07

193 19 2
                                    

Salju masih senantiasa mengepung rumah mereka ketika Fredrinn memutuskan untuk berburu.

"Kau yakin tidak akan kena hipotermia berlama-lama di hutan?"

Mendengar itu, Fred membalas dengan seulas senyum. "Hanya tiga jam, aku bisa menahan dingin itu selama mengenakan mantel hangat darimu. Oke?"

"Idiot," tetapi Xavier justru tersipu karenanya. "Sarapan dulu kalau begitu."

Anak-anak masih terbuai oleh alunan mimpi ketika sang pujangga setengah elf membangunkan ketiganya. Julian menjadi bocah pertama yang bangun seketika, lantas mengerjap beberapa saat, bola mata berbinar kala menyaksikan pemandangan Xavier, lalu dengan manja merangkak masuk ke pelukannya. Melissa mandi lebih dulu, disusul oleh kedua saudaranya. Julian sudah mampu mandi sendiri, sementara Yin masih harus terus diperhatikan sebab kadang anak itu berlama-lama di ruangan lembab untuk kemudian ditemukan sedang tidur di bak mandi. Dia juga pernah kedapatan nyaris mengkonsumsi sabun mandi jika saja kala itu Xavier tidak segera menarik benda tersebut dari genggaman si anak. Julian, terlepas dari fakta dia adalah bungsu keluarga, punya tabiat rajin bangun pagi ketimbang kedua kakaknya yang kadang masih bercucuran air liur bahkan ketika matahari sudah berada di langit pertengahan.

Fred membantu di dapur sementara si pemuda setengah elf sibuk membenahi anak-anaknya agar senantiasa tampil rapi nan menawan. Bahan pangan setengah jadi sudah disiapkan setiap malam oleh si tuan rumah utama, jadi yang perlu Fred lakukan hanya memasaknya hingga matang kemudian disajikan. Ada perdebatan kecil di atas meja makan dimana Yin senang sekali mencomot jatah makan adiknya, sementara Melissa diam-diam membuang sayuran salad ke piring makan Yin. Xavier menggeleng pelan, kemudian menginstruksikan kedua bersaudara itu untuk menikmati makanan dengan benar dan belajar cukup akan porsi masing-masing. Terutama Yin. Xavier harus mengajarinya untuk tidak mengambil jatah milik siapapun.

"Kalau Yin merasa kurang, Yin bisa bilang langsung padaku, oke? Jangan ambil milik siapapun."

Anak pirang itu mengangguk cepat, kemudian menyodorkan piring makannya kepada Xavier yang disambut baik oleh lelaki dewasa tersebut. Anggaplah dia galak dan terlalu tegas, tetapi dia hanya ingin mengajari anak-anaknya untuk bersyukur akan apa yang dipunya dan tidak diperkenankan mengambil hak orang lain, tak peduli siapapun sosok tersebut.

Langit kian bersinar ketika Fred memutuskan untuk segera berangkat menuju hutan, bermaksud mencari hewan buruan untuk stok makan mingguan. Xavier memasuki kamar, membuka lemari kemudian berjalan menghampiri si lelaki kekar dengan sebuah jaket tebal sebagai tambahan. Ia juga menyisir rambut Fred, merapikannya agar terlihat kian menawan mengesampingkan fakta bahwa tatanan rambut bisa berubah sewaktu angin menghembusnya. Mereka berpandangan sejenak, hanya untuk mempertontonkan masing-masing kharisma, sebelum Xavier inisiatif memeluk lelaki itu, dan Fred balik mengelus punggungnya. Tak lupa, bubuhan kecup di pipi sebagai tanda cinta mereka berdua. Begitu pelukan terlepas, Fred tersenyum lebar sembari mengusap pucuk kepala si sosok yang lebih muda.

"Hati-hati di jalan." Xavier mengingatkan.

Si lelaki kekar mengangguk. Lalu memanggil, "Sapphire."

"Hm?"

"You're beautiful."

Xavier merapatkan kaki mendekat, sebelum membubuhkan kecup di bibir si kekar. "Handsome, I know."

Lantas dengan demikian, Fred beranjak menuju utara, memasuki kawasan hutan belantara guna mencari mangsa.

Sebenarnya bukan kewajiban bagi Fred turun ke lapang dipenuhi serentet tumpukan salju, dihias oleh atmosfer super dingin yang kadang merasuk hingga ke ujung tulang. Tetapi kemudian ia ingat bahwa pukul dua belas malam nanti adalah ulangtahun si lelaki tersayang, pujaan hati terbesarnya akan memasuki pertambahan usia, dan ia bermaksud mengadakan pesta kecil-kecilan dengan daging rusa atau kijang sebagai santapan bersama. Ia juga sudah menitipkan uang kepada salah seorang teman, untuk mendapatkan sebuah perhiasan manis yang kelak akan dikenakan lelaki tersayangnya sepanjang hari. Xavier tidak pernah menuntut apapun darinya selain keperluan bersama, untuk itulah, ia ingin menghadiahkan sang pujaan walau hanya sedikit persembahan. Fred ingat betul, ayahanda pulang membawakan liontin emas juga daging sapi istimewa teruntuk ibundanya ketika beliau menginjak usia tepat tiga puluh enam tahun. Dia terinspirasi dari situ.

NIGHT CHANGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang