0.01

1.6K 120 5
                                    

"Karina Shaneta Edward! Lahir di keluarga Edward, yang notabenenya terkenal dengan sikap yang baik dan anggun! Apa harus kamu pulang jam segini?! Mami pusing Karina, mami pusing ceramahin kamu!" Ujar Laras, yang tak lain dan tak bukan adalah mami ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Karina Shaneta Edward! Lahir di keluarga Edward, yang notabenenya terkenal dengan sikap yang baik dan anggun! Apa harus kamu pulang jam segini?! Mami pusing Karina, mami pusing ceramahin kamu!" Ujar Laras, yang tak lain dan tak bukan adalah mami Karina.

"Mobil penyok, sama si Rajendra." Ujar Karina setelah membuka jaketnya, dan melemparnya ke sembarang arah.

"Bukan itu yang pengen mami tau! Liat sepupu kamu, dia berusaha keras untuk ngedapetin warisan kakek! Kamu anak satu-satunya mami, Karina..."

"Tenang mih, tenang... Aku cucu kesayangan kakek. Pasti warisannya jatuh ke tangan aku," Ujar Karina mencolek dagu sang mami.

Laras menutup matanya berusaha menahan emosi yang menggebu-gebu. "Karina, bisa nurut mami sekali ini gak? Apa mami harus ngajarin kamu lagi pake guru killer buat belajar tata krama keluarga Edward?!"

"Gak usah mi. Aku mau jadi diri sendiri aja," Karina mengecup pipi sang mami, kemudian dirinya berlalu menuju kamarnya.

"Haishh, anak itu! Aarav, liatlah kelakuan anak mu!" Ujar Laras.

Aarav yang sedari tadi melihat tontonan itu pun menggeleng, "pantesan ya beb. Mobil anak kita sering ditubruk. Orang nya aja ngeselin." Aarav melingkarkan kedua tangannya di perut Laras.

"Kalo gitu, setidaknya kamu bisa ngebujuk buat lanjut kuliah kan, sayang?"

Aarav menggeleng, "Biarkan saja ras... Karina sedang mencari dirinya sendiri," Aarav menopang dagunya di bahu Laras.

"Ras, walaupun banyak... Sekali, rasa takut aku tentang Karina. Dimulai dari dirinya tidak bisa mengelola perusahaan, itu yang aku takuti sekarang, semisal Karina jadi ahli waris. tapi kita serahkan semua kepada yang maha kuasa ya, kita berikan dukungan dan doa saja kepada Karina." Aarav menggenggam tangan Laras, "doa ibu itu, doa paling kuat. Kamu, ibu Karina, doa kamu yang paling mustajab."

Laras, wanita itu menangis, buiran air matanya satu demi satu mulai berjatuhan. "Sayang... Kamu tau kan, seperti apa keluarga kamu," Ucapnya sambil terisak.

Sementara itu di kamar, Karina masih saja mendapat kan teror chat yang tidak penting itu. Karina memutar bola matanya malas, Karina sudah mengganti nomor telepon beberapakali tetap saja, peneror itu tetap kekeh akan melanjutkan aksi terornya yang membuat Karina tertawa terbahak-bahak.

Karina menelepon nomor peneror tersebut.

"CK, CK. Dengan aksi teror lo, Lo pikir buat gua ketakutan. Kayak si Jennie? HAHAHAHAHAHAHA BANGSAT, KETAWA GUA!" Karina tertawa terbahak-bahak.

Disebrang telepon tersebut hanya tertawa renyah, "Buka semua laci yang berada di kamar anda," Ucapnya, kemudian sambungan telepon tersebut mati.

Karina yang keingin tahuan nya itu tinggi mulai satu persatu membuka laci yang berada di kamarnya. Dan dirinya menemukan burung Pipit kecil yang tergeletak di salah satu laci kamarnya. Karina sendiri tidak takut, "CK, cara bodoh." Karina membawa burung tersebut, menuju ke bawah.

"Pak, satpam! Kubur ini burung ya." Pinta Karina memberikan burung tersebut yang dikantongi plastik.

"Lagi neng?!" Ujar satpam tersebut, pasalnya hari ini Karina sudah meminta tolong kepadanya untuk mengubur burung yang dilumuri darah selama 3×.

Karina mengangkat bahunya kemudian menurunkan nya lagi. Dirinya memasuki kembali kediaman rumah megahnya.

Di pagi hari ini, Karina sedang melakukan breakfast dengan mami dan papi nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di pagi hari ini, Karina sedang melakukan breakfast dengan mami dan papi nya. Mereka semua terdiam, menikmati masing-masing makanan yang mereka alas. Setelah nya, mereka menutupnya dengan hidangan kecil, sambil berbincang-bincang kecil.

Tapi, menurut Karina, ini bukan hanya sekedar per-bincangan.

"Karina, kalo kamu mau dijodohin sama cucuk keluarga Essefie kamu bakal gimana?" Tanya sang mami.

"Gak jelas, mami." Ketus nya.

"Rina... Mami kamu lagi serius. Sopan sedikit bisa?!" Ucap Aarav.

"Essefie, duh. Nggak deh, milih anak sefrekuensi aja. Kuno banget, perjodohan segala."

Perempuan ber-kerudung putih itu mengusap dadanya. "Mami serius! Terima ya?"

Karina menggeleng cepat, "Gak. Gak usah,"

"Yaudah, semua fasilitas kamu papi cabut. Termasuk uang tabungan kamu, kamu dilarang masuk ke rumah ini, dilarang makan disini. Kamu di kurung di gudang,"

"Ya, yaudah sih. Gampang, tinggal jual barang yang ada di gudang."

"Astaghfirullah! Karina... Sekali ini aja, kamu bisa nurut ke mami, mami pusing ngeliat kamu gini."

Karina memutar bola matanya, jengah. "Mi, Karina takut miskin, terus malah jadi gelandangan,"

Mendengar lontaran Karina itu, justru membuat kedua orangtuanya tertawa.

"Karina. Apa kamu pernah mendengar tentang keluarga konglomerat jatuh miskin?"

Karina menggeleng.

"Nah itu, mana mungkin. Bisa jatuh miskin, apa lagi itu keluar Essefie, yang notabenenya kekayaan nya melebihi keluarga kita." Papi tersenyum.

Karina malas untuk membahas hal ini, dirinya mengiyakan saja. "Iyalah, tapi lihat dulu. Kalo gak cocok, skip."

Papi dan mami tersenyum lega, 'syukurlah' pikir mereka.

"Mau kapan?" Tanya mami.

"Kapan apanya?"

"Ketemunya? Cucu laki-laki keluarga Essefie banyak, jadi mami mau kamu ketemu satu persatu." Ujar laras semangat.

Karina makin malas dibuatnya, "mamii... Tapi sama kalian berdua ya?! ya?! Oh iya, motif mami papi buat ngejodohin apa? Aneh banget, gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba ngomong gitu."

"Denger-denger sih, Jennie udah mulai cari calon ya, buat menuhin persyaratan dapet warisan appa. Apa buat itu?" Lanjut Karina, dengan tatapan selidiknya.

Aarav dan Laras saling menatap satu sama lainnya, seolah-olah mengatakan, 'bagaimana ini?'

"Udah aku duga. Gapapa pah, mih, santai." Karina meleos pergi dari meja makan tersebut.

" Karina meleos pergi dari meja makan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gara-gara lo!  (Jeno一Karina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang