rumah besar mereka selama berjam-jam.
"Dia sudah makan siang?"
"Sudah setelah dipaksa Bu Rinda."
"... kamu bisa lanjutkan pekerjaanmu."
"Baik." Maid itu membungkukkan tubuhnya kemudian pergi dari sana.
Mengembuskan napasnya dengan pelan, Sena memutar tumitnya untuk kembali ke kamar.
Ketika membuka pintu kamarnya, boneka bebek kuning di atas salah satu bantalnya langsung menjadi fokusnya. Ia mengambil langkah, menghampiri tempat tidurnya lalu meraih si boneka bebek.
"Waktunya pulang ke pemilik lo... udah dicariin seharian ini," ucapnya sambil memandangi boneka bebek di tangannya itu.
Kemudian keluar dari kamar, Sena menuju kamar Kayela dengan langkah pelan. Berusaha agar tidak terdengar oleh siapa pun. Ia berniat untuk menaruh boneka itu di kamar pemiliknya tanpa sepengetahuan.
Begitu tiba di depan pintu kamar Kayela, ia melihat ke sekitar dulu untuk memastikan tidak ada yang melihatnya. Setelah yakin, tangannya terangkat untuk meraih gagang pintu.
Namun, gerakannya itu ternyata kalah cepat dengan pintu yang tiba-tiba terbuka dari dalam. Berikutnya memunculkan si gadis mungil pemilik kamar itu.
"... Kak Sena?"
Melihat Kayela dalam jarak dekat seperti saat ini membuat Sena menyadari tinggi tubuh mereka yang jomplang. Gadis itu bahkan harus mendongak untuk bisa menatapnya.
Dasar anak kucing.
"GLOWYY!"
Tiba-tiba Sena merasakan boneka bebek terenggut dari tangannya, berpindah dengan cepat ke dalam pelukan erat Kayela. Karena jarak mereka yang dekat, ia bahkan bisa melihat air mata yang jatuh dari sudut mata gadis itu.
Ah, tunggu. Tadi Kayela meneriakkan apa? Glowy? Kening Sena seketika mengerut. Apa boneka itu bisa menyala? Tetapi seingatnya tidak sekalipun boneka bebek itu terlihat bersinar atau mengeluarkan cahaya.
"Terima kasih, Kak Sena!"
Untuk kali kedua Sena dibuat terkejut ketika tiba-tiba Kayela memeluk dirinya sembari menyerukan terima kasih. Saking terkejutnya ia sampai mematung dan tidak dapat berpikir untuk sesaat. Kepalanya benar-benar kosong.
Secepat memeluk tubuhnya, Kayela pun segera melepas pelukannya seolah tersadar akan sesuatu. Berikutnya mengambil satu langkah mundur untuk membuat jarak di antara mereka.
"Thank you so much once again." Setelah mengucapkan kalimat pendek itu Kayela berlari kecil untuk kembali masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu.
Sena dibuat mematung di tempatnya, untuk kedua kali.
Maybe having a sister is not that bad.
Bahkan jika itu berarti jarak usia mereka terpaut 9 tahun.
She's cute, tho.
[]
siapa kakak pertama yang bakal show off sayangnya ke Kayela? aku masih bimbang ><
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light, Its Dark, and Hope
Ficción GeneralKayela hanyalah gadis yang selama ini tinggal bersama mamanya yang pemarah dan kasar. Ia harus menuruti segala perkataan yang dilontarkan mamanya jika tidak ingin dikunci di dalam kamar seharian untuk dipaksa belajar. Ketika mamanya meninggalkan ia...