21- Luna

88 11 3
                                    

Suaranya bising,

Menganggu,

Min yoongi membuka mata sipitnya sempurna. Celingukan menyadari dirinya tengah berbaring di ranjang rumah sakit, seingatnya wajah Bitna yang terakhir kali ia lihat.

"Ibu?" Yoongi berucap dengan parau saat melihat ibunya baru saja keluar dari kamar mandi, wajah senang sang ibu tak bisa di sembunyikan. Menangis haru lalu memanggil dokter.

"Apakah terasa sakit, nak? Katakan pada ibu. Haruskah kita pergi keluar negri?" Ocehnya, sembari membawa tangan pucat yoongi untuk di genggam. Yoongi tersenyum tipis.

"Jangan berlebihan ibu, aku hanya kelelahan."

"Kelelahan kau bilang? Dasar anak nakal! Kau berusaha mati apa kau sadar?"

Kan baru saja di sayang, sudah di omeli. Tapi untung kesayangan yoongi.

"Jangan coba-coba mencoba mati, aku mati-matian mengurusimu sedari dalam kandungan dan kau seenaknya bermain-main dengan nyawamu?!"

"Kau dengar aku anak nakal?!"

Min yoongi tersenyum lalu mengangguk sekali, percuma saja menyahuti wanita cantik itu min yoongi tak akan menang.

Min yoongi terdiam saat beberapa perawat memeriksa keadaannya, pikiran pria itu bercabang kemana-mana dan perasaan kecewa tak bisa di hindari.

Pria itu kecewa saat membuka mata tak mendapati Bitna yang harusnya tengah terduduk sendu dengan wajah mengkhawatirkan.

"Kau mau jeruk?" Ibu bertanya langsung mengupasi buah tangerine kesukaan putranya.

"Ibu, malam kemarin yang mengantarkanku kerumah sakit —"

"Ah, iya benar. Ibu harus berterimakasih pada seseorang. Dia membantumu membawa kerumah sakit dengan susah payah."

"Maksud ibu Bitna, kan?"

Tangan ibu sepenuhnya terhenti saat mengupasi kulit tangerine, mendengarkan nama wanita itu di sebut membuat hatinya ngilu. Nyonya min tentu tidak membenci wanita itu namun mengingat semua perkataannya malam kemarin, rasanya, ia akan mempertimbangkan kembali untuk menerima wanita itu menjadi menantunya.

"Yang menemukanmu pingsan itu seorang satpam Yoon, beruntung Jimin bergegas membawamu kemari. Ibu tak bisa membayangkan jika kau pergi untuk selama-lamanya."

Pria itu terdiam, mengapa sulit diterima.

Berarti kilasan wajah ayu Bitna malam kemarin hanya halusinasi, lagi?

💕💕

Pokusnya hilang, Bitna beberapa kali tertusuk duri mawar yang sedang ia rangkai. Sudah satu Minggu pikirannya menjadi kacau balau.

Tidurnya tak nyenyak makan pun terasa hambar.

Bitna menahan diri untuk tidak berlari kerumah sakit saat Jimin mengabarinya bahwa min yoongi sudah sadarkan diri.

Perasaan senang membucah bahkan melingkupi hatinya, namun saat hendak menjenguk pria itu Bitna malah di hentikan oleh ibunya.

Nyonya min terlihat enggan menatap Bitna dan mengusirnya secara halus.

Bitna sadar, perkataannya tempo lalu pasti menyakiti wanita paruh baya itu. Dan betapa Tak tahu malunya Bitna malah mencoba menjenguk pria itu.

Bitna terkekeh kecil mengingat betapa kejamnya lisan miliknya kemarin sembari Memandangi luka di jari telunjuknya. Hingga tiba-tiba suara seseorang membuyarkan lamunannya.

"Kau gila?"

Bitna sepenuhnya tersadar, melihat Jimin di ujung pintu dengan senyuman yang hangat.

"Kau berencana membuatku mati serangan jantung?"

Jimin terkekeh kecil mendengar jawaban Bitna lalu berjalan kearah wanita itu sembari mengulurkan satu buah paper bag.

Melihat kerutan bingung di wajah ayu Bitna lantas membuat Jimin bersuara "Hadiah kecil, untuk Yuna yang cantik."

Bitna berdecak kecil sembari mengerlingkan matanya tapi tangannya ia angkat untuk mengambil hadiah dari Jimin.

"Kau selalu memberinya hadiah akhir-akhir ini Jim, Dia bisa Terus memintanya padamu nanti jika terus di Biarkan."

"Aku tidak keberatan untuk itu. Lagipula sejak dulu aku memang ingin merawat Yuna, kau saja yang bebal. Cih! Padahal aku mampu menghidupi kalian."

"Kau bukan A—"

"Aku ayahnya sejak dia dalam kandunganmu, kau lupa?"

Bitna terdiam setelah mendengar kalimat Jimin, tertampar kembali dengan segala kalimat-kalimat bodoh yang pernah mereka lontarkan dulu.

Sesungguhnya Bitna tak pernah menganggap hubungan mereka lebih dari kata teman, Jimin sudah seperti teman dan seorang Kaka baginya. Pria yang mampu menjaga dan meminjamkan bahunya untuk Bitna sandari, tak pernah berniat untuk menjadikan Bahu kecil itu untuk Sandaran Hidupnya. 

"Kau Lupa Jim, saat ini kau sudah memiliki tunangan?" Ucap Bitna sembari memandang Ragu ke arah Jimin.

Pria itu terkekeh kecil, "aku tak lupa Luna—"

"Bitna Jim!"

"Oke Bitna."

Jimin terkekeh sedikit keras,

Dulu sekali, Jimin sering memanggilnya Luna karna Bitna terlihat sangat cantik dengan wajah tanpa polesan apapun. Percis seperti Seorang Luna pasangan dari pangeran Serigala yang sering Jimin tonton.

Kegilaannya pada dunia fantasi membuat Jimin menjadikan Bitna sebagai Luna, entah Luna untuk Jimin atau Luna untuk pangeran lainnya.

"Aku tak lupa dengan tunanganku, Hei- apa kau pikir aku berniat menikahi mu?"

Jimin terkejut saat menyadari sesuatu, apakah kalimatnya membuat Bitna berpikiran kemana-mana, Atau memang Kalimatnya sulit untuk di cerna.?


Bitna yang sedikit Ragu akhirnya mengangguk dua kali. Dulu sekali Jimin memang sering mengajaknya menikah.

Jimin tertawa keras melihat anggukan Bitna.

"Yak! Aku tak mungkin bersaing dengan, Hyung.!"

"Kau gila, kau tahu? Aku bisa saja mati di tangan pria itu." Jimin terkekeh lagi saat membayangkan wajah murka yoongi jika tahu Jimin ingin menikahi wanita yang selalu yoongi gilai itu.

Secinta-cintanya Jimin pada Bitna di masa lalu ia tak mungkin membahayakan ikatan persaudaraan mereka. Lagipula kini Jimin sudah memiliki pujaan hati. Yang akan segera ia peristri.

Jimin masih saja terkekeh Tanpa menyadari bahwa kini Raut wajah Bitna berubah seluruhnya.

________{}.

Luna, kata lain dari (pasangan) seorang Alpha.

Alpha, ialah pemimpin dari sekumpulan werewolf.

Something Is Wrong || Odio, Myg.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang