Prologue ¼

415 54 0
                                    

Kegelapan adalah hal pertama yang menyapa (Name) ketika sadar saat itu. Ditengah kegelapan (Name) berusaha untuk mencari sesuatu atau mungkin seseorang yang bisa memberinya petunjuk, dalam diam dirinya mulai bertanya tentang perjalanan setelah kematian

"Apa neraka dan surga hanya mitos belaka?"

"Apa sekarang aku sedang ada dikehampaan?"

"Dimana sebenarnya tempat berpulang jiwa yang tidak lagi memiliki raga?"

"Kenapa hanya aku seorang diri disini?"

(Name) berjalan(?) atau mungkin melayang(?) dalam kegelapan sambil bertanya-tanya. Setelah lama mencari akhirnya dari kejauhan terlihat setitik cahaya remang-remang yang seakan memanggil dirinya

Dengan langkah seribu (Name) segera melesat menuju cahaya tersebut. Namun, alangkah terkejutnya (Name) dengan apa yang ditemukannya setelah asal cahaya tersebut mulai terlihat

Didepannya berdiri sebuah bangku taman lengkap dengan lampu taman yang terlihat sangat familier baginya. Lampu taman tersebut menyala dengan pijar kuning redup disamping sebuah bangku taman

Mencoba untuk tetap tenang dalam kebingungan yang semakin menjadi-jadi, (Name) lalu memutuskan untuk duduk dan menunggu. Menunggu sesuatu yang mungkin akan menjadi petunjuk ditengah rasa bingung ini

"Apa ini benar-benar kehampaan yang di bicarakan orang-orang?" gumam (Name) bertanya

"Sayangnya, bukan." Sahut sebuah suara yang tiba-tiba muncul dari sampingnya

Dengan gerakan patah-patah (Name) memutar kepalanya ke samping untuk melihat siapa gerangan yang menjawabnya. Tatapannya lalu bertemu dengan sosok berbusana hitam yang sangat dikenalnya

"Sang kematian?" bisiknya ragu

"Benar, semua orang memanggilku begitu."

"Sang kematian? Bukan Death the Kid kw 9, kan?"

"Siapa itu Death the Kid?"

"Atau mungkin cosplayer gebyar berhadiah 17-an?"

"Apa itu sebuah benda?"

"Em ... itu, lupakan saja. Bagaimana aku bisa ada disini?"

"Itu juga adalah pertanyaan yang ingin ku tanyakan padamu, bagaimana jiwa asing sepertimu bisa masuk ke dalam sini?"

"Mohon maaf sebelumnya, mbak kematian ... kalau saya kurang sopan. Tapi saya juga kurang tau bagaimana saya bisa berakhir di sini."

"Hm ... begitu ya. Sayang sekali, aku tak memiliki kemampuan untuk mengembalikan jiwa mu ke tempat yang seharusnya."

"Lalu .... apa yang akan terjadi pada saya?"

"Kau bisa tetap tinggal disini sementara aku akan pergi mencari solusi dari tersesatnya jiwamu ini."

"Eh? Baik ... terimakasih banyak, maaf merepotkan."

"Sama-sama, senang bisa membantu."

-///-

Waktu terus bergulir seiring dengan hubungan (Name) dan sang kematian yang juga semakin dekat setiap harinya(?). Tidak ada yang tau berapa lama (Name) berada di alam tersebut

Karena seperti yang semua orang tau, disini tidak ada apapun selain lampu taman dan bangkunya. Sesekali sang kematian akan pergi selama beberapa saat dan kemudian kembali

Mereka biasanya duduk dan bercengkrama membicarakan berbagai macam topik yang terkadang sangat random. Secara mengejutkan (Name) merasa nyaman menghabiskan waktu bersama sang kematian, begitu pula sebaliknya

"Jadi ... selama ini mbak Kema cuma duduk sampai ada jiwa yang datang buat dibangkitkan?"

"Hm ... aku menghabiskan waktu hanya dengan melamun menatap kejauhan."

"Menatap kejauhan gimana? Tidak ada apapun selain lampu dan bangku disini."

"Memang begini adanya, sejak pertama kali sadar ... aku memang hanya sendirian. Aku merasa sedikit terbantu dengan keberadaanmu disini."

"Bilang aja mbak senang kan ada (Name) disini. Jadi bisa buat temen curhat, ghibah, dll. "

"Terserah ... apa katamu saja (Name)."

"Hehe ... mbak Kema jadi makin cantik kalau malu."

"Jangan lupa kalau disetiap pertemuan akan ada perpisahan."

"Maksud, mbak ... suatu saat nanti (Name) bakal hilang gitu?"

"Bukan ... maksudku cepat atau lambat 'mereka' pasti akan menemukan jalan untuk mengatasi masalah ini."

"Begitu ya ... apapun asal jangan hapus kenangan yang ada selama (Name) disini."

"Tidak ada yang tau, (Name). Siapkan dirimu untuk kemungkinan yang terburuk."

"Tentu saja ... aku selalu siap, sekalipun aku harus pergi hari ini juga."

Tepat setelah (Name) selesai berucap, muncul sebuah pintu raksasa bak gerbang menuju alam ghaib yang tiba-tiba terbuka. Dari dalamnya berhembus angin kencang yang dalam sekejap menerpa keduanya

(Name) bahkan harus berpegang pada bangku taman agar dirinya tidak ikut terbawa angin. Dilain sisi sang kematian sendiri sama sekali tidak bergerak dari tempatnya duduknya

Posturnya masih tetap sama saat berbicara dengan tokoh utama kita sebelumnya. Satu-satunya usaha yang terlihat dilakukan olehnya hanya mengangkat salah satu tangan untuk menahan agar penutup kepalanya tidak terbang

"What the fu-fudge ... apa-apaan semua ini!?"

"Sepertinya 'mereka' telah menemukan solusi dari masalahmu. Sudah saatnya pergi, (Name)."

"Apa? Ta-tapi bagaimana dengan mbak Kema?"

"Tak apa (Name), dari awal aku memang selalu sendiri. Hal itu sudah membuatku terbiasa, aku benar-benar berterimakasih karena telah mau menjadi temanku sampai saat ini."

"Apa maksud mbak? ... kita akan tetap jadi teman meskipun aku keluar dari sini. Sudah ku bilang kalau aku tidak akan melupakan semua."

"Aku sangat terharu ... kalau begitu, sampai kita bertemu lagi (Name)."

"Iya ... sampai kita bertemu lagi mbak Kema."

"Jangan lupa saat keluar nanti ... kau adalah manusia, sekalipun nantinya tak memiliki identitas."

"Maksudnya mbak?"

"Tubuhmu tidak akan punya identitas dialam fana, karena memang awalnya kau hidup sebagai manusia saat ada didunia mu."

"Ah ... jadi satu-satunya identitas milikku nantinya adalah saat aku berada dialam sarpa?"

"Benar ... hal ini akan menjadi pedang bermata dua untukmu."

"Baiklah ... aku paham garis besarnya."

"Bagus ... semoga beruntung (Name)."

"Aku pamit ... tolong jaga diri ya mbak."

"Hm ... hati-hati dalam mengambil jalan."

"Pastinya." Jawab (Name) yang kemudian melangkah masuk ke dalam pintu tersebut dengan langkah mantap dan lalu kembali tak sadarkan diri

To be continue

Did I Just Die Before? [ BFD X Fem! Reader ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang