Bab 3

3 1 0
                                    

Xavier tersenyum ke arah Zevanya, senyuman yang sangat tulus dan ramah. Xavier Alexander, salah satu cowok populer di SMA Pelita karena ketampanannya, dia juga dikenal sebagai manusia yang ramah dan baik hati kepada siapa pun, sehingga julukan good boy melekat pada dirinya.

“Lo, Zevanya Anastasia kan?” tanya Xavier percaya diri, Zevanya hanya mengangguk. “Oh ini yang selalu Zevano selamatin sama tubuh gue, setelahnya buat tubuh gue sakit-sakitan,” jelas Xavier masih tersenyum, kali ini senyum palsu. Zevanya menggaruk kepalanya walaupun tidak gatal, “maaf ya, lo jadi kena imbasnya,”  ucap Zevanya menyengir bersalah. “Lo harus traktir gue makan.”

Ucapan Xavier yang membuat kedua orang itu berakhir di kantin, Xavier menikmati bakso dan es jeruk dengan santainya, sedangkan Zevanya agak was-was kalau uang sakunya tidak cukup. Karena kenyataannya, itu mangkok ke dua yang Xavier pesan, belum lagi tambahan jajan-jajan yang menemani baksonya. “Lo enggak makan?” tanya Xavier santai, Zevanya hanya menggeleng.

“Lo gak kepo kenapa tiba-tiba gue bisa tau tubuh ini dirasuki arwah kakak lo selama tiga bulan lebih ?”

“Lo udah ketemu dan ngobrol sama kak Ano,” jawab Zevanya masuk akal.

Xavier melotot kaget, dan bertepuk tangan untuk Zevanya. “Pinter juga otak lo,” ejek Xavier, dimana disisi softboynya? batin Zevanya. “Gue juga gak bakal nolak dia kalau mau keluar masuk tubuh gue lagi, kita punya kesepakatan.”

“Apa?”

“Rahasia, Cuma laki-laki yang boleh tau.”

“Idih, nanti lo kena marah loh, kakak gue pasti dengar.”

“Dia nggak disini, dia lagi melakukan misi. Udah ya gue ke kelas dulu, ini bayarin semua, makasih loh,” ucapan terakhir Xavier sebelum benar-benar pergi. Zevanya hanya bisa melongo melihat tingkah laku Xavier, dia bahkan harus membayar makanan yang hampir menembus angka Rp.50.000, padahal hanya dia saja yang makan. DASAR LICIK !! batin Zevanya kesal.

                                                               Zevanya Anastasia
Hari minggu ini aku isi dengan kegiatan rutin, seperti bersih-bersih. Siang harinya aku memilih makan siang dengan mie ayam yang tempatnya tidak jauh dari rumah, aku memilih makan ditempat. Setelah selesai, aku berjalan pulang ke rumah. Di setengah perjalanan  aku melihat laki-laki yang terlihat tidak asing dari kejauhan, aku mendekatkan diri ke arah laki-laki itu, dia sedang menggendong bayi dengan posisi menyamping dari arahku berdiri. Aku mulai mengingat-ingat kembali, dan akhirnya bertemu 1 nama, dia adalah Ardiaz Virendra, teman kakaku.

“Kak Ardiaz,” panggilku hati-hati, yang mempunyai nama menoleh dan tersenyum. “Zevanya?”  tanyanya yang membuatku percaya dia sosok pelawak yang selalu bersama kakakku dulu. “Kakak apa kabar?” sapaku ramah, “baik-baik, gimana keluarga Ya?” tanyanya balik. Aku tersenyum, “sehat semua kak.”
Arahku teralihkan ke bayi yang dia gendong.
“ini anak kakak? Wah lucu banget, siapa namanya?”

“Makasih, namanya Karina, hehehe,” aku terus mengamati wajah Karina, aku sedikit tidak percaya orang yang dulu sering ganti-ganti pacar sekarang menjadi seorang ayah untuk bayi mungil yang cantik. Aku jadi berpikir lebih jauh, andai Kak Zevano masih hidup, umur 23 tahun ini dia sedang apa ya?

“Zevanya gak papa?”  ucapan itu membuat lamunanku buyar, aku mengangguk dan terus menatap Karina.

“Maaf ya baru bisa muncul setelah 5 tahun ini, kak Az gak mau kalau kamu ketemu sama Ka Az jadi ingat Zevano” tambah kak Ardiaz, aku mengubah pandanganku ke arahnya, terlihat jelas kesedihan di matanya. “Makasih sudah berusaha buat aku nggak sedih, tapi mau ada atau nggak ada kak Az, aku tetap ingat Kak Ano, jadi gak usah sembunyi lagi ya kak” ujarku meyakinkan. Ardiaz tersenyum dan mengangguk.

Setelah berbincang cukup lama, aku meminta izin pulang rumah. Namun sebelum itu, aku menyempatkan mampir ke taman untuk duduk sejenak. Aku meminum minuman yang tadi aku beli, sambil sesekali melihat anak kecil yang sedang memainkan permainan di taman ini. Suasana damai berakhir saat Xavier datang dan meminta minumanku, dia menghabiskan sampai tidak tersisa, botol kosongnya justru dikembalikan kepadaku. “Ngapain disini?” tanyanya santai tanpa berdosa. “Duduk,” jawabku singkat, mendengar itu dia yang justru  terlihat kesal. Tidak ada obrolan lagi setelah itu, dia diam aku pun ikut diam.

“Apa Kak Zevano ada disini?” tanyaku akhirnya.

“Kenapa?”

“Gapapa, cuma mau bilang sesuatu.”

“Dia tepat di samping kanan lo.”

Aku mengganti posisi duduk, menghadap ke sebelah kanan. “Disini kan?” tanyaku memastikan. “Iya,” balas Xavier singkat.

“Kakak, Kakak dengar aku kan? Kakak bisa lihat aku kan? Apa Kakak tadi sama aku? Kita lihat Kak Az punya anak kan, lucu banget ya. Aku jadi berpikir Kak.....”

“Aku berpikir coba aja Kakak masih hidup....”

“Pasti Kakak bisa jadi pengusaha yang sukses, jadi kebangaan Papah, keluarga kita gak akan sehancur ini. Kenapa sih Kakak harus ngorbanin hidup Kakak cuma untuk kehidupan gak berguna aku?”  Aku....”

“Ma-maaf udah jadi Adik yang jahat.”

“Ma-maaf udah jadi Adik yang serakah, maaf.”

Hari Senin sangat melelahkan untuk Zevanya, setelah upacara, dilanjutkan pelajaran yang membuatnya sakit kepala, Matematika dan Kimia. Zevanya bahkan tidak sempat istirahat karena harus mengerjakan tugas dengan tenggat yang sebentar. Pulang sekolah dia pergi ke WC, setelah buang air kecil dia membuka pintu WC, tepat didepannya ada Alexa dan Diandra. “Selamat sore nona Anya,” sapa Alexa memajukkan tubuhnya dan menarik paksa rambut Zevanya, Diandra sudah siap dengan kameranya.

Alexa memaksa Zevanya untuk masuk ke WC kembali, dia mendorong kepala Zevanya ke ember berisi air sampai yang paling dasar, Zevanya berusaha memberontak, namun tenaga Alexa lebih kuat sehingga gadis itu kalah power. Tapi, itu tidak membuat Zevanya putus asa, dia kembali memberontak dan berhasil. Membuat Alexa semakin membabi buta menyiksa Zevanya, dia menarik kepala Zevanya, membenturkannya ke dinding WC, keluarlah cairan merah dari kepalanya akibat benturan keras itu. Zevanya hampir kehilangan kesadaran, namun Alexa tetap memaksa Zevanya tetap bangun dengan menamparnya berkali-kali. Tawa dari kedua gadis itu menggema disemua sudut WC, kepala Zevanya dimasukkan ke ember lagi dan akhirnya terjatuh lemas.

Alexa dan Diandra yang melihat itu meninggalkan Zevanya sendirian, tampilannya benar-baner kacau, seragamnya basah. Darah dari kepalanya belum berhenti, ditambah pipinya merah karena tamparan Alexa. Dia mendekati tasnya dengan sisa tenaga, mencari handphone dan menghubungi seseorang.

Xavier sejak tadi menunggu Zevanya di rumah sakit, tangannya sejak tadi mengepal sangat erat, saat sampai di tempat kejadian setelah ditelpon Zevanya, Xavier benar-benar terkejut melihat keadaan mengenaskan gadis itu. Disampingnya ada Zevano yang baru saja kembali dari misi rahasianya. “Pasti ini perbuatan Alexa,” ucap Zevano dalam keheningan rumah sakit. Xavier tidak menjawab sepatah kata pun, dia justru meningglkan ruangan Zevanya untuk menelepon seseorang.

Malam ini menjadi malam yang indah untuk Alexa, karena rencananya berhasil dengan sangat lancar dan dipastikan membuat Zevanya kesakitan, dia sudah membayangkan berapa keuntungan yang akan dia peroleh dari si bos. Dia merayakan kebahagiaan ini di apartemen miliknya, dia menyiapkan beberapa jenis minuman keras untuknya dan Diandra. Menurutnya ini saat yang bagus untuk pesta miras.

Namun sebelum meneguk miras digelasnya, ada seseorang yang menekan bel. Alexa merasa kesal karena di momen yang seharusnya pas untuk menikmati minuman harus buyar karena bel pintu. Dia berjalan ke arah pintu tersebut, dia membuat kesalahan karena tidak mengecek dulu siapa yang datang.

Dia langsung membuka pintu dan tiba-tiba saja sosok manusia berbaju serba hitam masuk paksa dan menutup paksa pintu apartemen Alexa. Gadis itu juga diseret paksa ke ruang TV dan didorong sampai tersungkur, sosok itu membawa tongkat kayu, dia gunakan untuk merusak semua fasilitas yang ada di apartemen itu. Dimulai dari jejeran miras di meja, berlanjut ke TV, lemari kaca, dan guci kesayangan Alexa. Melihat semuanya hancur, dia mendorong sosok itu untuk berhenti, dia memang berhenti sejenak dan mengubah serangannya ke arah Alexa. Dia menarik rambut Alexa paksa dan mendorongnya ke belakang tepat di cermin panjang, membuat cermin itu pecah. Diandra yang melihat itu takut dan justru hanya diam di tempat, dia tidak mau salah langkah dan berakhir seperti Alexa.

Sosok itu mendekati Alexa, dia menarik rambut gadis itu untuk melihat ke arahnya. Dia membuka handphonenya membuka aplikasi video, memutar video yang memperlihatkan kejahatan yang selama ini Alexa lakukan, bullying, club malam, dan memesan pil ekstasi. “Gimana kalau bokap lo tau anaknya seenggak berguna ini? Cuma jadi aib keluarga,” ucap sosok serba hitam itu. Alexa yang tadinya berekspresi menantang berubah menjadi ketakutan, “ja-jangan ke Papah, dia bakal siksa gue kalau sampai tau semua ini, gue mohon sama lo maafin gue, maaf. Hiks hiks hiks,” dia memohon sambil menyentuh kaki sosok itu.

“Minta maaf sama semua korban lo dan langsung pindah sekolah, gue kasih waktu 3 hari dimulai dari besok.”


Pagi ini SMA Pelita dihebohkan dengan gosip terpanas dan terfenomenal, berita Alexa pindah sekolah telah menyebar di semua kalangan siswa. Zevanya yang baru saja datang bingung dengan keramaian yang ada, dia tetap memaksakan sekolah walaupun luka di kepala belum sepenuhnya sembuh. Dia berjalan santai ke kelasnya, saat sampai di kelas ada rasa mencekam yang amat terasa. Semua mata tertuju pada Zevanya, bingung dengan tatapan aneh itu, tidak ada yang bisa menjelaskan kepada Zevanya kah?

Jawaban itu bisa dia dapatkan dari satu gadis yang mendekatinya, Zevanya terpaku melihat Alexa datang ke kelas. Antara takut dan marah. Menghasilkan tubuh yang kaku. “Gue mau minta maaf setulus-tulusnya sama lo,” ucap Alexa membuka percakapan. Alexa mengambil kedua tangan Zevanya dan menangis sejadi-jadinya.

“Gue.... hiks..... hiks..... benar-benar minta maaf, apa lo mau maafin gue?”  ujarnya tulus, melihat ketulusan dan perubahan tiba-tiba Alexa, membuat Zevanya hanya mengangguk. Seperti dua orang berbeda, batin Zevanya membandingkan Alexa didepannya dengan Alexa kemarin.

Alexa menyeka air matanya, memeluk Zevanya dan tersenyum manis. “Lo anak yang baik, mulai sekarang lo gak akan diganggu sama cewek bernama Alexa lagi,” ucapnya dan langsung meninggalkan Zevanya dengan rasa heran. Bahkan penonton pun terkejut melihatnya.

“Gue rasa ada yang ancam Alexa deh, cewek kaya dia mana mau minta maaf duluan”

“Gue dengar-dengar sosok serba hitam nyamperin apartemen Alexa, mungkin itu yang buat dia berubah?”

“OMG, sengeri apa sih sosok itu, sampai sosok nenek sihir bisa berubah jadi ibu peri?”

“Pasti dia kasih sesuatu ke Alexa yang bisa mengancam reputasi, gue yakin sih itu.”

Gosip-gosip aneh mulai bermunculan, sosok hitam yang dimaksud teman-teman sekelas Zevanya itu yang seperti apa? Bahkan Zevanya baru saja mendengar ada sosok seperti itu di kalangan siswa.


Istirahat pertama dia di kantin bersama Xavier, laki-laki itu bahkan tidak membahas gosip Alexa seperti siswa kebanyakan. Dia terus fokus dengan makananya.
Xavier menyadari perempuan didepannya tidak kunjung memakan makanannya. “Lo gak doyan? Ini buat gue aja,” celetuk Xavier menarik mangkuk soto milik Zevanya, tapi dengan cepat ditarik kembali oleh sang pemilik. “Enak aja, gue juga laper kali,” balas Zevanya sewot dan memakan soto dihadapnnya. Xavier tersenyum melihat tingkah Zevanya, dia kembali memakan sotonya.

“Vier,” panggil Zevanya, yang mempunyai nama langsung menoleh, mengangkat alisnya seperti berkata ‘apa’.

“Lo dengar gosip tentang Alexa yang pindah gara-gara sosok serba hitam nyamperin dia?” tambah Zevanya, seketika aktivitas Xavier terhenti. “Iya,” balas Xavier singkat.

“Emang kaya apa sih sosok itu?” tanya Zevanya lagi.

“Di kalangan siswa sih dia dijuluki pemberantas bully, banyak pelaku pembullyan yang disikat habis sama di.”

“Apa semengerikan itu?”

Xavier hanya mengangkat bahu tidak tahu, atau malah tidak mau tahu. Ditengah percakapannya dengan Zevanya, terlihat Diandra melirik Zevanya tajam. Zevanya yang menyadari itu balik menatap Diandra, seketika gadis itu memalingkan wajahnya takut.
Perubahan juga tidak hanya dialami oleh Alexa, tapi temannya yaitu Diandra, sekrang ini lebih pendiam. Membuat Zevanya semakin bingung karena keadaan yang berubah begitu sangat cepat baginya.

DUA SISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang