02

225 35 0
                                    

Xavier terbangun pada dini hari ketika tangis Yin membuatnya kalap.

Bukan kali pertama, sebab wajar bagi seorang balita menangis ditengah gulita untuk meminta perhatian orangtuanya baik demi sebotol susu atau kecupan mesra di dahi guna menenangkan hati; tetapi kali ini amat berbeda, sebab tangis Yin terdengar seperti perpaduan antara suara rengekan bocah dan raungan orang dewasa. Xavier dalam keadaan masih mengumpulkan sisa nyawa terpaksa bangkit menuju ranjang si pirang ketika ia menyadari seluruh badan anak itu memerah gelap denga beberapa coretan—atau mungkin cakaran macan memancarkan siluet emas. Xavier tidak mengerti apa itu dan mengapa terjadi kepada salah satu bocahnya. Namun dengan ketakutan dalam dada, dia mencoba mendekap Yin dalam peluk erat, sembari mengusap punggungnya, berharap tangis reda, namun justru ia merasakan panas membara di belakang punggung kala bocah itu memukul-mukulnya. Xavier biasa dengan hal tersebut, tetapi kali ini, rasanya begitu teramat sakit seolah hantaman tersebut berasal dari manusia dewasa yang berpengalaman meninju kawanan orang.

Xavier, dalam keadaan sakit di punggung akibat tinjuan tersebut, kebingungan, ia bermaksud segera membawa sosok mungil dalam dekapnya menuju rumah sakit terdekat. Dengan tergesa-gesa, tanpa kendaraan juga transportasi umum melintas, pemuda itu mengunci rumah sejenak dan membawa bocah dalam peluknya kepada orang yang lebih paham, khawatir terjadi sesuatu pada Yin. Karena terburu-buru dan kondisi jalanan lengang serta gelap, Xavier membuka ponsel sembari menyalakan senter untuk menerangi langkahnya, dia nyaris jatuh menghantam aspal berkat sebuah batu tak disadari telah diinjaknya. Laki-laki muda itu mengabaikan suara diantara kesunyian dan tetap nekat berlari ke rumah sakit terdekat.

Dia menghela nafas lega manakala perawat setempat bertindak cepat menangani keluhannya dan membawa Yin masuk ke ruang gawat darurat guna dilakukan perawatan cepat. Dokter bahkan berlari di tengah lorong demi memastikan kondisi anak itu baik-baik saja, Xavier menahan nafas saking panik dengan situasi terkini, tak sadar menggigiti kukunya sendiri. Kantuk menghilang, tergantikan rasa takut akan menerima kenyataan bilamana Yin mengidap penyakit mengerikan. Sungguh, Xavier ragu bilamana realita mengatakan demikian. Sehingga yang bisa dia lakukan sekarang hanya panik, termenung bersama serentetan harapan kepada Sang Agung agar anak itu dalam kondisi damai senantiasa, sukar rasanya membayangkan bocah kecil tersebut menerima pahitnya kehidupan sejak dini.

Satu setengah jam beroperasi, dokter dari ruangan akhirnya bisa menyimpulkan satu tanggapan untuk kemudian disampaikan kepada pihak yang berhak mendapat informasi tersebut.

"Kami tidak bisa mendefinisikan penyakitnya, karena secara medis, anakmu baik-baik saja. Kemungkinan dia mengalami demam karena pergantian cuaca ekstrem belakangan ini. Jadi berhati-hatilah. Anda bisa mengambil resep obatnya langsung."

Xavier menghela nafas lega. Beban di punggungnya perlahan menghilang begitu dokter menyampaikan informasi demikian, dan mengikut instruksi, dia memasuki ruang penebusan obat dan kembali pulang dengan kendaraan dokter tersebut. Beliau menyarankan, sebab kondisi luar jalanan cukup mengkhawatirkan untuk seorang pria dengan anak balita di gendongannya pulang tanpa alat keamanan.

Tiga dini hari, Xavier membungkukkan diri sebagai tanda penghormatan dan mengucapkan terimakasih kepada dokter rupawan nan dermawan tersebut karena sudah mau mengantarkannya pulang, setidaknya mencegah terjadinya tindak kurang menyenangkan. Tetapi yang masih Xavier khawatirkan adalah tanda asing di wajah anak itu masih senantiasa ada sehingga orang-orang barusan tampaknya agak kebingungan dengan hal tersebut, Xavier pun mati-matian mencari alasan guna menutupi hal ganjil tersebut dengan mengatakan bahwa itu adalah tanda lukis sebagai simbol bahwa dia akan tumbuh menjadi sosok cerdas nan kuat. Meskipun agak mistis, tapi biarlah. Xavier tak mampu mencari alasan dikala panik melanda seisi hati nan kepalanya. Setidaknya, Yin tidak mengidap penyakit aneh, dan dia bisa menghela nafas lega, lalu tertidur nyenyak sekarang. Besok, masih ada pekerjaan menantinya.

NIGHT CHANGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang