32. Forsaken Heart

265 27 2
                                    

Chenle tidak percaya dia melakukan ini. Dia akui emosinya memang sangat labil semalam dan stresnya sangat berpengaruh pada tempramennya. Namun meski dia tau dirinya telah di kuasai emosi, Chenle pun seolah enggan meminta maaf atau sekedar merayu Karamel untuk memperbaiki hubungan mereka. Lelaki itu sudah terlanjur kesal.

Chenle benar-benar memutuskan untuk kembali ke Beijing keesokan harinya. Melupakan rencana awalnya untuk menemani Karamel periksa ke dokter kandungan. Chenle juga mengacuhkan tangisan meraung Yue yang tidak mau berpisah dari Karamel.

Hati Chenle sebenarnya menentang keputusannya. Meskipun kembali ke Beijing itu juga salah satu rencananya dengan Johnny, namun pergi dan meninggalkan Karamel yang hatinya terluka benar-benar menjadi beban untuknya.

"Kakak ipar. Kau yakin mau kembali ke Beijing? Kasian Yue tuh." Haechan menghampirinya. Sejauh ini Chenle memiliki hubungan yang baik dengan adik bungsu Karamel itu tapi dia tidak bisa akrab dengan Mark.

Si bule oriental itu selalu diam saat melihatnya dan bertingkah seolah ingin menghindarinya.

"Iya. Kakakmu yang minta."  Chenle menunduk. Dia tidak fokus, bahkan hanya menalikan sepatu saja dari tadi tidak selesai-selesai.

"Kakak mungkin cuma kebawa emosi. Tolong pikirkan ini baik-baik." Kata Haechan.

"Aku punya rencana, aku bukan pergi selamanya kok, aku pasti kembali buat jemput dia." Kata Chenle. Mencoba untuk tersenyum meskipun dia enggan.

"Okey kalau itu memang keputusanmu. Aku akan menjaga kakak disini." Haechan menepuk bahu Chenle lalu pergi.

Sementara Chenle menoleh ke arah dapur, melihat Yue yang masih menangis dan memeluk Karamel.

Ohh...
Sejujurnya Chenle merasa iri karena Yue bisa memeluk Karamel sebelum pergi. Sementara dirinya.....
Mereka bahkan berpisah dalam keadaan saling mendiami.

"Yue ayo."

Chenle mengambil alih Yue dari gendongan Karamel. Untuk sepersekian detik tatapan mereka bertemu. Hati Chenle langsung terasa nyeri melihat Karamel yang berusaha menahan air matanya.

Lelaki itu tau Karamel tidak pernah bermaksud mengusirnya, dia juga mengerti kalau Karamel tidak ingin berpisah dengannya. Namun gadis itu tidak mau Chenle hancur lebih parah lagi. Karamel terlalu menyalahkan dirinya atas konflik yang terjadi pada keluarga Zhong.

Chenle menurunkan Yue di lantai, dia kembali menatap Karamel dengan air matanya yang menggenang. Chenle mengulurkan tangannya, menangkup kedua pipi basah Karamel dan mengusap jejak air matanya.

Tidak peduli seberapa hebat perdebatan mereka atau seberapa menyakitkannya kata-kata Karamel semalam, yang Chenle ingin lakukan sekarang hanyalah mencium gadis itu dan mencurahkan setiap detail perasaannya.

Chenle menunduk. Dia benar-benar mencium Karamel sebelum dia pergi. Tidak peduli pada beberapa pasang mata yang menonton mereka bahkan mengacuhkan Yue yang mulai menarik-narik jaketnya. Chenle hanya ingin Karamel tau bahwa dia benar-benar mencintainya.

Lelaki itu melepaskan ciumannya.
Dan akhirnya kedua tangan hangat yang akan Karamel rindukan itu terlepas. Tubuh tegap yang selalu memeluknya itu akhirnya berjalan pergi, meninggalkan Karamel tanpa satupun salam perpisahan.

Karamel jatuh terduduk setelah kepergian Chenle. Gadis itu menangis dengan keras sekarang sampai-sampai Wendy harus memeluknya.

Akhirnya hari itu pun tiba. Hari dimana Karamel mengingkari janjinya pada Chenyue. Karamel benar-benar merasa bersalah sekarang tapi jika tidak begini maka Chenle akan terluka lebih banyak lagi.

Dia sudah mengambil jalan yang benar dan Karamel tidak boleh menyesalinya.

"Papa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Papa... Kenapa mama ga ikut pulang???"

"Papa.. apa mama akan meninggalkan kita? Kenapa dia ga ikut dengan kita?"

"Pah..."

"Diamlah Yue."

Bocah itu langsung merengut. 2 sudut bibirnya melengkung kebawah bersamaan dengan air matanya yang meluncur turun.

"Apa ini karena Yue nakal?? Mama Mel ga mau lagi tinggal sama Yue??"

Chenle memutar posisi duduknya. Menatap iba pada putra semata wayangnya yang tengah bersedih. Baru saja Yue bisa merasakan memiliki keluarga yang lengkap tapi sekarang anak itu harus kembali merasakan kekosongan.

"Yue mau papa peluk??" Chenle merentangkan kedua tangannya.

Yue mengangguk. Bocah itu berpindah dari kursi penumpangnya kini naik ke atas pangkuan Chenle. Yue memeluk tubuh hangat Chenle dan meredam tangisannya disana.

"Pah... Tolong bawa mama Mel kembali."

"Yue... "

Chenle tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Dia tidak ingin memberi Yue harapan palsu tapi dia juga tidak tega mengungkap yang sebenarnya.

Setitik air mata Chenle pun jatuh perlahan melintasi permukaan pipinya. Membayangkan sebuah perpisahan saja Chenle rasanya tidak sanggup.

Dia pernah merasakan kehilangan satu kali dan rasanya Chenle tidak mau merasakannya lagi. Chenle ingin mempertahankan Karamel bagaimanapun itu caranya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suddenly We Got Married | Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang