Profil-0.4

593 75 8
                                    

Disclaimer: Cerita ini hanya khayalan Author saja, gak ada sangkut pautnya sama kehidupan asli idol yang ada di dalam cerita ini. Terimakasih.

-------------------

-------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______

POV Kai
_________________

P.s : Mainin video di atas ya ^^.
______


"Huftt.."

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur sambil memejamkan mataku-hanya terpejam saja tak berniat untuk tidur.

Tiba-tiba tubuhku terasa berat dan waktu aku membuka mata, terlihat sepupu perempuanku yang menaiki tubuhku dengan seragam yang 2 kancing teratasnya terbuka.

"Kapan lo kesini?" Tanyaku tak memedulikan dia yang mulai mengecupi leherku.

"Barusan. Gue udah kunci pintu kok" ujarnya sambil membuka kancing seragamku, tapi langsung ku hentikan.

"Aku lelah, lain kali saja" aku kembali memejamkan mata dan terdengar dia berdecak kesal setelahnya ia turun dari tubuhku.

"Lo udah makan? Mau gue bawain dari dapur?" Tawar sepupuku dan aku cuma berdehem saja.

Terdengar langkah kaki menjauh serta pintu yang terbuka kemudian tertutup kembali.

Aku tinggal bersama bibi dan pamanku serta anak perempuannya yang suka berhubungan denganku. Aku pasrah-pasrah saja daripada nanti aku di tuduh melakukan pelecehan terhadapnya dan aku di usir dari rumah.

Orang tuaku dan adikku sudah meninggal sejak aku kelas 4 SD pada kecelakaan tunggal di jalan raya besar waktu ingin mengunjungi rumah nenek.

Hanya aku yang selamat, itu membebani pikiranku... Kenapa aku tidak ikut mati saja dulu? Kenapa aku masih hidup dan menjalani hidup yang menjijikan ini? Dan sekarang aku tau kenapa tuhan masih memberiku kehidupan.

"AAAAAAAAAAAAA!!"

Aku membuka mataku setelah mendengar teriakan nyaring sepupuku, sepertinya dia sudah menemukan sesuatu di dapur.

Dengan segera aku keluar kamar dan menuju ke arah dapur, sudah terlihat sepupuku terduduk di pintu dapur dan sambil menutup mulutnya.

"K-kai, a-apa ini, apa yang terjadi?"

Di dalam dapur itu aku melihat tubuh bibi yang ada di depan kompor tanpa kepala dan kepalanya ada di atas panci yang ada di atas kompor.

Sementara tubuh paman menggantung di dinding dengan linggis yang menancap di lehernya, agar tak terjatuh dari dinding itu.
Kedua tangan paman juga putus dan berada di atas meja makan.

Aku menunduk kembali menatap sepupuku, aku berjongkok dan berbisik kepadanya.

"Lo siap buat di gituin juga?"

Sepupuku kaget ia menoleh kepadaku, dan menatapku, "m-maksud lo apa?"

Aku tersenyum miring, "lo jelas tau apa maksud gue.."

Nafasnya langsung naik turun dan dia langsung bergerak akan menjauh dariku tapi aku tak kalah cepat meraih rambutnya dan menjambaknya.

"A-akh! Lepas! Lepas!!!" Teriaknya sambil meronta-ronta.

Aku menyeretnya ke dalam dapur, dan mengambil pisau yang sudah kugunakan untuk membunuh kedua orangtuanya tadi.

Ia masih berteriak-teriak membuat telingaku sakit, aku mulai mengiris kulit kepala serta rambutnya, dia semakin berteriak kencang.

Aku terus mengirisnya hingga kulit itu terlepas dari kepalanya, ia berteriak kesakitan sambil menangis tersedu-sedu.

Aku membuang rambut serta kulitnya itu ke segala arah, aku mendekatinga dan menodongkan pisau ke arah wajahnya.

"Apa kau tidak bisa diam? Suaramu sungguh membuat telingaku sakit." Eluhku dan dia masih saja menangis.

"Ke-kenapa lo lakuin ini?.. kenapa.." ujarnya dengan suara gemetaran, aku kagum di saat seperti ini dia masih bisa bicara.

"Hmm, Sebenarnya lo gak salah... Tapi salah juga sih.." aku menjeda untuk mengusap air mata sepupuku yang sudah bersimbah darah ini.

"Alasan orang tua gue mati itu, gara-gara orang tua lo. Mereka nyuruh orang buat mutus rem mobil ortu gue.. apa itu cukup buat jawab pertanyaan lo?"

Sepupuku masih menangis dan semakin terisak, "terus apa salah gue?.."

Aku menundukkan kepalaku sambil terkikik karena manusia ini sudah lupa apa yang telah ia perbuat.

"Meskipun kejadiannya waktu lo masih kecil, tapi itu gak bisa gue tolerir.." aku sedikit menancapkan ujung pisau ke arah lehernya.

"Lo pikir gue gak tau, lo dulu yang ngedorong kakak gue dari tangga dan akhirnya dia mati karena lehernya patah.."

Nafasnya nampak tercekat sebentar, dan dirinya masih saja meneteskan air mata.
Aku menjauhkan pisau itu dari wajahnya dan dengan cepat aku menancapkan pisau itu di betisnya.

Dia berteriak kesakitan dan aku mencabut pisau itu, aku tersenyum, ide cermat terlintas di otakku.

"Gue beri waktu 10 detik, lo bisa sembunyi atau pergi menelfon polisi." Ujarku dan aku menutup mataku membiarkannya untuk berusaha pergi dariku.

Aku mulai berhitung dan terdengar suaranya yang sangat berusaha.

"1"

"2"

"3"

"4"

"5"

"6"

"7"

"8"

"9"

Terdengar dia sudah meminta tolong ke polisi, aku membuka mata, ternyata ia menggunakan ponsel paman yang tergeletak di lantai dapur itu untuk menghubungi polisi.

Aku bangun dari posisi jongkokku kemudian mendekatinya, aku memeluk lehernya dari belakang dan berbisik.

"Waktumu habis"

Aku memutar kepalanya hingga berbunyi 'Klek' , dan dia pun sudah melepaskan ponsel itu dari tangannya, aku melepaskan tubuhnya yang sudah tidak bernyawa.

Panggilan ke polisi itu sudah berakhir sepertinya dia sudah mengatakan alamatnya. Hm, lalu aku harus apa?

Membuang pisau dapur ke segala arah, aku berjalan ke arah ruang tengah yang terdapat piano besar disana.

Aku memainkan lagu dari Tchaikovsky yang berjudul Dance of the sugar plum fairy.

Dan tak berapa lama setelah aku selesai memainkannya, polisi sudah ada di rumahku.

•••

"Telah terjadi pembunuhan sadis di daerah xx, pelakunya adalah kerabat dari 3 korban tersebut dan masih berusia belasan tahun.
Polisi sedang mengamankan pelaku di kantor polisi dan tengah di interogasi. "

•••

Don't forget to vote and comment! Love you all!♥️♥️

SCHOOL   ✖   TXT  [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang