Mengurus anak tidak semudah tulisan inspirasi edukatif orang-orang di luar sana.
Sebagai orangtua tunggal bagi tiga bersaudara, Xavier sadar betapa besar nan berat tanggungjawabnya. Ada banyak pegangan tugas yang harus senantiasa dia lakukan setiap hari, banyak kesabaran terbuang demi membesarkan tiga kurcaci biang sakit kepala dan stres beratnya belakangan ini.
Usianya bahkan baru kepala dua lewat tiga ketika dirinya dihadapkan dengan kenyataan bahwa kini dia bertanggungjawab atas tiga anak berbeda. Dua laki-laki satu perempuan, dua hiperaktif dengan satu super pasif, sebuah perbedaan umum yang menjadi tantangan terberat bagi seorang pemuda beranjak dewasa dalam melanjutkan langkah hidupnya. Sebenernya tidak begitu berat seandainya mengasuh anak adalah sebuah kenyamanan dan mereka bukanlah tipikal egosentris menyebalkan yang senantiasa ingin diperhatikan. Seandainya semua tidak terlalu membebani kepala, Xavier tidak akan terbangun dengan kantong mata setebal janji-janji kawan yang katanya akan membantu dikala kesusahan.
Poin permasalahan terbesar adalah ketiga anak-anak itu memiliki keunikan tersendiri, Xavier justru menyebutnya sebagai kutukan meskipun tidak langsung ia tuturkan demikian.
Melissa mungkin bisa dibilang sosok paling normal diantara kedua saudara lelakinya, dia gadis kec hiperaktif yang senang dibuatkan boneka mainan, tidak mau beli, harus dibuat langsung dengan tangan Xavier sehingga pemuda yang senantiasa merasa jompo tersebut terpaksa menjadi tukang jahit dadakan demi membuatkan sebuah mainan untuk si bocah kecil—berakhir mengorbankan jemari penuh bekas tusukan jarum, sebab belum terbiasa menyentuh barang-barang asing tersebut. Gadis itu tumbuh lebih dulu diantara kedua bocah-bocah lainnya, untuk itulah Xavier senantiasa mengatakan bahwa Melissa adalah kakak tertua yang harus senantiasa membimbing adik-adiknya.
Yin—begitulah nama bocah pirang itu tertulis, punya sikap seenak jidat khas kebanyakan anak hiperaktif usia empat, tidak pernah mengerti arti diam dan senang menyebabkan kekacauan di rumah dalam artian berantakan bak kapal pecah. Setiapkali Xavier selesai bekerja dan memeriksa dapur, ia akan menemukan bocah ingusan tersebut mengacak-acak wadah kopi serta gula, membuat wajahnya dipenuhi noda hitam dengan satu tujuan; mencari botol susu. Dan karena kelalaiannya kala itu, Yin dilarikan ke rumah sakit atas diagnosa alergi bahan kopi yang biasa diminum si pemuda dewasa. Dokter menyarankan agar Xavier bisa lebih berhati-hati karena balita sangat rentan terhadap zat-zat yang biasa disentuh orang dewasa, walau demikian, dia tidak diperbolehkan membatasi gerak bocah itu guna menunjang tumbuh kembangnya—sebuah kalimat yang membuat kepala Xavier nyaris botak seketika.
Untuk Julian, si bungsu menawan, dia tidak banyak bicara seolah mulutnya hanya terbuka untuk hal-hal penting. Dia teramat dingin dan tenang sehingga sukar bagi Xavier membaca isi kepalanya, meskipun di satu sisi ia senang sebab tidak ada tambahan suara jerit meminta perhatian, minum susu ditengah malam hingga menyiksanya dengan pukulan-pukulan kecil. Saking diamnya, anak itu bahkan tidak menangis ketika jatuh dari meja makan ruang tamu—tidak ada yang tahu, kecuali Melissa yang saat itu menjerit kala mendapati bocah tersebut mimisan di tempat. Xavier harus rela tabungannya dikuras demi membiayai perawatan si bungsu. Menghela nafas berat dan merasa kehidupan semakin jahat dengan memberikannya cobaan terlampau menyayat. Mimpi buruk membuatnya terbangun dari ilusi, sadar bahwa realita menantinya untuk tetap bangkit sembari menjalankan kewajiban sebagaimana sosok orangtua. Meskipun ia tidak merasa itu adalah perannya.
Katakanlah, Xavier hanya merawat mereka karena takut dituntut hukum atas penelantaran anak. Yah, dia tidak punya cukup uang untuk membawa mereka ke panti asuhan. Tapi dia merencanakan demikian.
"Xavier! Xavier! Ayo!"
Pemuda itu bangkit dari kursi bus, kemudian turun dengan kedua boncel manis di sisi kanan-kirinya, kemudian membawa mereka masuk ke lingkungan tak asing. Wilayah lama dimana dulu ia juga menempuh pendidikan ketika masih belia. Berhubung ia masih punya uang cukup, mendidik Melissa sebagaimana seharusnya diwajibkan mungkin bisa dilakukan, lagipula biaya sekolah di sini tidak terlalu mahal dan relatif kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIGHT CHANGES
Fanfiction"A family is like a circle. The connection never ends, and even if at times it breaks, in time it always mends." - Nicole M. O'Neil • Xavier, remaja menjelang dewasa yang memutuskan kabur dari rumahnya justru harus menghadap realita dimana tiga kerd...