Xavier ingin menyerah.
Dia terlalu lemas menangani kepanikan yang terus datang melanda hati, bahkan ketika dia merasa bahwa potensinya berkembang dalam mengurus mereka semua, rasanya sia-sia ketika ia mendapati kegagalan serupa. Membayangkan bagaimana kehidupan bisa serumit ini, lebih baik Xavier tidak pernah terlahirkan sama sekali dan hilang dari segenap permasalahan yang kini bertubi-tubi menghantam punggungnya, membuat ia kesulitan bahkan untuk sejenak menghela nafas pelan.
Sebenarnya Xavier sempat merasa skeptis mampu mengurus tiga anak dalam masa pertumbuhan sekaligus, apalagi setelah tahu salah satu diantaranya adalah wadah bagi jelmaan mengerikan. Ia sudah mengumpulkan uang untuk diberikan kepada petugas panti asuhan sebagai uang pangkal mengurus mereka, semua suda terencana hingga detik bergulir tanpa disadari dan anak-anak itu sudah telanjur mempercayai bahkan mencintainya sepenuh hati. Seperti Melissa yang senantiasa menceritakan keluh kesah selama di sekolah, disusun pekikan gemas si pirang yang sibuk menghancurkan serentet robot mainan pemberian tetangga sebelah, juga keterdiaman Julian dan kehangatan senyum bocah itu setiapkali ia mengusak rambut merah delimanya. Seandainya benar terjadi, Xavier menyerahkan mereka ke pihak panti asuhan, akankah kehidupannya bisa lebih baik?
Jika iya, bagaimana dengan anak-anak ini?
Bagaimana bila seandainya Melissa membenci dan mengutuk Xavier yang secara jujur meninggalkan ia beserta dua bocah kerdil tanpa persetujuan sedikitpun? Ataukah kehidupan mereka justru memburuk sebeb Yin ternyata tidak dapat dikategorikan sebagai anak normal kebanyakan? Dan bagaimana dengan Julian yang tidak pernah bisa terlepas dari si pemuda iris sapphire menawan? Bungsu satu itu bahkan tidak suka dan tidak mau ada tangan lain menyentuh dirinya selain kedua bocah bar-bar juga Xavier seorang? Akankah kehidupan mereka membaik atau justru anjlok curam karena kehilangan sokongan serta tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan baru? Jika benar demikian, bukankah sama saja Xavier menghancurkan harapan hidup mereka yang semula ia janjikan?
Tapi, sungguh rasanya lelah sekali.
Mental dan fisiknya diuji terus menerus seolah ia adalah barang percobaan untuk terus digerakkan hingga berhasil mencapai tujuan, dia tak akan pernah bisa berhenti sebab banyak tuntutan berdatangan yangmana seolah progam untuk ia otomatis bergerak. Atasan pasti akan mengamuk karena dia telat mengabari ketidakhadiran malam ini, belum lagi uang terkuras untuk pertanggungjawaban kasus si bungsu beberapa jam sebelumnya, dan juga, kini ia harus menerima fakta bahwa Yin memerluka perawatan intensif setelah diduga tak sengaja mengkonsumsi sabun pencuci pakaian. Dia bahkan belum sempat mengganti bajunya ketika ia dapati Fredrinn membopong si anak tengah dalam kondisi pucat pasi mengenaskan, seolah ia sedang bercengkerama dengan Sang Agung sebelum mencapai surga.
Duduk di ruang tunggu dengan segenap kekhawatiran menganggu, Xavier mencoba tenang meski rasanya mustahil sebab setiapkali ia mengutarakan bahwa semua akan membaik, kepalanya memproses kecemasan baru, akan bagaimana jika seandainya tidak terselamatkan dan meninggalkannya dengan rasa bersalah segudang sebagai orang dewasa tidak bertanggungjawab? Fredrinn diam-diam memerhatikan wajah rupawan itu, tampak berbeda dari biasanya. Xavier selalu menunjukkan ekspresi dan tingkah laku layaknya dia adalah manusia paling tangguh, lalu dalam sepersekian detik mendatang, dia ambruk dan jatuh, hatinya pun ikut rapuh. Bagaimana bisa lelaki paling judes yang pernah Fredrinn temui mendadak menjadi sangat emosional dan seolah kehilangan arah hidup?
Melissa memeluk Julian, satu-satunya sosok yang tampak begitu tenang meskipun dia bertanya dalam hati apakah semua akan berakhir dengan damai tanpa Isak tangis lagi? Julian merasakan emosi di wajah mereka tampak terluka, terutama Xavier yang tidak biasanya tampak frustasi dan tak mampu menahan gumpalan perasaan tak nyaman dalam dada. Julian tidak mampu berbuat banyak selain memerhatikan, sembari membiarkan dirinya jadi bantal sandaran bagi Melissa selagi perempuan itu menangis tersedu. Dokter datang sepersekian menit kemudian, mempersilahkan pihak keluarga masuk menjenguk pasien. Fredrinn menggendong dua boncel sementara si lelaki serba biru gesit memasuki ruangan, sebelum lantas membeku dan melangkah kaku menghampiri bocah malang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
NIGHT CHANGES
Fanfiction"A family is like a circle. The connection never ends, and even if at times it breaks, in time it always mends." - Nicole M. O'Neil • Xavier, remaja menjelang dewasa yang memutuskan kabur dari rumahnya justru harus menghadap realita dimana tiga kerd...