Menerima takdir dengan lapang dada sudah menjadi keahlian wanita bermarga Choi.
Wanita itu menjadi wanita yang tak kenal takut, menurutnya, segala kesusahan telah ia hadapi namun jika menyangkut si kecil buah hati jujur saja bitna tak bisa berlaku ceroboh.
Bitna menyayangi Yuna dengan sepenuh hati maka dengan itu ia akan melakukan apapun demin putrinya, sekalipun harus menghilangkan harga dirinya.
Seperti saat ini, bitna tengah mengais oksigen sebelum menarik gagang pintu besar, pintu yang di dalamnya terdapat neraka.
Setelah berucap tak ingin lagi menginjakkan kaki disini namun seolah-olah dirinya memang telah di takdirkan untuk selalu berada di sekitar pria itu.
Bitna tak bisa meninggalkan pekerjaannya. Terlepas dari masalalu mereka yang perlahan-lahan bitna kikis.
"Hai, bitch?!" Bitna memejamkan matanya saat suara itu menyapa pendengarannya lagi, tak peduli bahkan jika seratus kali pun pria itu memanggilnya demikian.
"Selamat pagi." Ucap Bitna sembari membungkuk, dirinya jelas melihat min yoongi menarik senyum tipis.
Pria itu mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, kesempatan emas yang bahkan sudah dirinya sia-siakan.
"Kau cukup menyayangi putrimu." Intruksi min yoongi menghentikan jari-jari Choi Bitna yang sudah menari di atas keyboard.
"Hm, aku menyayanginya." Min yoongi mengangguk, senyum tipis lagi-lagi terpatri di bilah bibir tipisnya.
"Aku menyukai putrimu, dia manis—" sengaja, min yoongi sengaja menggantungkan kalimatnya demi untuk melihat reaksi wanita itu, dan benar, wanita Choi itu sedikit menegang dengan wajah yang sedikit memerah.
"Aku bertanya-tanya bagaimana kau membuatnya? Dan, apakah sejak masih bersamaku kau sudah membuatnya dan mengkhianati ku?"
Min yoongi mungkin sudah gila karna terlalu prustasi, setelah hari kemarin seharusnya dirinya membawa Choi Bitna ke atas ranjang. Dirinya malah memilih melepaskannya begitu saja saat kalimat tak terduga keluar dari Choi Bitna.
"Kau gila!"
"Hm aku menggilaimu."
"Aku senang, seharusnya kau harus lebih menderita min yoongi. Dengan begitu kita impas, kau menyakitiku dan kau, hidup dalam penyesalan."
Sungguh, Bitna Yang Sekarang sulit untuk di tebak.
"Kau ingin mendengar pengakuan jujur dariku atau kebohonganku?" Sungguh berani, kalimat Choi Bitna kembali menyadarkan min yoongi yang tengah meresapi ucapan Bitna kemarin.
Min yoongi tersenyum tipis, terlihat sangat mengejek "terserah, karna aku tidak perduli."
Bitna yang mendengar hanya mampu mengangguk sembari melanjutkan aktifitas di atas keyboard. Memindahkan beberapa file yang harus di salin.
Sedangkan min yoongi tak sedikitpun untuk melepaskan pandangannya pada Choi Bitna. Padahal pekerjaan pria itu tengah menanti untuk di sentuh.
Bitna lebih menarik dari tumpukan kertas-kertas membosankan.
Merasa di perhatikan Bitna bersuara "hm, setidaknya aku mengetahui bahwa kau tidak pantas untukku. Dan aku bersyukur bertemu laki-laki itu dan bisa meninggalkan mu."
Sudahkah jelas jika kini perubahan air muka min yoongi menjadi lebih datar? Wajah tenangnya itu menjadi lebih dingin setelah mendengar kalimat Choi Bitna.
Bohong jika min yoongi tak perduli, jika nyatanya, kalimat Choi Bitna sungguh menohok perasaannya. Sakitnya bahkan menjalar ke seluruh persendian.
Kalimat sarkas wanita itu lagi-lagi berhasil menyakiti min yoongi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Is Wrong || Odio, Myg.
Fanfic{ON GOING} "Banyak hal yang aku benci di dunia ini, campur tangan Tuhan yang di sebut takdir, salah satunya." #3- agustd